Mohon tunggu...
ika puspa dewi
ika puspa dewi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas komunikasi dan penyiaran islam IAIN Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

NKRI Bersyariah dan Apatis NU Muhamadiyah

14 Februari 2019   11:22 Diperbarui: 14 Februari 2019   11:24 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Bagaimana sikap kita atas NKRI Bersyariah yang beruang-ulang di perjuangkan oleh Habib Rizieq?'

Tak hanya menggelitk, tulisan Denny JA menggiring kita untuk menentukan sikap terkait isu pembentukan negara beragama-baca NKRI Bersyariah-yang belakangan banyak digembar-gemborkan. 

Denny berhasil menyodorkan analisis bahwa praktik nilai luhur yang sesuai dengan Alquran terwujud bukan dinegara dengan mayoritas pemeluk islam seperti Turky, malaysia dan Indonesia. Bahkan sederet negara yang memberlakukan syariah islam secara ketat seperti Republik Iran tak mampu menempati rangking top 10 besar.

Sebaliknya, nilai luhur islam yang diterjemahkan dalam indeks islamcity mendarah daging dinegara-negara sekuler seperti Selandia Baru, Belanda, Swedia, Belanda, Kanada, Swiss, dan Australia. Negara-negara tersebut memiliki latar belakang peradaban yang mapan dengan penduduk yang sudah terbiasa untuk menjunjung tinggi HAM dan pendidikan yang gemilang.

Indonesia sendiri sebagai negara berkembang dan peradaban yang belum begitu mapan, isu terkait agama bisa menjadi sesuatu yang "renyah" untuk di goreng. Sedikit hembusan ketimpangan sosial, ekonomi, konflik budaya dengan sentuhan agama bisa mengusik dan menyulut emosi massa. Hal tersebut terlihat jelas dalam musim pilkada 2017. 

Setahun sebelumnya , NKRI Bersyariah sudah didengungkan. Kini dimusim pilpres 2019 konsep tersebut kembali dimunculkan ke permukaan. Alih- alih menegakkan negara bersyariah, sebenarnya Habib Rizieq hanya menggunakan konsep tersebut untuk kepentingan ekspansi politiknya saja. 

Habib Rizieq sendiri hingga saat ini tidak pernah terbuka didepan umum terkait wacana NKRI Bersyariah. Dia hanya mendeklarasikan wacananya dimoment tertentu seperti aksi 212 dan reuni 212. Ketua FPI tersebut belum secara resmi menengaskan konsep yang hendak ia tawarkan sebagai pengganti Pancasila.

Jika NKRI Bersyariah benar-benar berhasil ditegakan, berarti Indonesia menjadi  negara agama layaknya Aljazair dan Iran, Nyatanya kedua negara tersebut meski menggunakan senjata tetap gagal mengembangkan konsep negara yang murni islami. Sementara itu tawaran Habib Rizieq ini jauh sebelumnya sudah pernah dan hampir diresmikan menjadi pondasi bangsa. 

Piagam jakarta menjadi saksi nyata momen tersebut. Pencabutan kalimat "dan menjalankan syariat islam bagi para pemelukunya" menjadi indikasi perjuangan para ulama dimasa lalu. Hanya saja negara tak hanya dibangun oleh ulama yang beragama islam. 

Mereka bersatu padu para pejuang lain dari berbagai belahan nusantara lain seperti Indonesia Timur yang tidak beragam islam. Demi persatuan bangsa kalimat tersebut dirubah dan dijadikan menjadi sila pertama Pancasila saat ini yang meegaskan setiap warga harus memeluk satu agama , tidak boeh tidak beragama atau atheis? Lalu apa lagi  yang dikhawatirkan Habib Rizieq? Bukankah keresahanya sudah terselesaikan dimasa lalu.

Tak berhenti disitu, habib Rizieq juga menyentuh lini kehidupan sosial sehari-hari. NKRI Bersyariah menuntut agar ulama di cintai dan dihormati. Pertanyaanya, hingga saat ini adakah kasus pelecehan ulama? Tak taukah Habib Rizieq dengan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun yang memiliki mejelis Maiyah hampir diseluruh Indonesia. 

Mereka tak hanya dari kalangan kaya dan berpendidikan,buruh tani dan penjual pasar ikut didalamnya. Mereka setia  mendengarkan tausiah dengan hanya duduk beralaskan terpal dari bakda isya hingga jam dua dini hari. Belum lagi kyai -- kyai dipedasaan yang menggelar pengajian dikampung-kampung kecil.  Lebih jauh lagi, bukankah setiap stasiun swasta memiliki acara bernuansa islami.

Poin- poin dalam NKRI Bersyariah sebenarnya sudah diatur oleh negara. Misalnya, menghindarkan bangsa dari aturan ekonomi riba yang sudah diatur dalam UU No 21 tahun 2008, kebebasan semua umat beragama menjalankan ibadahnya yang sudah diatur  dalam Pasal 28 Eayat 1, 29 dan UUD.terlebih terkait pemerintahan yang anti korupsi, sudah jelas banyak peraturan yang telah ditetapkan.

Menggapai Surga Ala Buku Islamis Populer

Gagasan NKRI Bersyariah memang belum terealisasi, bahkan banyak pihak yang menolaknya. Namun para pendukung Habib Rizieq juga tak sedikit. Mereka ada ribuan diluar sana. Mereka adalah generasi bangsa yang tak bisa kita abaikan. Apapun yang terjadi mereka harus diselamatkan. Bukan tidak mungkin jia sustu hari jumlah mereka bertambah dan berhasil menggucang Indonesia.

Meski sistem komunikasi sudah tak lagi massif, buku cetak masih banyak menyita generasi melenial. Hasil penelitian UIN SUKA menujukan bahwa 70% buku islam yang beredar dilapangan bukan berasal dari arus utama seperti NU dan Muhamadiyah. Buku-buku yang beredar banyak didominasi Islamisme Populer, Tarbawi, Salafi, Tahriri, hingga Jihadi yang banyak dipakai oleh jihadis islam keras. Buku-buku tersebut banyak berisi tema ringan tentang tuntunan praktis dengan disisipi ideologis.

Penikmat buku-buku tersebut sebelumnya tidak memiliki dasar islam yang kuat. Mereka hanya memahami agama secara instan. Generasi semacam ini yang mudah dijejali ideologi-ideolgi islamisme seperti wacana NKRI Bersyariah.lalu apakah mereka sepenuhnya bersalah? Kelompok islam dominan seperti NU dna Muhamadiyah belum memenuhi dahaga kaum milenial akan buku-buku islam popular yang sesuai denagan kiadah. 

Selama ini kita hanya menemukan literasi seperti jurnal, essay dan artikel dari kedua kelompok elit ini. Buku yang ada hanya berkisar diranah Fiqih, Nahwu, tasawuf  bahkan sebagain besar berupa terjemahan dari mkitab klasik.

Buku-buku tersebut hanya bisa dinikamti oleh segelintir pembaca yang memiliki bekal pendidikan pesantren. Bagi orang awam seperti kita, buku tersebut terlihat sangat berat dan tidak menarik. Sudah saatnya bagi kita sebagai kader islam NU dan Muhamadiyah untuk berkreasi menciptakan sesuatu yang bermnafaat sesuai dengan pemintaan pasar. 

Sudah bukan waktunya lagi untuk m,encerca habib Rizieq dengan segala teori dan literasi, saatnya kita mengkader generasi milenial sesuai cita-cita ulama hingga eksistensi islam sebagai Rahmatan Lil Alamin tidak lagi bias digugat oleh Habib Riziq yang lain dimasa mendatang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun