Kedua, menggandakan produktivitas pertanian melalui pemberdayaan usaha mikro bidang kuliner atau pangan yang dikelola pelaku UMKM dan petani lokal.
Ketiga, menjamin sistem produksi pangan yang berkelanjutan dengan menerapkan praktik pertanian tangguh yang meningkatkan produksi dan produktivitas. Peluang yang hadir adalah komoditas pertanian Indonesia yang majemuk diyakini dapat menjadi cadangan pangan nasional masa depan.
Dukungan pajak
Selaras dengan SDG, pajak memiliki fungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan (regulerend). Dalam konteks ketahanan pangan, kebijakan pajak Indonesia telah sangat suportif. Â Pajak menciptakan kemandirian harga pangan nasional sehingga terjaga dari volatilitas harga pasar global. Muaranya adalah peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dan ekonomi secara makro.
Pertama, dalam hal aksesibilitas ekonomi. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mengatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibebaskan atas barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak, diantaranya beras, gabah, buah-buahan dan sayur-sayuran segar, serta telur dan daging segar. Artinya, harga di pasar akan lebih terjangkau karena sesuai dengan harga jual tanpa tambahan pajak.
PPN juga tidak dipungut atas penyerahan makanan dan minuman oleh restoran, rumah makan, kedai dan sejenisnya, serta oleh pengusaha jasa boga atau katering. Pajak hanya dikenakan sekali atas pelayanan restoran yang tergolong dalam kategori pajak kabupaten/kota (pajak daerah).
Demikian halnya di tingkat pengepul hasil pertanian. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas Barang Hasil Pertanian Tertentu (BHPT) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) menggunakan besaran tertentu sehingga tarif ditetapkan hanya sebesar 1,1 persen dari harga jual. Nantinya, paling lambat 1 januari 2025, tarif akan naik menjadi 1,2 persen. Â Kendati demikian, tarif dengan besaran tertentu ini jauh lebih rendah dibandingkan tarif umum PPN sebesar 11 persen.
Beleid ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.03/2022 tentang PPN atas BHPT. Pada halaman lampiran, dijabarkan rincian komoditi tanaman pangan yang menjadi objek PPN ini, meliputi padi, jagung, kacang-kacangan, dan umbi-umbian. Sumber karbohidrat dan protein nabati vital bagi masyarakat Indonesia.
Kedua, kemudahan untuk memperoleh pangan secara inklusif. Ditilik dari sisi subjek, Pajak Penghasilan tidak dikenakan bagi pekerja informal seperti petani, nelayan, peternak, maupun UMKM Orang Pribadi, yang memiki akumulasi penghasilan bruto dalam satu tahun pajak tidak melebihi 500 juta rupiah. Aturan ini jelas meringankan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dengan penghasilan bruto tertentu, demi terciptanya keadilan dalam pengenaan pajak.
Ketiga, perihal ketersediaan pangan yang berkorelasi erat dengan pasokan bahan baku. PPN impor dibebaskan atas barang strategis seperti ternak, pakan ternak, dan bahan baku pakan ternak dengan kriteria tertentu, serta bibit atau benih barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan. Mesin dan peralatan pabrik yang digunakan untuk mengolah Barang Kena Pajak (BKP) juga tak luput dari pembebasan PPN impor. Secara khusus, pembebasan PPN impor ini diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.03/2021.