“Yakin, Mas. Maafin saya” suara Siti mengecil
“Tidak ada kesempatan kedua?” Ramon mendekati gadisnya, ia menggenggam kedua jemari Siti yang membeku. Ditatapnya bola mata cantik itu, berusaha menangkap pancaran ragu di sana.
Namun gadis itu mengangguk mantap. Matanya kini berkilat nyalang. Ramon menghela nafas. Ia terlalu mencintai gadis itu untuk memaksanya terus menunggunya. Lantas ia rengkuh tubuh Siti dalam dekapannya.
Ia sebetulnya tahu. Walaupun tak begitu yakin. Alasan Siti memutuskannya adalah untuk berpaling pada seorang lelaki bernama Mahpud. Benar, walau Ramon sibuk dan seolah tak memperhatikan Siti, ia diam-diam menyelidiki gadis itu. Awalnya hanya untuk mencari tahu mengapa Siti akhir-akhir ini jarang sekali menghubunginya. Namun kenyataan lain didapat Ramon. Kenyataan tentang lelaki lain yang seringkali bersama Siti.
“Kalau begitu ijinkan Mas memeluk kamu.. mungkin saja, untuk yang terakhir kali..”
Air mata Siti jatuh, bersusuran menghujani pipinya. Tak mudah mengenyahkan rasa yang telah tumbuh sekian lama. Namun ia harus memilih. Ia tak ingin menjadi egois dengan hasrat untuk memiliki keduanya. Harus ada yang dikorbankan. Karena ia yakin, Ramon berhak mendapat seseorang yang jauh lebih baik dari pada dirinya.
Ramon pamit undur diri pada Siti dan keluarganya. Apapun itu, asal untuk kebahagiaan Siti, ia rela meskipun harus membuang dirinya dari kehidupan gadis itu. Namun nyatanya cinta yang telah mengakar meragukan niat semula Ramon. Tiba-tiba ia merasa harus melakukan sesuatu, terlebih tentang informasi rancu yang didapatnya. Ia lalu memutar balik laju mobilnya..
Siti terkejut mendapati Mahpud sudah berada di depan rumahnya esok malamnya. Wajahnya nampak cemas dan lelah. Di tangannya, tergenggam dua buah cangkir yang Siti kenali salah satunya sebagai miliknya.
“Sudah ketemu ya?” tanyanya berbinar.
“Ayo ikut saya” tak menjawab, Mahpud segera menarik tangan Siti ke luar rumah, ke sebuah danau yang tak jauh dari rumah Siti.
“Ketemunya dimana?” Siti masih penasaran dengan penemuan cangkirnya yang cepat itu. Ia lalu mengambil cangkirnya dari tangan Mahpud dan mengamatinya. Ternyata itu benar kepunyaannya.