Mohon tunggu...
Ika Hentihu
Ika Hentihu Mohon Tunggu... -

Ika Farihah Hentihu lahir dan besar di kota Malang Jawa Timur, pengajar di jurusan sastra Inggris. Saat ini sedang tertarik kepada sejarah, antropologi dan budaya Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suka (dan Duka) Dosen Wali

17 November 2011   06:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:33 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SUKA DUKA MENJADI DOSEN WALI

Oleh Ika Farihah Hentihu

‘Ibu, saya mahasiswa baru angkatan 2011. Saya ingin bertemu dengan ibu untuk mengkonsultasikan rencana studi saya’.

Itulah sms yang saya terima pagi itu. Dan segera kujawab bahwa saya akan berada di kantor Fakultas Humaniora di ruang dosen di lantai2. Akupun tidak curiga dari mana mahasiswaku ini mendapatkan nomor HP.Paling mereka dapatin nomorku dari mbak Irma, asisten ketua jurusan yang berkantor di BSI. Dan setelah jam kedua yaitu 8.10 selesai, jam 10.00 akupun duduk di ruang tersebut. Tak lama kemudian sang mahasiswi itu datang dan bersalam.

Dan selanjutnya seperti biasa dilaksanakan konsultasi akademik mulai dari rencana mata kuliah sampai trik2 belajar di kampus UIN itu seperti apa.

Dan siklus itu terjadi berulang tiap semester. Bahkan fakultas juga sudah menyerahkan berkas konsultasi lengkap dengan daftar nama2 mahasiswa dibawah perwalian. Materi konsultasipun ada didalamnya.

Tetapi sebenarnya tak semudah itu. Rutinitas hanyalah rutinitas. Tugas menjadi dosen wali bukan lagi semudah yang dibayangkan.

Adalah seorang mahasiswa bernama Yeni dari angkatan 2006. Dia cerdas dan cekatan. Kemampuan dia patut diacungi jempol. Tiap semester dia rutin mendatangi meja konsultasi dan menyerahkan KHS nya yang selalu hampir bernilai 4.00. Sayapun sebagai wali dia bangga dan lumayan tidak sulit untuk mengarahkan karirnya sebagai mahasiswa. Walhasil Yeni yang cantik berasal dari Lampung bisa menembus mahasiswa terbaik se universitas saat wisuda beberapa waktu lalu.

Itu yang rutin dan sederhana. Sebenarnya perjalanan konsultasi perwalian sebagai dosen wali si Yeni saat awal dia masuk menjadi mahasiswa UIN sangat tidak sederhana. Terutama sejak dia memeprkenalkan aku dengan pacar dia yang sedang menempuh studi Bahasa Arab di UM. Akupun harus bermanis2 ria berperan sebagai orang tua-orang tua-an. Si Hafid yang juga lumayan pandai dan sangat berwibawa (kata si Yeni) juga sering berkomunikasi denganku. Kadang saling sindir lucu2an, kadang ngadu persoalan macam2. Persoalan muncul saat sang kiai dimana si Yeni mondok di pesantren itu mengatakan bahwa pacar Yeni yaitu si Hafid itu adalah bukan seorang pendamping yang baik untuknya. Itu didapat dari sholat istikhoroh sang kiai. Jadinya si Hafid jadi bingung dan berkali2 menghubungiku mencari dukungan. Hmm aku jadi salah tingkah dengan kejadian ini. Aku hanya bisa bilang bahwa jodoh itu di tangan Allah SWT. Kalau memang pak kiai sudah berkata begitu mau bilang apa dan kutenangkan hati dia bahwa itu adalah pernyataan dari manusia. Kamu belum tau apa yang akan terjadi. Dan si Hafid pun menjadi tenang. Tapi yang unik, si pak kiai malah sibuk mencarikan jodoh buat si Yeni ini. Yang dosen Brawijaya lah, yang pilot pesawat garuda lah. Aku lama2 heran apa sebenarnya yang terjadi. Tapi aku biarkan begitu tidak ingin mencampuri urusan mahasiswa terlalu dalam meskipun kedua nya masih menghubungiku lewat sms atau email. Aku hanya yakin saja bahwa keduanya baik dan Allah lah yang menentukan mereka berjodoh atau tidak, bukannya manusia.

Dan untuk sementara kemudian Yeni datang kembali untuk yang kesekian kalinya kerumah. Dia bilang mendapat panggilan di kantor pengiriman mahasiswa studi di Australia.

‘Saya takut bu kesana sendiri’, itu yang dia bilang saat dirumah. Maklumlah dia baru saja dapatkan gelar sarjananya. Dia belum pernah datang wawancara. Dan meskipun tidak berat, aku hanya berpikir..sampai kapan aku harus mendampingi mahasiswa. Sudah lulus pun dia masih datang berharap untuk mendampingi dia saat wawancara. Hmm..karena tidak ada jadwal akhirnya kuantar dia ke kantor tersebut. Nah kemudian masalah baru muncul, dia ternyata tidak punya baju yang sesuai untuk datang wawancara di kantor tersebut.

Walhasil kuobrak-abrik almari baju adikku yang sekarang sudah bekerja 7 tahun di Ambon. Bajunya sudah banyak yang tidak dipakai lagi. Akhirnya kutemukan sebuah dan kusuruh si Yeni ini memakai baju tersebut. Maklum sehari2 dia hanya pakai rok dan blus. Dia tidak pernah memakai baju setelan celana panjang.

Sesampai di kantor tersebut, akupun duduk disamping dia sebelum bertemu langsung dengan direktur lembaga ini. Sesaat kemudian seorang pria parlente berperut besar muncul dan menemui kami.

‘Mbak Yeni ya?’ Dia bertanya dengan nada serius. Yeni pun mengangguk mengiyakan. Lalu kemudian si bapak tersebut menunjuk aku dan menanyakan ini siapa, si yeni dengan spontan menjawab ibu saya. Hahaha aku ketawa nggak habis2 ingat peristiwa itu. Aku dibilang sebagai ibunya. Meringis kumengingat saat itu. Yeni bilang, aneh bu nanti kalau saya bilang saya diantar oleh dosen saya. Kalau kupikir2 betul juga yah. Namun demikian ternyata direktur lembaga berperut buncit tersebut mengajak Yeni ke lantai 2 di ruangan lain. Sepertinya dia tidak ingin pembicaraannya didengar olehku. Jadi kumenunggu Yeni dengan sabar di lantai 1.

Hmm kupikir2 biarlah keterima tantangan ini. Siapa tau hal ini bisa dijadikan masukan bagi mahasiswa yang lain

Saat ramai2nya facebook pun, kuikut beramai2 pula. Tak kusadari akupun masuk dalam lingkaran persoalan2 mahasiswa dari mulai konflik2 ringan, pacaran, hingga putus hubungan. Huuft..berat dirasa memang, tapi menjadi menarik saat mereka mulai menyangkut-pautkan diriku sebagai wali mereka.

Itu terjadi saat si Yeni tidak lagi memperpanjang hubungannya dengan Hafid karena tidak mendapatkan restu dari kiai Yeni di pesantren dimana Yeni tinggal. Dan itu menyebabkan Hafid pun kebingungan. Akulah sasaran dia untuk curhat dan mengadu. Dan itu dia tulis di facebook. Owala..benar2 di luar dugaan. Tapi mau bagaimana lagi, akupun merespon apa yang dia ungkapkan.

Lagi seorang mahasiswi, berasal dari kota Bondowoso. Lagi2 kumenerima daftar nama mahasiswa cemerlang. Dan yang pasti dia tidak sulit diarahkan dalam karir mahasiswanya. Shinta namanya. Saat ini beberapa universitas di luar negeri memanggilnya untuk berkuliah disana, dia memang benar2 smart. Tapi tidak di urusan romantisme. Rupanya urusan ini benar2 membuat dia pusing tujuh keliling. Berapa kali kucatat dia sudah berganti nmer hp, ini sudah yang ke 7 kalinya. Dalam sms dia bercerita kalau dia menjalin hubungan dengan kakak kelasnya yang sedang berkuliah di Amerika. Beberapa waktu sebelum si Hamim ini berangkat ke Amerika mereka benar2 serius menjalani hubungan. Sampai2 tawaran lamaran dari putra petinggi kampus UIN pun dia tolak. Dia hanya mau dengan kakak kelas dia yang akan berangkat menuju Amerika itu.

Namun kenangan hanya tinggal kenangan. Diapun sms menghubungi aku curhat dan mengatakan kalau kekasihnya yang akan berangkat ke Amerika itu tiba-tiba memutuskan begitu saja hubungan yang telah mereka tempuh selama ini. Entah alasan apa yang dilontarkan Hamim itu. Aku sendiri sampai saat ini belum mendapatkan kabar yang jelas dari keduanya. Akhirnya perang melalui facebook pun dimulai. Aku yang juga berteman dengan Hamim pun jadi ikut2an menengahi. Owalah..

Karena Shinta juga sudah tidak tahan didiamkan seperti itu, diapun memutuskan untuk meremove nama si Hamim dari facebook dia. Tapi aku belum lakukan itu, aku anggap aku hanya ingin tetap menjalin kerjasama dengan mahasiswa2ku terutama yang berkuliah di luar negeri. Ini juga yang membuat aku masih tetap update kegiatan dia di Amerika karena itu Shinta sering menanyakan.

Tak lama kemudian Shinta menjalin hubungan dengan teman dekatnya yang kedua, seorang dosen muda kolega saya di kampus. Awalnya Shinta bercerita, hubungannya sangat romantis. Mereka sangat cocok dalam segala hal. Namun kisah itu ternyata hanya sementara. Terutama setelah mengetahui Shinta diterima S2 di Brunai. Gong perang status pun mulai dipukul. Aku jadi merasa semakin ruwet karena harus selalu mendinginkan keduanya. Tak ayal facebook kubuka berkali2 gara2 karena konflik berkepanjangan itu. Hampir setiap malam Shinta sms aku nanya apa yang akan ditulis di status dia di facebook. Dan setiap malam itu pula dia bertanya komen apa yang harus dia tulis disana.

Huhh benar2 berat..seorang mahasiswa yang sudah lulus, aku sudah bukan lagi wali mereka, masih saja sibuk curhat dan konsultasi seolah tidak ada lagi teman untuk berbagi.

Dan kemudian seorang lagi, mahasiswa asal Balikpapan bernama Udin. Tadinya kukira cowok itu tidak terlalu ribet dengan masalah pribadi maupun akademis. Mereka jauh lebih kebal dan kuat hati dalam menjalankan studi. Tapi tidak dengan si Udin. Dia yang datang jauh2 dari Kalimantan, pagi2 sudah menghubungi aku lewat sms. Saat masih semester 2, Udin ini belum hapal ruang2 kantor di UIN, hingga lama sekali dia menemukan ruangan kantor dosen wali. Dia datang dengan terengah2, akhirnya kuambilkan segelas air.

Mom, I need your help. Itu kalimat pertama yang dia katakan saat kupersilahkan duduk. Kemudian dia mengkonsultasikan rencana studinya. Begitu pula pada semester selanjutnya. Menjelang semester 7, Udin kembalibertemu untuk berkonsultasi. Dia sms padaku dan mengatakan dia tidak bisa hadir untuk konsultasi rencana studi. Dia menitipkan semua berkas2 rencana studi dia pada orang lain. Nah masalah mulai muncul. Ada seorang cewek muncul di facebookku dan kuterima dia untuk berteman denganku. Awalnya aku nggak curiga. Tapi lama2 kuperhatikan baru aku tahu bahwa dia ternyata adalah istri si Udin ini. Kupandangi dalam2 apa benar Udin ini sudah nikah dengan Evi, seorang mahasiswi jurusan Psikologi asal Kediri. Dan sms dia pun kurespon dengan pertanyaan, kamu sudah nikah Udin? Kutanya dia dengan nada penuh penasaran. Karena selama ini yang kutahu dia pendiam dan tekun dengan studinya. Kalau kemudian dia nikah sudah pasti orang tuanya akan datang menemuiku. Orang tua Udin sudah mengetahui bahwa aku adalah dosen wali dia di kampus. Beliau sempat ngobrol dan menitipkan putranya padaku untuk dibimbing. Mungkin karena Udin belum bisa memanage uang, beliau mengirimkan uang melalui nomor rekeningku. Baru kemudian aku menyerahkan uangnya sebagian2 kepada Udin. Hufthh..sampai segitunya!

