Mohon tunggu...
Ika Marsshella Mudfhiana
Ika Marsshella Mudfhiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Kampus Untuk Perubahan: Jejak Perlawanan Pers Mahasiswa di Masa Orde Baru

23 Desember 2024   08:35 Diperbarui: 23 Desember 2024   08:35 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dibawah pimpinan Presiden Soeharto, kebijakan terfokus pada stabilitas politik dan pembangunan ekonomi. Disisi lain, adanya pengekangan kebebasan berpendapat dan pengawasan ketat terhadap aktivitas politik sehingga masyarakat yang mengalami situasi di masa itu seringkali kritikannya tidak didengar oleh pemerintah. Sama seperti pers yang berkembang, selama Orde Baru kebebasan pers sangat terbatas yang dimana awalnya pemerintah menjanjian kebebasan pers melalui Undang-Undang No.11 Tahun 1966, namun pada kenyataanya pers harus mematuhi kontrol dari pemerintah. Salah satunya media diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan apabila mereka melakukan kritik terhadap pemerintah dimungkinkan akan terjadinya pembredelan. Tujuan dilakukannya kebijakan ini karena pemerintah menerapkan sistem Pers Otoriter yang dimana semua harus sejalan dengan kepentingan pemerintah. Banyak media cetak yang mengalami pembredelan jika memuat berita yang dianggap mengancam stabilitas politik. Salah satunya adalah Pers mahasiswa yang harus mengalami tekanan ini.

            Pada dasarnya pers Mahasiswa ini bisa bersaing dengan pers umum untuk melakukan kritik sosial maupun politik, akan tetapi mereka dibatasi oleh NKK atau Normalisasi Kehidupan Kampus yang melarang keterlibatan mahasiswa untuk membahas isu diluar kampus. Sebetulnya dengan adanya pers mahasiswa ini memiliki peran penting untuk menjadi suara alternatif  bagi masyarakat ditengah pembredelan media seperti Tempo, Editor, dan Detik. Awal mulanya mahasiswa menerbitkan buletin majalah alternatif dengan penyajian informasi kritis. Pers mahasiswa ini bisa dijadikan sebagai alat perlawanan untuk membangun narasi pemerintah dengan memberikan tulisan-tulisan yang kritis untuk membangkitkan kesadaran sosial dan upaya mendorong perubahan yang ditujukan untuk kampus dan masyarakat. Suara yang disampaikan ini biasanya memuat isu yang seringkali diabaikan sehingga mereka memberikan ruang agar suara tersebut bisa didengar. Dianggap memiliki peran penting, pers ini bisa dijadikan sebagai alat kontrol sosial untuk bisa memantau dan menyoroti ketidakadilan terhadap pengambilan keputusan dengan mendorong adanya transparansi dari pihak yang berwenang. Dengan adanya peranan ini bisa dilihat bahwa fokus isu yang dimuat dalam pers mahasiswa ini relevan dengan kehidupan kampus, masyarakat sekitar, kebijakan Pendidikan, masalah sosial, dan sebagainya. Menggunakan bahasa yang lugas untuk memudahkan pembaca memahaminya dengan tujuan untuk tidak adanya salah informasi. Ciri khas berita yang disajikan secara kritis dengan sudut pandang yang tidak terpengaruh oleh pihak luar.  Mengingat bahwa banyak pers yang dibredel oleh pemerintah, hal ini membuat pers mahasiswa memiliki strategi untuk menghindari sensor mulai dari penyampaian berita menggunakan Bahasa yang baik dan yang paling penting tidak menyampaikan kritik langsung dengan tujuan untuk menyinggung pihak tertentu. Bahasa yang digunakan disini tentu saja melalui pemilihan kata yang biasanya memiliki makna ganda sehingga menghindarkan langsung dari resiko sensor.

            Kasus pembungkaman/ pembredelan di pers mahasiswa yang mencerminkan bagaimana tekanan yang dialami oleh media mahasiswa. Mulai dari Surat Kabar Salemba (Universitas Indonesia), Gelora Mahasiswa (Universitas Gajah Mada), dan Kampus (ITB) yang dilarang terbit karena telah berani melakukan kritik tajam. Dengan adanya kasus ini memberikan dampak terhadap mahasiswa dan juga komunitas kampus mulai dari jurnalis mahasiswa yang mengalami tekanan dan merasa terintimidasi yang berujung dengan stress maka bisa menyebabkan kurang semangat atas melaporkan isu-isu penting. Selain itu dengan adanya pembredelan ini membuat mahasiswa merasa tidak bebas untuk mengekspresikan pendapat mereka. Dengan keterbatasan informasi yang diterima maka lebih kesulitan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi di sekitar mereka. Namun yang paling utama, meskipun mengalami tekanan banyak jurnalis mahasiswa diluaran sana untuk berjuang dengan menyuarakan kebenaran. Adanya perlawanan pers mahasiswa di Indonesia, dapat memberikan dampak jangka Panjang terhadap reformasi politik dan kebebasan pers di negara ini. Dengan melalui berbagai aksi dan penerbitan media alternatif, mahasiswa bisa memberikan perubahan dalam sistem politik untuk bisa mempertahankan suara kritis mereka.

            Secara keseluruhan, hal ini memberikan dampak panjang yang dimana dengan adanya perlawanan pers mahasiswa memberikan kontribusi munculnya lingkungan yang kondusif atas kebebasan pers. Sehingga ketika jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan berpindah ke Reformasi, bisa membuka ruang kepada seluruh media untuk menginput berita tanpa adanya tekanan pemerintah. Melalui pengalaman ini juga mahasiswa bisa terlibat dalam advokasi dan partisipasi politik dengan upaya untuk menciptakan generasi baru yang sadar dengan isu politik maupun sosial dan yang paling utama untuk aktif dalam memperjuangkan hak yang seharusnya milik mereka.

Referensi:

Arismunandar, S.(2012). Sejarah & Fenomena Pers Mahasiswa.

Eddyono, A.S. (2021). Pers Alternatif Pada Era Orde Baru, Dijinakkan Hingga Dibungkam. Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi. 8(1). 53-60.

Ginting, A.F.B., Dkk. (2023). Rahasia Terungkap: Menganalisis Dinamika Keamanan Pers Pada Masa Orde Baru (1966-1998). AL-ULUM ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA. 9(2). 69-82.

Nuh, M., Dkk. (2020). Pers dan Dinamika Politik Indonesia. Jurnal Dewan Pers. Vol 21

Suwirta, A. (2018). Pers dan Kritik Sosial Pada Masa Orde Baru: Studi Kasus Pers Mingguan Mahasiswa Indonesia di Bandung, 1966-1974. MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia Untuk Kajian Pendidikan. 3(2). 113-136.

Wahyudi, I. (2024). Perlindungan Bagi Pers Mahasiswa. Jurnal Dewan Pers. Vol 27

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun