Kendaraan seperti motor kerap menjadi andalan bagi para reporter untuk bisa lincah meliput ke mana-mana.
Namun, apa jadinya jika kemudian reporternya tidak bisa naik motor? Tentu saja ada dua pilihan, terus bertahan untuk boros uang dan waktu karena memilih menaiki kendaraan umum, atau mau tidak mau belajar naik motor dan memutuskan memilikinya!
Jujur, saya termasuk yang mengalami dua pilihan tersebut. Saya akui, hingga di awal-awal saya menjadi reporter, saya tidak bisa sama sekali mengendarai motor.
Akhirnya, saya pun kerap harus menerima kondisi tidak mengenakkan karena memilih menaiki kendaraan umum seperti angkutan umum, ojek, atau taksi.
Belum lagi urusan borosnya uang. Jadilah di kemudian hari, saya memutuskan untuk mengambil kredit motor seperti teman-teman saya. Meskipun kondisinya saat itu, saya tidak bisa sama sekali mengendarai motor.
Sebetulnya pernah sih sebelumnya dua kali belajar mengendarai motor dengan diajari oleh adik saya. Namun kesemuanya itu selalu tidak pernah sukses!
Ketika motor yang saya kredit itu datang dan diantar ke kantor, sungguh, selama seharian itu juga saya kebingungan karena berpikir, bagaimana ya caranya membawa motor itu pulang?
Meminta tolong teman satu kamar untuk membawa pun tidak mungkin saya lakukan karena kedua teman saya satu kamar sama-sama telah memiliki motor terlebih dahulu.
Tapi kemudian, saya jadi ingat pesan adik saya seperti ini, "Pokoknya kalau Mbak bisa naik sepeda, berarti ya bisa naik motor. Anggap saja naik motor itu menjaga keseimbangannya seperti naik sepeda biasa," ujar adik saya.
Akhirnya saya putuskan, malam itu saya harus bisa membawa motor itu sendiri pulang ke rusun tempat saya tinggal yang jaraknya tak sampai satu kilometer dari kantor.