Mereka tak hanya dari kalangan kaya dan berpendidikan,buruh tani dan penjual pasar ikut didalamnya. Mereka setia  mendengarkan tausiah dengan hanya duduk beralaskan terpal dari bakda isya hingga jam dua dini hari. Belum lagi kyai -- kyai dipedasaan yang menggelar pengajian dikampung-kampung kecil.  Lebih jauh lagi, bukankah setiap stasiun swasta memiliki acara bernuansa islami.
Poin- poin dalam NKRI Bersyariah sebenarnya sudah diatur oleh negara. Misalnya, menghindarkan bangsa dari aturan ekonomi riba yang sudah diatur dalam UU No 21 tahun 2008, kebebasan semua umat beragama menjalankan ibadahnya yang sudah diatur  dalam Pasal 28 Eayat 1, 29 dan UUD.terlebih terkait pemerintahan yang anti korupsi, sudah jelas banyak peraturan yang telah ditetapkan.
Menggapai Surga Ala Buku Islamis Populer
Gagasan NKRI Bersyariah memang belum terealisasi, bahkan banyak pihak yang menolaknya. Namun para pendukung Habib Rizieq juga tak sedikit. Mereka ada ribuan diluar sana. Mereka adalah generasi bangsa yang tak bisa kita abaikan. Apapun yang terjadi mereka harus diselamatkan. Bukan tidak mungkin jia sustu hari jumlah mereka bertambah dan berhasil menggucang Indonesia.
Meski sistem komunikasi sudah tak lagi massif, buku cetak masih banyak menyita generasi melenial. Hasil penelitian UIN SUKA menujukan bahwa 70% buku islam yang beredar dilapangan bukan berasal dari arus utama seperti NU dan Muhamadiyah. Buku-buku yang beredar banyak didominasi Islamisme Populer, Tarbawi, Salafi, Tahriri, hingga Jihadi yang banyak dipakai oleh jihadis islam keras. Buku-buku tersebut banyak berisi tema ringan tentang tuntunan praktis dengan disisipi ideologis.
Penikmat buku-buku tersebut sebelumnya tidak memiliki dasar islam yang kuat. Mereka hanya memahami agama secara instan. Generasi semacam ini yang mudah dijejali ideologi-ideolgi islamisme seperti wacana NKRI Bersyariah.lalu apakah mereka sepenuhnya bersalah? Kelompok islam dominan seperti NU dna Muhamadiyah belum memenuhi dahaga kaum milenial akan buku-buku islam popular yang sesuai denagan kiadah.Â
Selama ini kita hanya menemukan literasi seperti jurnal, essay dan artikel dari kedua kelompok elit ini. Buku yang ada hanya berkisar diranah Fiqih, Nahwu, tasawuf  bahkan sebagain besar berupa terjemahan dari mkitab klasik.
Buku-buku tersebut hanya bisa dinikamti oleh segelintir pembaca yang memiliki bekal pendidikan pesantren. Bagi orang awam seperti kita, buku tersebut terlihat sangat berat dan tidak menarik. Sudah saatnya bagi kita sebagai kader islam NU dan Muhamadiyah untuk berkreasi menciptakan sesuatu yang bermnafaat sesuai dengan pemintaan pasar.Â
Sudah bukan waktunya lagi untuk m,encerca habib Rizieq dengan segala teori dan literasi, saatnya kita mengkader generasi milenial sesuai cita-cita ulama hingga eksistensi islam sebagai Rahmatan Lil Alamin tidak lagi bias digugat oleh Habib Riziq yang lain dimasa mendatang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H