Mohon tunggu...
Ikademan Yong
Ikademan Yong Mohon Tunggu... -

hanya anak bangsa seperti kalian semua...yang tak pernah mau menjadi veteran...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Orde Kalang-kabut

13 Oktober 2011   20:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:59 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orde Reformasi ternyata berubah menjadi kalang-kabut. Banyak contoh bagaimana kekacauan ini termanifestasikan di hampir seluruh elemen lembaga negara, baik eksekutif, yudikatif maupun legislatif. banyaknya skandal korupsi di Kabinet, hukum hampir tak berjalan sebagaimana mestinya dan skandal banggar contoh kecil dari kekacauan ini.

Masih ingatkah kita bagaimana pemerintah mengambil keputusan cuti bersama tanggal senin tanggal 16 Mei 2011 yang lalu? Efektivitas dan efisiensi menjadi motif dibalik mengambil kebijakan tersebut. Akibat pengumuman yang super mendadak itu semua istansi jadi kalang-kabut, tak terkecuali lembaga pemerintah sendiri. Kejadian ini merupakan salah satu bentuk ketidakhadiran pemerintah dalam mengelola negara dalam arti yang sebenarnya. Pemerintah hampir tidak hadir dalam hiruk-pikuk kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana seharusnya. Telah terjadi disorientasi dalam mengelola negara oleh pihak eksekutif.

Legislatif tak jauh berbeda dengan eksekutif. pansus sering tak berujung, panja hanya menghabiskan biaya dan untuk sukses dibanggar harus ada uang muka. selain itu Reses, dimana seharusnya digunakan untuk mengunjungi rakyat ke daerah pemilihan (dapil) malah sering digunakan pelesiran ke luar negeri dengan topeng kunjungan kerja atau studi banding. Apa hasilnya? Hampir tidak ada. Memang kita harus akui, bahwa studi banding tersebut ada yang bermanfaat dalam membuat undang-undang. Tapi seandainya undang-undang tersebut dibuat dengan benar dalam aplikasi juga masih dipertanyakan. Lantas untuk apa membuat undang-undang jika tidak bisa dilaksanakan? Apakah hanya untuk “gaya-gayaan” bahwa kita sudah sama undang-undangnya dengan negara maju?. selain itu banyaknya studi banding keluar negeri bukan jaminan bahwa DPR akan produktif dalam membuat undang-undang jika saat sidang tidak hadir, kalaupun hadir tapi tidur.

Banyak kasus yang terungkap, itu pertanda bahwa pihak yudikatif bekerja. Namun jangan dijadikan alasan bahwa karena terlalu banyak kasus sehingga banyak juga kasus yang tak tahu muaranya kemana. Kasus-kasus besar jangan dibuat “ngambang” dan dianggap selesai jika tak disoroti media. Saat ini rakyat juga melihat bahwa banyak kasus yang besar dan bahkan melibatkan pembesar dan partai besar di negeri ini. Karena ada hal “yang besar” ini, belakangan pihak lembaga penegak hukum seolah-olah linglung. Gejala-gejala disorientasi di lingkungan yudikatif mulai terlihat. Ada hal yang harus kita ingat selalu bahwa jika lembaga-lembaga negara sudah disorientasi apalagi tak berfungsi, maka kita telah gagal sebagai sebuah negara. Tentu anak cucu kita tak ingin mendengar cerita bahwa Indonesia pernah jadi sebuah negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun