Mohon tunggu...
Nez Dwyn
Nez Dwyn Mohon Tunggu... Lainnya - السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ saya Inez

Bismillah. Berusaha untuk tak ketergantungan nasi. Mau toleran ke karbohidrat lain. Semoga tetap sehat walafiat, manfaat, rizki lancar berkah selalu ya teman-teman. Semoga selalu berada di jalan yang diridhoi-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hindari Stres Ujian

31 Maret 2016   12:27 Diperbarui: 18 April 2016   19:13 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="kartunmartono"][/caption]

Anak sekolah, sebagian besar pasti tahu dan pernah ikut ujian. Yang namanya ujian, namanya bisa bermacam-macam. Ada Ujian Sekolah, Ujian Nasional, Ujian Praktek, dan masih banyak istilahnya. Ada yang ingat EBTA?

Dari dulu hingga sekarang, ujian itu, untuk sebagian besar anak sekolah, seperti momok. Kenapa?

Saat kita mulai belajar di sekolah, kita sebut saja disekolahkan, kita dulu mengenal sekolah taman kanak-kanak. Di sana anak-anak manusia mengenal teman-teman yang lebih banyak dan mengenal guru untuk pertama kali. Permainan disediakan untuk anak-anak manusia ini. Akan tetapi, mainan yang disediakan untuk dimainkan bebas seringkali hanya boleh saat istirahat. Waktu di kelas guru memberi instruksi untuk duduk rapi di kursi.

Anak-anak manusia usia TK masih punya keinginan main yang besar. Di sini mereka dikenalkan untuk patuh terhadap guru. Mungkinkah ada yang mendengar atau mengingat jika tidak patuh akan dihukum?

Saat memasuki sekolah dasar, kita sebut saja SD, kita biasanya akan melihat lebih banyak anak-anak dan lebih banyak guru, dibanding saat TK. Duduk di kelas satu sebagian besar dari kita diajarkan menulis membaca dan berhitung. Saat waktu tertentu tiba, kita disuruh menjawab sejumlah pertanyaan dengan menulis jawaban di kertas. Selesai menjawab maka kertas jawaban dikumpulkan. Beberapa saat kemudian, biasanya guru akan membagi kertas jawaban yang sudah ditelitinya. Di kertas itu tertera angka yang kita kenal nilai tes kita. Itu dulu yang sebagian besar kita alami. Siapa yang tidak?

Dari kelas satu kita lalu mengalami tes atau ujian yang lebih banyak. Dari kenalan dengan tes/ujian lalu kita juga mengenal rapor dan peringkat. Nah siapa dulu yang suka dengan peringkat atas? Siapa yang sering di peringkat bawah? Orang-orang yang mengenal peringkat di sekolah lalu memberi tahu  kita bahwa peringkat atas itu untuk orang-orang yang pintar. Nilainya bagus. Tidak tahu apakah nilai bagus itu diraih dengan jujur. Pokoknya peringkat atas itu bagus. Lalu kita berlomba-lomba untuk ada di peringkat atas. Apapun caranya. Yang tahu cara baik dan ia yakin mampu, maka ia tempuh cara jujur. Tidak contek teman. Tidak contek kertas contekan. Benar-benar hasil belajar sendiri. Siapa yang pernah tes dengan jujur, tidak dengan contek?

Di akhir satu tahun belajar, ujian akan memberi peluang kita untuk naik kelas. Kelas yang lebih tinggi. Jika tidak naik kelas, maka pilihannya tinggal kelas. Ya atau tidak? Nanti kalau tinggal kelas, apa kata orang? Bisa dikatakan tidak pintar, bodoh atau apapun julukan yang tidak pantas. Negatif. Untuk naik kelas kita tempuh tes pakai cara apapun. Lagi. Pilihannya ya cara yang jujur atau tidak jujur. Nilai yang bagus harus diraih biar naik kelas. Belajar banyak untuk tes yang banyak. Kebanyakan tes tertulis. Orang-orang pendidikan menyebut kognitif untuk tes yang dulu kita jalani. Sikap keseharian tidak terlalu penting. Guru masih cuma tahu nilai hanya dengan tes tertulis. Akhir sekolah ditambah praktek.

Tadi sekelumit ingatan tentang tes di masa anak-anak. Tes itu belajar, belajar, dan belajar. Belajar yang kebanyakan dengan menghafal. Tahu tidak sih kalau kita sebenarnya tidak ingin selalu menghafal. Kita juga ingin berpikir dan berpendapat. Kan kita punya otak, untuk berpikir, bukan hanya menghafal. Tes yang begitu banyak itu banyak yang cuma berupa angka.

 Angka rapor yang bagi kita tidak terlalu penting jika nanti kita bandingkan saat kita bermasyarakat. Orang-orang lebih melihat sikap kita, kejujuran, kerja keras kita, etika, pendirian, tanggung jawab, keuletan, dan hal-hal yang tercermin dari keseharian kita.  bukan daripada sekedar angka rapor yang kita peroleh dari sekolah.

Yang pernah jadi anak sekolah pasti tahu cara melewati ujian yang jujur, baik. Belajar menghafal. Ya kan? Materi itu dihafal, dihafal terus untuk kemudian kita tumpahkan ke jawaban di lembar kertas. Mungkin tidak terlalu kita pahami hal-hal yang kita hafalkan itu. Tak tahu untuk apa kita hafalkan. Yang pasti kita tahu adalah hafalkan saja untuk di ujian nanti.

Kamu yang sedang akan atau sedang menghadapi ujian dari sekolah. Baca sebentar ini.

Cobalah fokus di kelas. Guru yang hadir mengajar itu kesempatan baik. Kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk bertanya. Apapun, yang kita tak mengerti, tentu tak jauh dari materi yang disampaikan. Kalau menyimpang dari materi mungkin saja boleh ditanyakan selama gurunya baik hati. Kalau tak paham saat kita belajar dengan guru atau belajar sendiri , kita cari di buku pelajaran atau di perpus, kalau jaman internet begini ya cari di internet, lalu kita catat.

Minta dijelaskan teman yang lebih paham materi mungkin lebih membantu kita supaya mengerti. Kalau di jam sekolah kita lebih banyak fokus  memperhatikan guru menerangkan, kita tak  perlu  les tambahan untuk pelajaran yang sama.

Boleh saja kita belajar dengan cara kita sendiri yang kita yakini lebih masuk otak, daripada harus mengikuti cara yang guru ajarkan. Semua orang punya cara sendiri untuk belajar memahami suatu hal.

Beri hak untuk tubuh. Jangan cuma mementingkan belajar.Tidur cukup maka otak dan badan lebih segar, siap lagi untuk belajar. Sesuatu yang diforsir berlebihan cepat rusak. Saat makan kita perhatikan gizi dan kecukupannya. Refreshing sekedar jalan-jalan atau ngobrol santai perlu juga. Awas keterusan.

Bersikap baik untuk orang-orang sekitar kita. Semua orang yang baik akan mendukung kerja keras kita. Minta doa pada orang tua biar kita lebih tenang. Dukungan itu penting, motivasi lebih lagi. Kita pikirkan hasil kita belajar untuk apa.

Ujian memang harus ada untuk menguji kita. Ujian itu ada tingkatannya. Yakin saja jika semua ujian yang kita hadapi tak melebihi kemampuan kita. Semua kerja keras kita tidak ada yang sia-sia, pasti ada gunanya, sekecil apapun. Sampaikan ke teman-teman kecil kita atau teman kita yang ujian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun