Bahkan saran saya, lebih baik tidak usah naik feri. Karena meski sudah naik yang di lantai atas, goncangan akibat ombak ini tetap terasa.
Selain itu, jangan sepelekan keberadaan rompi pelampung yang terlihat terlipat rapi dalam jumah cukup banyak di dalam feri. Seumur-umur naik feri berkali-kali, saya tidak peduli sama sekali dengan pelampung tersebut. Tapi begitu tahu kabar kecelakan feri di 2009, saya baru sadar arti pentingnya.
4. Hujan-hujan naik klotok
Berganti ke cerita saat tinggal di Kalsel. Durasi terlama naik perahu alias klotok yang pernah saya alami adalah saat mengikuti wisata susur sungai dengan teman-teman Banjarmasin Traveller.
Waktu itu saat berangkat, saya lihat cuaca sudah cukup mendung. Bahkan gumpalan awannya cukup tebal dan gelap. Sempat saya berpikir barangkali perjalanannya tidak jadi. Namun ternyata saya keliru dan tidak tahu kalau teman-teman Banjarmasin Traveller ini cukup tangguh dan tidak kenal cuaca buruk.
Dan benar saja, saat di tengah-tengah perjalanan, beberapa kali hujan turun. Untungnya di tas ransel saya tersimpan jas hujan tipis yang sengaja saya bawa dan tidak saya tinggal di sepeda motor.Â
Jas hujan tersebut sangat bermanfaat melindungi saya dari hujan. Juga, dari angin dingin selama perjalanan. Saya yang gampang masuk angin pun jadi merasa hangat dan nyaman.
Jadi jika memang akan mengalami perjalanan seperti saya ini, menggunakan sampan tradisional di waktu yang kelihatannya kurang bersahabat, bawalah jas hujan. Barang ini akan cukup melindungi kita dari udara dingin serta air hujan selama perjalanan.
Dari semua pengalaman tadi, satu lagi saran saya jika akan naik moda transportasi air. Bawalah kantong kresek. Kantong ini akan bermanfaat untuk berjaga-jaga melindungi beberapa barang kita yang sangat sensitif terhadap air.
Sedangkan bagi yang mudah mabuk perjalanan dan tidak terbiasa naik alat transportasi air, usahakan isi perut dengan cukup dan minum obat antimabuk sebelum perjalanan naik kapal atau perahu tradisional. Apalagi untuk perjalanan yang cukup lama.