"Beres?" Si Kecil mengacungkan jempolnya.Â
"Mereka sudah keluar dari rumah ini, kok."
"Tapi, rasanya mereka masih ada di luar rumah. Apalagi sih, yang mereka mau lakukan? Atau perlu kita ikut keluar untuk membuat atraksi baru?"
"Hahaha... sudahlah cukup! Kita duduk-duduk dan kumpul di sini saja. Kita ngobrol-ngobrol saja yuk, di sini," ujar Si Tua yang lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa.
"Dasar manusia usil! Maunya apa sih mereka itu?"Â
Si Wanita bersungut-sungut dan lalu ikut mendaratkan tubuhnya di sofa, bersebarangan dengan Si Tua.
"Yah, begitulah mereka. Kita tidak bisa menebak dengan pasti maunya apa. Kecuali, kita menampakkan diri, dan mereka lalu merinding. Ya, ya, seperti itulah yang mereka cari!"
Si Kecil melihat ke sekeliling. "Lho, kok tinggal kita bertiga. Penghuni yang lain ke mana, ya?"
"Sepertinya mereka kelelahan. Yah, pertunjukannya kan sudah berakhir. Hm, mungkin mereka ingin jalan-jalan ke tempat lain."
Si Tua mengangguk-angguk.
"Iya, benar itu! Malam ini malam Jumat kliwon, kan? Malamnya manusia juga suka berulah yang aneh-aneh."
"Ah, benar itu. Dalam pikiran manusia itu, kita dipercaya punya kekuatan ekstra di malam Jumat Kliwon." sahut Si Kecil.
"Oh iya, dengar berita kemarin di daerah utara sana? Konon, orang ramai-ramai mengejar Si Hitam yang sedang iseng pamer penampakan! Heboh pokoknya! Mereka bisa marah dan bergerak memukul-mukul angin! Lucunya kata Si Hitam, ada yang bilang ke orang lain kalau dia melihat sosok berwarna hitam dan putih. Eh, tapi yang lain mengatakan, katanya melihat sosok yang warnanya hitam putih terus bentuknya seperti Spiderman. Eh, Spiderman itu apa sih, Cil?" Si Wanita menyikut si kecil.
"Oh, itu tokoh jagoan di dunia manusia. Konon katanya bisa terbang tapi pakai tali yang keluar dari tangannya."
"Wah, mengalahkan kemampuan kita dong? Jadi ada manusia yang bisa seperti itu? Hebat sekali!"
Si Kecil menggeleng.Â
"Ya tentu tidak. Kalau kita kan melayang tanpa bantuan apapun! Lagi pula, itu cuma cerita buatan manusia saja!"
"Aha, aku tahu ke mana teman-teman kita pergi ke mana!"
Si Wanita menatap si Tua dengan terkejut.Â
"Ke mana? Ke mana? Mereka mencari Spiderman, ya?"
"Ya tentu bukan, lah! Aku itu sedang membicarakan teman-teman kita yang lainnya ya tidak jelas sedang ke mana. Bukan mau bicara tentang Spiderman!"
"Ke mana? Ke mana?" Si Kecil ikut antusias.
"Menurutku, pasti mereka sedang ramai-ramai ke kuburan yang ada pohon beringinnya itu. Kan beberapa hari yang lalu, pohon beringin besat itu baru saja tumbang!"
Dahi Si Wanita mengerut.Â
"Memangnya kenapa? Mereka mau berbondong-bondong membantu para penghuni pohon beringin itu pindah rumah?"
"Hm..." Si Tua jadi berpikir sejenak.Â
"Mungkin barangkali ya?"
"Lho, bagaimana, sih? Katanya tahu. Kok jadi bicara barangkali?"
"Hehehe... soalnya tadi saya berpikirnya, mungkin teman-teman kita yang ada di rumah ini sedang ingin membuat kehebohan di depan manusia di dekat kuburan itu. Pasti mereka ingin unjuk atraksi!"
"Wah... kalau begitu aku mau menyusul, lah!" Si Kecil sudah bersiap-siap melesat pergi.
"Eh, jangan! Masa kamu tega membiarkan aku dan Si Tua berdua di rumah ini?"
"Terus kenapa? Kamu itu tidak usah berpikir yang macam-macam ya? Lagi pula, sebetulnya ada beberapa dari kita yang ada di kamar dan di kolam renang di belakang rumah, kok. Mereka sedang asyik bermain sendiri."Â
Si Tua menunjuk ke arah kolam yang sedang sibuk berkecipak sendiri.
"Hahaha...""Hush! Kamu kenapa jadi tertawa sendiri begitu? Ada apa?" hardik si Wanita kepada Si Kecil.
Si kecil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aduh, aku jadi ingat kejadian barusan tadi. Bagaimana menurut kalian aksiku tadi? Padahal tadi aku cuma membuat jejak kaki di tangga. Tapi memang sih, pakai acara menutup pintu keras-keras dulu tadi! Bagaimana? Aksiku seru, kan?"
"Hm... lumayan!" Si Tua berujar pendek.
"Ah, lumayan apanya? Perempuan yang tadi itu saja langsung lari ke luar rumah! Huh, sukses kamu, Cil! Tapi, jadinya aku yang nggak dapat bagian beraksi tadi!" Si Wanita menggerutu.
"Kenapa? Memangnya kamu punya rencana aksi apa tadi?"
"Aku itu ingin sekali merasuk ke tubuh wanita itu! Katamu, yang seru seperti itu kan yang mereka cari?"
"Ya ya... Kalau saja tadi aksimu tadi bisa berjalan, sebetulnya asyik juga!"
Si Wanita mengangguk-angguk.Â
"Aku terinspirasi dari cerita yang ada di daerah barat daya sana. Sejak ada kejadian kalau ada wanita yang kerasukan, lalu ditambah dengan aksi pintu lemari yang bergerak membuka tutup sendiri, katanya, acara itu jadi peminatnya! Jadi seperti katamu tadi itu ya?"
Si Tua mengangguk sekali saja dengan mantap.
"Tapi sebetulnya, ada nggak ya manusia yang tidak punya rasa takut?"
"Ada! Di daerah selatan sana, pernah ada cerita yang yah, seperti yang baru saja terjadi di rumah kita ini. Tapi versinya, cuma ada seorang pria yang duduk selama empat jam dan direkam oleh banyak kamera."
"Lalu?" Si Wanita merasa tertarik.
"Nah, pria ini malah asyik ngobrol dengan dirinya sendiri. Ketawa-ketawa. Teriak-teriak memanggil kita. Tunjuk sana tunjuk sini sambil melotot. Ya akhirnya, banyak dari penunggu rumah itu cuma bisa menonton dari pinggir ruangan saja. Orangnya galak sekali, sih!"
"Tapi, apakah tidak ada teman-teman kita yang berani menunjukkan suatu pertunjukan di dalam acara itu? Lempar batu mungkin? Atau, memerlihatkan asap putih yang terbang ke sana sini?"
"Nah lucunya, sepertinya mereka jadi lupa! Soalnya, atraksi si pria itu sangat lucu dan menarik!"
"Hahaha..."
"Hihihi..."
"Hohoho..."
Si Wanita, Si Kecil, dan Si Tua tertawa terbahak-bahak.
"Eh, sebentar... Itu, kenapa orang-orang usil itu kembali masuk ke dalam rumah?"
"Hah, ada yang sepertinya bisa melihat kehadiran kita sedang duduk-duduk di sini!"
"Minggir. Ayo kita minggir! Rasanya mereka memang hendak menuju ke arah kita!"
"Aduh, tolong, tanganku dipegang! Lho kok? Aduh, kenapa tubuhku tertarik ke..."
**
"Siapa kamu?"
"Argh.... Akh..."
"Ayo bilang, siapa namamu? Jawab!"
"Hiks... hiks... ampun..." suara merintih sembari menangis terdengar menyayat.
"Kalau kamu tidak mau bicara, kamu tidak akan saya lepaskan!"
"Ampun... Lepaskan saya... Jangan ganggu saya..."
"Iya, bilang dulu, kamu siapa?"
"Saya penunggu rumah ini. Hihihi...""Siapa nama kamu?"
"Saya Marini..."
"Kamu yang dulu bunuh diri di rumah ini, ya?"Anggukan kepala terlihat beberapa kali dengan pelan.
"Kenapa kamu bunuh diri?"
"Hiks, soalnya saya habis putus cinta. Pacar saya nikah lagi. Hiks! Hihihi..."
"Sekarang, kamu keluar dari tubuh ini!"
"Argh... saya tidak mau!"
"Lho, sekarang siapa kamu?"
"Saya Si Tua yang menunggu di pohon beringin yang ada di belakang rumah."
"Kenapa kamu ikut merasuki tubuh ini? Ayo keluar!"
"Saya tidak mau!"
Sepasang mata melotot menatap dengan jalang ke arah segala penjuru. Tiba-tiba, pandangannya berhenti pada sesosok wanita yang tampak berdiri ketakutan.
"Ah, tolong... Kok dia jadi mau mengejar saya?"
"Kamu, keluar! Jangan ganggu wanita itu!"
"Saya mau dia!"
"Sudah, jangan macam-macam. Kamu harus keluar!"
Sebuah telapak tangan menepuk keras dahi seorang pria yang sedari tadi menggelepar-gelepar.
"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi ini, Pak?"
Sesaat, pria yang ditanya itu mengehela nafas besar berekspresi lega dan lelah.Â
"Mereka yang tadi masuk ke dalam tubuh perantara kita, sepertinya sejak kita keluar sebentar dari rumah ini, mereka sedang asyik duduk-duduk di sofa ini. Mereka adalah penunggu rumah ini yang sering aktif menampakkan diri sehingga masyarakat sekitar sampai bisa melihatnya."
"Jadi, mereka tadi itu jahat tidak, Pak?"
"Kalau yang wanita, kadang usil, kadang baik. Kalau yang itu wujudnya kuntilanak. Jadi rambutnya panjang, lalu pakaiannya putih panjang begitu. Tapi kalau yang suara pria tua, yang terakhir tadi, itu memang yang bisa dikatakan ketua dari para penunggu alam ghaib di rumah ini! Rumahnya memang di pohon beringin yang ada di belakang rumah. Bahkan pernah ada cerita ya kalau tidak salah, sewaktu beringin itu akan ditebang, kapak setajam apapun tidak bisa membuat beringin itu tumbang. Jin tua itu punya kekuatan yang kuat sekali untuk memertahankan pohon tersebut. Juga, menjaga rumah ini dari manusia yang mencoba-coba masuk ke dalam rumah."
"Jadi, cuma ada dua sosok itu, Pak yang saat ini sedang ada di sekitar kita?"
"Ah, tidak. Sebetulnya di sekitar kita ini ada satu lagi. Bentuknya seperti tuyul. Jadi, wujudnya anak kecil begitu. Dia wataknya mirip seperti yang sosok kuntilanak. Kadang dia diam saja dan tidak mengusik. Tapi kadang juga dia usil dan menimpuki kerikil ke orang-orang yang kebetulah melintasi rumah ini. Nah, dia inilah yang tadi sempat menunjukkan tapak kakinya di tangga tadi."
"Baiklah. Jadi seperti itu ya Pak yang terjadi? Lantas ada sosok lagi tidak Pak di sekitar kita saat ini?"
Pria yang ditanya menatap berkeliling. Beberapa detik, ia lalu memenjamkan mata.Â
"Tadi kalau pas sebelum kita masuk, ada sosok yang sedang main air di kolam belakang. Tapi kalau yang tadi menampakkan seperti asap hitam, lalu asap putih, itu sepertinya mereka sedang pergi dari rumah ini."
"Yah, baiklah pemirsa. Jadi, seperti itulah kondisi alam ghaib berikut fenomena-fenomena yang bisa Anda saksikan di rumah ini. Terus saksikan episode-episode lain dari Beda Dunia di waktu berikutnya. Selamat malam!"
**
"Apa yang mereka lihat? Jadi apa tadi kata orang itu?"
"Ada jin tua, kuntilanak, dan tuyul yang sedang asyik ngobrol di ruang tengah."
"Jadi dia yakini lagi penglihatan yang katanya ghaib itu?"
"Ya, tepat! Mereka menipu diri mereka sendiri lagi!"
"Jadi, yang mana dari kita yang disebut tuyul, jin tua, dan kuntilanak?"
"Ya pokoknya kita bertiga!""Aneh, padahal dari tadi kita kan cuma duduk manis di sini dan melihat pikiran mereka hilir mudik ke sana sini?!"
"Ya, dan kita tadi cuma memainkan sentuhan di sana sini saja."
Tiga sosok yang tidak bisa dijelaskan bentuk rupanya itu pun bertepuk tangan dengan senang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H