Ini cerita tentang dua orang murid saya yang dulu berhasil mensugesti dirinya sendiri untuk berubah. Cerita ini terjadi saat saya mengajar di sebuah SMA berasrama di Kalimantan Selatan.
Jadi ceritanya, awalnya suatu ketika saya bercerita ke murid-murid saya tentang bagaimana 'saktinya' sebuah kata-kata positif.Â
Saat itu saya mengawali cerita tentang bagaimana tumbuhan berbunga yang bisa tumbuh dengan baik jika setiap hari diberi kata-kata positif. "Kamu tanaman dengan bunga yang cantik, tumbuh dengan sehat," dan seterusnya, dan sebagainya.
"Jika tanaman saja bisa, maka kita pun bisa," itu pesan saya. Saya lalu mencontohkan cara yang bisa dilakukan murid-murid saya. Misalnya dengan mengatakan 'saya anak cerdas, saya anak baik,' dan yang lainnya. Semua itu bisa dilakukan di pagi hari sedang bercermin sebelum berangkat ke sekolah.
Dan ternyata dari semua murid, ada dua anak yang kisahnya masih berbekas di ingatan saya sampai sekarang. Kedua murid saya tersebut bernama Fitri dan Galih.
Cerita Fitri yang Suka Berbicara dengan Cermin
Fitri ini sebetulnya anak yang cukup menarik wajahnya. Dia berada di kelas unggulan, khusus anak-anak yang bisa masuk ke sekolah tersebut karena tingkat kecerdasannya.
Namun, kecantikan dan kecerdasan Fitri seakan sirna saat ia berada di sekolah tempat saya mengajar kala itu. Memang, sekolah tempat saya mengajar waktu itu adalah sekolah yang bisa dibilang untuk kalangan ekonomi menengah ke atas.Â
Untuk bisa bersekolah di tempat tersebut, ada tiga kemungkinan. Cerdas dengan IQ tinggi, dan atau berprestasi. Kemungkinan ke dua adalah dari kalangan ekonomi atas.Â
Sedangkan kemungkinan ke tiga adalah anak yang tinggal di dekat sekolah tersebut dan terpilih untuk menjadi siswa beasiswa meski tidak memenuhi syarat kedua hal tadi.
Nah, Fitri termasuk yang kelompok pertama tadi. Namun saat di sekolah, ia merasa rendah diri. Kebetulan memang banyak anak yang masuk kelompok pertama tapi juga masuk kelompok sosial atas.Â
Selain itu, Fitri yang memiliki tubuh mungil juga merasa rendah diri karena kondisi fisiknya. Semua akumulasi rasa rendah diri itu membuat Fitri sering tampak murung.Â
Sampai-sampai ia sering menangis sendiri. Padahal, anaknya sebetulnya tipe periang. Selain itu, sesungguhnya tak ada satu pun siswa di sekolah yang mempermasalahkan keberadaan Fitri.
Sejak mendengar cerita saya tentang sugesti positif tadi, ia lalu mencoba mempraktekkannya setiap pagi.Â
Saat masih berada di asrama, ia berkata di depan cermin yang ada di kamarnya, saya cantik, saya pintar, saya disuka banyak orang. Itu terus yang tekun ia lakukan setiap pagi.
Saya baru tahu cerita tersebut setelah suatu ketika Fitri dan Sinari temannya datang ke saya sambil tersenyum riang. Mereka cerita, Fitri sekarang lebih banyak disuka teman-temannya.Â
Dan saya lihat, memang demikian adanya. Fitri yang saya lihat kemudian adalah anak yang periang dan percaya diri. Kondisi prestasi akademiknya pun makin hari makin membaik.Â
Bahkan di kemudian hari, saya dengar kabar kalau beberapa cowok mulai mendekati Fitri dan mengaku tertarik dengannya.Â
Cerita Galih yang Rajin Membaca Catatan di DindingÂ
Lain halnya dengan versi cerita Galih. Sebelum saya menjadi wali kelasnya, saya amati kondisi prestasi akademik Galih berada di barisan bawah alias siswa tidak berprestasi.Â
Namun semuanya berubah mengejutkan saat penerimaan raport di semester satu kelas XI. Saat saya mencoba membuat ranking, ternyata Galih bisa berada di peringkat lima besar di kelas.
Karena penasaran, saat penerimaan raport, saya tanya ke Galih bagaimana ia bisa berubah seperti itu. Katanya, semua berasal dari cerita saya tentang kekuatan kata-kata positif.
Namun versi Gaih berbeda dengan Fitri. Galih sengaja menuliskan semua kata-kata positifnya di selembar kertas kecil yang kemudian ia tempel di tembok sebelah tempatnya tidur di asrama.
Setiap bangun pagi, ia sempatkan membaca kertas yang berada di dekat posisi kepalanya tersebut. Demikian setiap harinya. Hingga seperti itulah tadi hasilnya, prestasi akademik Galih pun bisa membuat banyak orang terkejut saat mengetahuinya.Â
***
Apa yang bisa diambil dari kisah Fitri dan Galih? Kalau menurut saya, terlepas dari bagaimana saya sudah mengawali mengenalkan tentang sugesti diri, atau bagaimana murid-murid saya akhirnya mencobanya, saya lihat ada satu hal yang menjadi kuncinya. Kemauan dan keyakinan.
Buktinya, banyak yang mendengar motivasi saya, tapi sedikit yang mau dan yakin untuk melakukannya. Dan yang sudah melakukannya pun tak selalu berhasil.Â
Kalau mereka melakukan dan yakin dengan kata-kata yang mereka ucapkan sendiri, perubahan itu pun akhirnya terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H