Tapi apapun alasannya aku masih belum habis pikir kalau si Udin ini sudah menikah. Hingga akhirnya kutanya dia melalui sms, setelah si Udin ini mengatakan bahwa berkas2 rencana studinya dititipkan ke temannya. Dia bilang ‘belum mom’ dengan pasti. Saya masih ingin melanjutkan karir dulu katanya. Tapi kemudian aku masih penasaran, lalu si Evi itu siapa, istrimu? Kuberondong dengan pertanyaan lagi. Dia jawab ah engga mom, itu hanya main2 saja, si Evi yang pasang status nikah itu.

Owala, lagi2 aku masuk dalam lingkaran permasalahan pribadi mahasiswa. Dan si Evi itu pula yang datang membawa berkas2 rencana studi Udin.

Saat mahasiswa antri menunggu untuk mengkonsultasikan rencana studinya, kulihat si Evipun duduk dengan malu2 disana hingga sampai giliran dia datang di hadapanku. Tangannya begitu bergetar dan dingin saat menyalamiku. Hmm baru kutahu dia benar2 takut menghadapiku. Beberapa teman Udin mengatakan rasa tidak simpatinya kepada Evi. Perempuan ini seolah2 menjadi tertuduh saat semua memandang dirinya. Teman2 Udin memandang sinis pada Evi, hmm entah kenapa. Tapi hal itu juga akhirnya mempengaruhiku, lagi-lagi aku tidak mau terlalu jauh mencampuri urusan romantisme mahasiswa.

Di facebook nama si Evi ini sudah keremove, bukan karena apa. Yang ku heran nggak habis2, status dia selalu menggambarkan adanya hubungan antara suami dan istri. Geli sekali baca status gadis itu. Saat ketemu di parkiranpun aku jadi agak terpengaruh dengan semua yang telah berlalu, risih banget untuk menyapa mereka. Apa mereka sudah menikah, atau belum? Itulah pertanyaannya. Tapi mereka berdua berusaha untuk menghormati aku, kukira begitu saja. Si Evi pun berusaha mendekatiku, mungkin karena dia tahu nama dia di facebookku sudah kuremove. Hampir setiap saat dia bertemu denganku, dia mendekat dan bersalam. Dahikupun mengernyit tanda penasaran. Dan dengan sangat terpaksa kubilang, kamu jangan kecewakan Udin, dia anakku. Kalau kamu kecewakan dia, berarti kamu kecewakan aku juga. Nah puas sudah ku berkata begitu. Seketika itu pula dia jadi terperanjat penuh keraguan. Akupun sudah tenang dan kutinggalkan dia terpaku di dekat tanda P coret dekat parkiran.

Hmmm..baru kuingat, dia bukan mahasiswaku. Dia mahasiswa jurusan lain, dan bahkan bukan pula dibawah bimbingan perwalianku. Cape juga ternyata..cape fisik cape fikiran.

Seharusnya tugasku hanyalah mengarahkan studi mereka secara maksimal melalui konsultasi perwalian. Berapa sks yang mereka harus ambil, trik2 studi yang efektif dan urusan akademis yang lain. Tapi lalu kemudian banyak masalah2 pribadi yang dikonsultasikan oleh mahasiswa yang menempatkanku pada posisi menjadi orang tua mereka. Bahkan saat mereka sudah luluspun masih saja menghubungiku untuk curhat.

Berat tapi asyik.

Malang, 15 November 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun