Mohon tunggu...
Ar runadei
Ar runadei Mohon Tunggu... -

life is all about a point of view

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ana

23 November 2013   09:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:47 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ana sedang jatuh cinta. Terlihat sekali dari raut wajahnya yang selalu berseri-seri. Menurut ceritanya selama ini, ia sekarang tengah menjalin hubungan istimewa dengan seorang laki-laki berusia  tujuh tahun lebih tua darinya.


“Dia sangat manis , lembut dan begitu perhatian. Aku mencintainya. Aku bahkan memujanya!” Ana tampak gembira sekali ketika menceritakannya. Membuatku seketika membayangkan betapa sempurnanya lelaki yang dimiliki Ana itu.


“Bukannya kamu sudah putus dengan dia Na?” tanyaku, teringat curhatnya tempo hari tentang ia yang sedang patah hati.


“Aku balikan. Aku sadar dia begitu istimewa, dan aku berjanji aku tidak akan pernah melepaskannya lagi
,” senyum di bibir Ana begitu indah, nampaknya itu ungkapan dari hati terdalamnya. Aku pun turut merasakan getar kebahagiaan yang tengah ia rasakan.


“Jadi, sudah berapa lama kalian pacaran?” selidikku kembali.


“Emmm, kira-kira sudah hampir lima tahun. Dua bulan lagi kami akan merayakan hari jadian kami. Kamu datang ya
..


“Aku? Tapi..” aku tertegun, selama berbulan-bulan Ana menceritakan tentang kekasihnya, belum sekalipun ia memperkenalkannya padaku. Apa yang membuatnya akhirnya ingin mempertemukan aku dengan kekasihnya?


“Ayolah, kamu kan teman terbaikku, aku ingin kamu ada di sana saat itu
.


“Baiklah
.

***

Sakit hati itu seperti patah tulang. Nyeri dan nyilu saling bersahutan, meremas-remas hati hingga benar-benar remuk. Ana  saat ini tengah merasakannya. Dari awal masuk ruangan ia sudah uring-uringan. Semua hal selalu membuatnya marah, walaupun itu cuma hal yang amat sepele. Seperti ketika Siska ingin meminjam catatannya, Ana malah marah-marah serta mencaci maki gadis itu. Dan  baru berhenti saat Dosen memasuki ruangan.


“Kamu kenapa sih Na, dari tadi marah-marah terus
?” aku memberanikan diri bertanya pada Ana di akhir perkuliahan.


“Aku benci sama dia, aku benci!!”


“Dia siapa?”


“Dia lelaki yang sangat aku cintai sekaligus aku benci. Ingin rasanya aku membunuh dia
.


“Memangnya apa yang dia lakukan?”


“Dia… dia tidak datang kerumahku tadi malam. Dia ingkar janji
!” Ana mulai terisak.

Aku tidak mengerti jalan pikirannya. Kemarin ia baru saja mengatakan betapa manisnya kekasihnya itu, dan hari ini ia mengatakan ingin membunuh lelaki itu. Apakah cinta sebegitu rumitnya? Membuat pengikutnya begitu tergila-gila hingga menjadi benar-benar gila? Kini Ana menangis sesenggukan. Aku bungkam. Keberadaan cinta semakin tak kupahami maknanya. Banyak orang yang mengagung-agungkan cinta, banyak pula yang malah mengutuknya. Dan aku benar-benar tidak tau aku berada di pihak mana. Gambarannya bisa jelas kulihat melalui sosok sahabat baruku, Ana. Suatu hari mungkin ia bisa tertawa-tawa atas nama cinta, namun di hari berikutnya ia akan menangis oleh sebab yang sama.

Apa sebenarnya cinta itu? Sesuatu yang menciptakan kepribadian ganda? Ataukah cinta hanyalah korban dari orang-orang yang justru tidak mempunyai kepribadian? Entahlah. Cermin yang kutemui pun tidak pernah memberikan jawaban tentang cinta. Cermin yang berupa seorang sahabat baruku bernama Ana itu justru melemparkan ketidakpastian tentang cinta yang dialaminya.

***

Seringkali aku mengajak Ana untuk pulang bersama, tetapi ia selalu menolaknya lantaran akan dijemput oleh kekasihnya.


“Hari ini dia akan menjemputku, maaf ya
.


Dan selalu pula kudapati Ana pulang dengan angkutan kota. Sempat terpikir olehku bahwa kekasihnya sebenarnya adalah seorang sopir angkot, selama ini ia selalu mengatakan bahwa lelaki itu adalah seorang dokter muda. Apakah ia malu mengakui yang sebenarnya?


