Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sejatinya mulai diterapkan mulai dari DKI Jakarta pada Jum'at (10/04) akan banyak menemui kendala yang berarti, baik dari masyarakat maupun hubungan antar lembaga pemerintahan yang menerbitkan aturan terkait PSBB tersebut.
PSBB sendiri didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) (CNBC Indonesia, 09/04/2020).
Setidaknya ada enam hal yang dibatasi dalam penerapan PSBB ini. Pertama, peliburan sekolah dan tempat kerja yang strategis seperti lembaga pertahanan dan keamanan, perekonomian dan keuangan dan kebutuhan dasar lainnya.
Kedua, pembatasan kegiatan sosial budaya yang dapat membuat kerumunan.Â
Ketiga, pembatasan moda transportasi baik umum atau pribadi dan dengan memperhatikan jumlah penumpang dan jarak tempuh.Â
Keempat, pembatasan kegiatan keagamaan dengan melakukannya di rumah dengan tetap menjaga jarak.Â
Kelima, pembatasan kegiatan di tempat umum dengan tetap menjaga jarak, kecuali untuk tempat-tempat yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar. Keenam, pembatasan kegiatan lain khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan (Hukum Online, 08/04/2020).
Sebelum kebijakan terkait PSBB ini diberlakukan sayangnya sudah banyak menuai kekhawatiran terutama dari supir ojek baik daring maupun luring. Di Jakarta saja, sebelum pembatasan ini berlaku pendapatan ojek daring saja sudah merosot hingga 50%. Sementara ojek luring bisa merasakan hal yang lebih memprihatinkan dari ojek daring. Apalagi dalam peraturan tersebut, ojek dilarang membawa penumpang (Kompas, 09/04/2020).
Dengan adanya kebijakan tersebut, juga menghindari friksi yang tidak perlu di masyarakat seharusnya pemerintah dapat berkomunikasi secara intensif terhadap aplikator. Pemerintah harus melakukan tindakan tegas kepada aplikator dengan memblokir aplikator tersebut apabila tidak mau menuruti PSBB tersebut.
Selain itu, antara pemerintah bersama dengan aplikator dan pengelola pasar tradisional bisa membuat perjanjian kerjasama agar barang-barang kebutuhan masyarakat dapat diperoleh tanpa banyak yang keluar rumah. Tentu urusan spesifikasi bisa diatur bersama dan tidak melupakan prosedur kesehatan yang berlaku.
Tumpang Tindih Aturan
Baru saja permenkes tersebut diteken, muncul lagi masalah baru. Pangkal permasalahannya tidak lain adalah dengan keluarnya Peraturan Menteri Perhubungan No.18 Tahun 2020 dimana dalam isinya memperbolehkan ojek untuk mengangkut penumpang (Media Indonesia, 13/04/2020).
Isi permenhub ini jelas bertentangan dengan permenkes yang telah disahkan sebelumnya. Bukan saja kontraproduktif, namun dapat menimbulkan juga di masyarakat. Tidak hanya masyarakat secara umum, aparat keamanan pun akan kebingungan dengan peraturan tersebut.
Dengan adanya peraturan yang tumpang tindih tersebut menteri perhubungan ad interim jelas terlihat tidak berkoordinasi dengan stakeholder terkait, khususnya menteri kesehatan. Dengan ditekennya permenhub tersebut, jelas menteri perhubungan terlalu mementingkan kepentingan bisnis dari aplikator ojek daring (Media Indonesia, 14/04/2020).
Seharusnya pemerintah jangan main-main dalam suatu pembuatan peraturan, apalagi saat ini kondisinya berkaitan dengan kesehatan masyarakat secara umum dan penanggulangan wabah yang bisa dibilang mematikan. Dengan adanya permenhub tersebut, terlihat jelas pemerintah masih main-main dalam penanggulangan wabah Covid-19 ini.Â
Untuk mengurangi kebingungan di masyarakat, pencabutan terhadap peraturan tersebut adalah hal yang perlu segera dilakukan, karena dalam permenkes bisa diatur juga dalam hal penyaluran bantuan sosial. Kalau bisa menteri perhubungan ad interim juga dicopot karena jelas bikin gaduh di masyarakat.
Sekilas meski peraturan tersebut terlihat fokus pada ojek daring, pemerintah perlu menindak tegas perusahaan yang masih membiarkan pekerjanya bekerja terutama pada perusahaan yang bukan bergerak pada sektor yang vital.Â
Selain itu, pemerintah perlu memberikan jaminan sosial yang layak dengan adanya PSBB ini. Jangan sampai masyarakat sulit mendapatkan kebutuhan dasar dan kurangnya kompensasi atas pendapatan yang merosot drastis karena wabah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H