Choi Taei ini sendiri tipe remaja laki-laki introvert. Kekalahannya tersebut membuat ia sangat sedih, sakit kepala, minum obat, dan menangis. Intinya ia sangat terpuruk atas kekalahannya tersebut.
Para pelatihnya menghiburnya dan berkata, dalam permainan itu tentu ada menang dan kalah. Tak selamanya ia harus menang dalam permainan.
Sementara itu, tetangga-tetangganya yang tahu kekalahan Choi Taek, langsung sigap menghibur ayah Choi Taek. Dan para tetangga saling berpesan untutk tidak mengungkit kekalahan tersebut di depan ayah Choi Taek dan terutama Choi Taek sendiri.
Namun, keempat teman Choi Taek tidak menghiraukan pesan orang tuanya masing-masing. Mereka yang sebetulnya dilarang untuk main ke rumah Choi Taek, tetap kompak mendatangi kamar Choi Taek.Â
Bahkan mereka berempat yang sudah dipesani orang tua masing-masing untuk tidak mengungkit perihal kekalahan tersebut, malah datang mengabaikan pesan orang tua mereka.
Satu persatu dari empat teman Choi Taek masuk kamar Choi Taek sambil mengomeli kekalahan dan menyalahkannya. Padahal saat itu, Choi Taek sedang menangis.
Choi Taek marah, ia merasa itu hanya kesalahan. Tapi temannya tidak setuju. Choi Taek terus membela diri. Tapi teman-temannya tetap membantah jika ia tidak boleh kalah.
Setelah sadar kalau sebetulnya teman-temannya peduli dengannya, Choi Taek malah jadi terhibur karena teman-temannya justru mengajarinya berteriak dan mengumpat untuk melampiaskan kekalahannya.Â
Cara Melankolis-Introvert Menghadapi Keterpurukan
Saya akui, memiliki sisi introvert dan melankolis itu kerap membuat saya seperti sebuah ponsel yang terkadang memiliki saat-saat kehabisan daya beterai. Sebuah ponsel, apalagi yang sedang kehabisan baterai, biasanya membutuhkan waktu untuk diisi dayanya. Lebih bagus lagi jika ponsel tersebut dalam posisi mati atau dinonaktifkan.Â