Namun suatu hari Ana mengajakku ke
pantai, hal yang sangat jarang terjadi. Dan di tengah kepungan pasir putih yang berbinar, kami duduk, menatap mentari sore yang kian membesar dan tenggelam indah membelah lautan. Lama sekali kami terdiam, hingga ketika mentari telah di ujung hilang, Ana mulai bicara,
“Aku sudah menyiapkan semuanya. Baju, makanan, kebun bunga, dan segala macam perlengkapan untuk pesta bulan depan
.


“Kamu melakukannya sendiri? Apa dia sibuk?”


“Ya. Dia sangat sibuk, sibuk sekali…” raut wajahnya berubah ketika kalimatnya mengambang di senja kala itu. Ana menitikkan air mata.


“Kenapa Na? apa ada masalah? Dia ingkar janji lagi?”


“Tidak. Dia tidak pernah ingkar janji. Dia akan datang, pasti akan datang. Walaupun aku melakukan segalanya sendiri, ia pasti akan sangat senang
,” dia tersenyum, seiring aliran air yang semakin deras mengguyur pipinya.


Namun kemudian jejak senyum indah di bibirnya memudar, digantikan raut wajah yang memilukan, seolah mengekspresikan luka hati yang mendalam. Aku takut mengamati perubahan itu, terlalu takut bahkan untuk hanya sekedar menyentuh untuk menenangkannya.


“Kami akan menikah. Kami akan menikah..” Ana berguman, jemarinya saling tergenggam erat, seolah ingin menghancurkan pasir-pasir putih itu lebih kecil lagi.

***

Ana. Nama yang terlalu sederhana untuk seorang perempuan yang terlau unik, mungkin aneh lebih tepatnya. Satu-satunya orang yang sudi berteman dekat dengannya adalah aku. Ana pemarah, jiwanya terkesan sangat tidak stabil, namun aku merasa ada sesuatu di balik itu semua. Di balik kecerdasannya yang luar biasa, di balik kecantikannya yang begitu memancar. Ana adalah pendengar yang baik, ia selalu mendengar curahan hatiku dengan seksama, meskipun pada akhirnya selalu mengaitkannya dengan kisah cintanya. Sepertinya ia paham betul akan hal-hal semacam itu.


Ketika kamu jatuh cinta, jiwa dan pikiranmu akan terkurung. Dan saat kamu berhenti jatuh cinta, mereka akan bebas tak terkendali, menyerang hati dan otakmu hingga hancur.

***

Banyak orang bilang Ana gila. Sikapnya yang mudah berubah dan emosinya yang meledak-ledak membuatnya dijauhi. Namun aku tetap setia bersamanya. Aku merasa dia normal ketika bersamaku, hingga aku temukan sebuah kebenaran tentang Ana.

Satu bulan kemudian aku sudah tiba di rumah Ana. Malam di mana ia mengadakan sebuah pesta kecil-kecilan. Pesta untuk merayakan hari jadian Ana dengan kekasihnya menjelang tahun kelima. Di kebun bunga Ana yang cukup luas itu tertata rapi sebuah meja bundar dengan beberapa hidangan sederhana. Di sana terdapat tiga kursi yang berdiri tegak menanti penghuninya. Lalu Ana datang menemuiku, ia terlihat sangat cantik. Saat itu hatiku bertanya dimana kekasihnya?


“Sebentar lagi dia datang
,” kata Ana seolah mendengar pertanyaan hatiku. Namun setelah hampir tiga setengah jam menunggu, tidak ada seorangpun yang muncul bergabung bersama kami. Ana mulai menangis. Kenapa dia tidak datang? Dihari bahagianya dan kekasih yang begitu setia. Siapa sebenarnya dia? Apakah aku mengenalnya?

***

Ana adalah sosok yang rapuh, serapuh hati dan pikirannya. Memaksanya bergelut pada sebuah keadaan yang tidak diinginkannya. Cintanya telah terpaut pada sebuah hati yang balas mencintainya. Kisah cintanya begitu manis, terbingkai indah dalam memorinya. Cintanya telah membuatnya tergila-gila akan kebersamaan bersama seorang kekasih yang telah tiada. Ana hanya ingin menghidupkan kembali kenangannya bersama kekasihnya. Kenangan yang lelah terjalin selamam lima tahun, yang terenggut sejak satu tahun yang lalu.

Ana bukan gila. Dia hanya tidak normal. Dan hanya bersamakulah ia bisa menjadi normal. Ana membutuhkan cinta yang baru, cinta yang bisa menyatukan kembali kepribadiannya. Cinta yang menguatkan kembali jiwanya. Dan nyatanya, hal itu memang terjadi, tepat setelah tiga tahun aku menikahinya.



HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun