Artikel ini berangkat dari artikel yang saya baca di internet berjudul "Lucunya Kurikulum 2013". Saya tidak akan berpanjang-panjang. Coba cermati salah satu kompetensi yang berbunyi "berperilaku disiplin dengan meniru elektron yang selalu beredar di lintasannya." Entah apa background penyusun kurikulum ini. Untuk diketahui, elektron tidak diketahui pasti kedudukannya sebagaimana planet-planet kita yang mengelilingi matahari.
Saya takjub, rupanya ini to tematik integratif yang digadang-gadang pemerintah itu. Rupanya sekedar cocokologi... Ini baru satu yang nyata salah. Belum lagi fakta bahwa sains selalu berkembang. Misalnya, kasus klasik Galileo. Mungkin di zaman pra galileo, para penyusun akan membuat kompetensi yang isinya "Meniru kesetiaan matahari yang tiap hari mengorbit bumi". Oh my god. Apakah mereka benar- benar berpikir bahwa sains bersifat stagnan? Kalau ada perubahan semacam itu, mau dibawa kemana kesetiaan dan seabrek moralitas yang diselipkan? Selain itu, hal ini ditakutkan mereduksi daya kritis. Padahal sifat ini penting dalam perkembangan sains dan teknologi.
Saya pikir, tak perlu cocokologi seperti ini. Metode ilmiah adalah salah satu alat yang bisa digunakan untuk mengajarkan siswa sikap-sikap tertentu, misalnya kejujuran, kerajinan, problem solving, daya kritis, dll. Jadi siswa nyata diajarkan kejujuran dengan tidak merubah data praktikum,diajarkan problem solving dalam merancang percobaan... Dll. Tidak sekedar cuap-cuap di kelas bergosip tentang kejujuran.
Saya kira banyak guru eksak yang sudah menyadari ini. Akan tetapi, tidak dilakukan sebab harus kejar setoran agar siswa lulus semua. Lagi-lagi, UN ada di pintu keramat. Sudah kurikulumnya aneh, tidak sinkron pula dengan sistem evaluasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H