Mohon tunggu...
Ar runadei
Ar runadei Mohon Tunggu... -

life is all about a point of view

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ana

23 November 2013   09:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:47 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Namun kemudian jejak senyum indah di bibirnya memudar, digantikan raut wajah yang memilukan, seolah mengekspresikan luka hati yang mendalam. Aku takut mengamati perubahan itu, terlalu takut bahkan untuk hanya sekedar menyentuh untuk menenangkannya.


“Kami akan menikah. Kami akan menikah..” Ana berguman, jemarinya saling tergenggam erat, seolah ingin menghancurkan pasir-pasir putih itu lebih kecil lagi.

***

Ana. Nama yang terlalu sederhana untuk seorang perempuan yang terlau unik, mungkin aneh lebih tepatnya. Satu-satunya orang yang sudi berteman dekat dengannya adalah aku. Ana pemarah, jiwanya terkesan sangat tidak stabil, namun aku merasa ada sesuatu di balik itu semua. Di balik kecerdasannya yang luar biasa, di balik kecantikannya yang begitu memancar. Ana adalah pendengar yang baik, ia selalu mendengar curahan hatiku dengan seksama, meskipun pada akhirnya selalu mengaitkannya dengan kisah cintanya. Sepertinya ia paham betul akan hal-hal semacam itu.


Ketika kamu jatuh cinta, jiwa dan pikiranmu akan terkurung. Dan saat kamu berhenti jatuh cinta, mereka akan bebas tak terkendali, menyerang hati dan otakmu hingga hancur.

***

Banyak orang bilang Ana gila. Sikapnya yang mudah berubah dan emosinya yang meledak-ledak membuatnya dijauhi. Namun aku tetap setia bersamanya. Aku merasa dia normal ketika bersamaku, hingga aku temukan sebuah kebenaran tentang Ana.

Satu bulan kemudian aku sudah tiba di rumah Ana. Malam di mana ia mengadakan sebuah pesta kecil-kecilan. Pesta untuk merayakan hari jadian Ana dengan kekasihnya menjelang tahun kelima. Di kebun bunga Ana yang cukup luas itu tertata rapi sebuah meja bundar dengan beberapa hidangan sederhana. Di sana terdapat tiga kursi yang berdiri tegak menanti penghuninya. Lalu Ana datang menemuiku, ia terlihat sangat cantik. Saat itu hatiku bertanya dimana kekasihnya?


“Sebentar lagi dia datang
,” kata Ana seolah mendengar pertanyaan hatiku. Namun setelah hampir tiga setengah jam menunggu, tidak ada seorangpun yang muncul bergabung bersama kami. Ana mulai menangis. Kenapa dia tidak datang? Dihari bahagianya dan kekasih yang begitu setia. Siapa sebenarnya dia? Apakah aku mengenalnya?

***

Ana adalah sosok yang rapuh, serapuh hati dan pikirannya. Memaksanya bergelut pada sebuah keadaan yang tidak diinginkannya. Cintanya telah terpaut pada sebuah hati yang balas mencintainya. Kisah cintanya begitu manis, terbingkai indah dalam memorinya. Cintanya telah membuatnya tergila-gila akan kebersamaan bersama seorang kekasih yang telah tiada. Ana hanya ingin menghidupkan kembali kenangannya bersama kekasihnya. Kenangan yang lelah terjalin selamam lima tahun, yang terenggut sejak satu tahun yang lalu.

Ana bukan gila. Dia hanya tidak normal. Dan hanya bersamakulah ia bisa menjadi normal. Ana membutuhkan cinta yang baru, cinta yang bisa menyatukan kembali kepribadiannya. Cinta yang menguatkan kembali jiwanya. Dan nyatanya, hal itu memang terjadi, tepat setelah tiga tahun aku menikahinya.



HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun