Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membandingkan Singapura dan Indonesia untuk Urusan Budaya Bersih dan Senyum

9 Oktober 2016   04:01 Diperbarui: 9 Oktober 2016   13:23 1670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbandingan data kunjungan wisatawan ke Indonesia dengan Singapura menurut http://data.worldbank.org/ tahun 2014. Beberapa tahun terakhir, kunjungan wisatawan ke Indonesia melonjak drastis grafiknya jika dibandingkan grafik negara Singapura.

Seorang wanita yang sedang menjemur kayu manis di depan rumah adat Malaris, Desa Loklahung, Loksado, Kalimantan Selatan, tersenyum ramah ke saya sembari menjelaskan tentang apa yang sedang ia lakukan. Selain terkenal dengan wisata bamboo rafting, Loksado juga terkenal dengan desa wisatanya yang kaya akan budaya.
Seorang wanita yang sedang menjemur kayu manis di depan rumah adat Malaris, Desa Loklahung, Loksado, Kalimantan Selatan, tersenyum ramah ke saya sembari menjelaskan tentang apa yang sedang ia lakukan. Selain terkenal dengan wisata bamboo rafting, Loksado juga terkenal dengan desa wisatanya yang kaya akan budaya.
Lalu, andai saja jika di setiap jengkal daerah di Indonesia, setiap orang begitu mudahnya menjumpai budaya bersih dan senyum. Mungkin bukan hanya daerah wisata saja yang akan dilirik para wisatawan manca, melainkan di mana saja daerah di Indonesia akan memikat wisatawan untuk mengunjunginya. Atau malah bisa jadi, akan banyak daerah yang bisa menjadi daerah wisata.

Tentunya, negara yang memiliki budaya bersih dan senyum bisa membuat masyarakat yang tinggal di negara tersebut menjadi nyaman. Siapapun akan senang tinggal di negara yang bersih, tertata dengan baik, dan bersahabat. Budaya ini akan bisa menjadi lambang masyarakat yang berbudaya luhur dan menjaga kelestarian sumber daya alamnya.

Pastinya semua itu tidak hanya bisa sekedar keinginan yang begitu saja ada. Harus ada upaya dari masyarakat Indonesia sendiri untuk meraihnya melalui sikap mental dalam kehidupan sehari-hari.



Menerapkan GBBS dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Sebuah gerakan tidak akan bisa dilihat hasilnya secara instan. Bukan dalam hitungan tahun. Sebetulnya, GBBS akan lebih mengena bila diterapkan sejak anak usia dini dalam lingkungan keluarga atau pendidikan anak usia dini di lembaga formal. 

Seperti yang telah saya sebutkan, untuk urusan budaya senyum, sebetulnya bukanlah menjadi masalah yang begitu berarti di Indonesia? Namun untuk budaya bersih dan peduli lingkungan, rupanya banyak masyarakat Indonesia sendiri yang apatis terhadap hal ini.

"Membandingkan kok sama Singapura? Ya jauh..."

"Saya sudah coba menerapkan pada anak-anak saya di sekolah. Eh, tapi orangtuanya yang malah buang sampah seenaknya."

Itulah komentar beberapa orang menanggapi budaya bersih yang ada di Indonesia. Banyak orang pesimis tentang gerakan ini jika diterapkan pada orang dewasa. 

Akan tetapi harapan tidak bisa pupus begitu saja. Menurut saya, GBBS perlu ditekankan dalam PAUD selain dalam peraturan berikut konsekuensi, hingga berbagai lomba yang memunculkan motivasi. Toh SIngapura yang hanya berjarak selemparan batu dari Indonesia saja bisa membudayakan gerakan bersih, mengapa bangsa kita tidak? Meski itu membutuhkan proses hingga melewati beberapa generasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun