Dikeramain kota aku selalu ada
Gedung gedung indah yang menjulang,
Manusia saling bercengkraman dan mengadu percakapan
Langkahku terus melaju
Hingga sampai disuatu titik
Titik dimana cahaya merah mengaung sampai dipermukaan
belantara
Tangisan bayi,
seorang diri
menjerit ingin dihargai
Tidak berselang lama
Seorang nenek tua mengayunkan tangannya, mengagkatnya
Lalu ia tempelkan tepat ditengah dadanya
Seketika, bayi itu diam,
Merasa melihat hidupnya dikehidupan yg sama dengan nenek itu
Bertemu dengan nasib yang sama
Tersisihkan, saat keberadaanya  tidak dibutuhkan
Sedangkan, di sudut sudut kota
Wanita dan pria sibuk bercocok tanam
Menancapkan seribu padi, mengolahnya, lalu menikmatinya
Dengan penuh gairah
Namun tidak dengan keimanan dan penghambaanya
Ia melupakanya
Tuhan, tuhan
Kupersembahkan kantung ku, sebagai bentuk penghambaanku dan aduanku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H