Sama seperti perasaan, rupanya cagar budaya juga harus diperjuangkan. Begitulah yang saya pikirkan selama mengikuti blusukan candi bersama Komunitas Kandang Kebo pada Minggu, 3 September 2023.
Melihat candi Lumbung untuk pertama kali rasanya sedikit pedih. Di balik candi-candi megah yang populer di Jawa Tengah, ternyata ada juga candi yang keberadaannya cukup mengkhawatirkan. Candi Lumbung yang terletak persis di tepi sungai ini dihadapkan dengan ancaman bencana yang bisa datang dari mana saja seperti tanah longsor, banjir, hingga letusan gunung berapi.Â
"Candi ini harus benar-benar diselamatkan secepatnya" begitulah kalimat yang muncul dari salah satu pembicara yang kebetulan ikut juga dalam pemindahan candi Lumbung kala itu. Pemindahan ini hanyalah salah satu dari banyaknya cara untuk melindungi dan mempertahankan sebuah cagar budaya. Lantas bagaimana kita sebagai orang awam bisa ikut serta dalam melindunginya? Semua dibahas dalam Sarasehan Cagar Budaya dan Kebencanaan Sebagai Upaya Hidup Selaras dengan Alam.
Sarasehan Cagar Budaya dan Kebencanaan
Selain menawarkan pengalaman menjelajahi candi yang menarik, Komunitas Kandang Kebo juga memberikan pengalaman penuh ilmu dalam acara sarasehannya. Pada kesempatan kali ini, komunitas Kandang Kebo menghadirkan narasumber Prof Dr Ir Subagyo Pramumijoyo (Departemen Teknik Geologi UGM) dan Wiwing Wimbo Widayanti (Pamong Budaya Ahli Madya BPK Wilayah X).
Acara yang dimoderatori oleh Wahjudi Djaja (dosen STIE Pariwisata API Yogyakarta) ini berjalan lancar dan penuh dengan wawasan. Sebagai ahli geologi, Prof Subagyo memaparkan bahwa bencana geologi merupakan sebuah bencana yang disebabkan oleh proses geologi seperti gunung berapi, gempa bumi, tsunami, hingga banjir. Beliau juga menambahkan bahwa perlunya memahami karakter alam akan membuat kita jadi lebih sadar dalam menyiapkan mitigasi.Â
Selain itu Wiwing sebagai perwakilan dari BPK juga turut menjelaskan bahwa perlunya menyiapkan sebuah program untuk manajemen risiko yang dilakukan sebelum bencana, terdiri dari pencegahan dan mitigasi. "Jadi saat bencana kita melakukan penanganan dan pascabencana kita siapkan manajemen pemulihan" imbuhnya.
Kolaborasi antar pemangku kepentingan sangatlah dibutuhkan dalam memperhatikan keselamatan dan keberlangsungan cagar budaya, terutama yang lokasinya dekat dengan gunung berapi, gempa dan tanah longsor.Â
Kita sebagai masyarakat awam juga harus aware atau peduli dengan permasalahan yang ada. Kita bisa mulai dengan mengenal cagar budaya dan mencari tahu banyak hal tentangnya.
Blusukan Komunitas Kandang Kebo
Komunitas Kandang Kebo menjadi wadah yang tepat untuk mengenalkan cagar budaya bukan sekedar untuk dilihat saja. Melalui konsep blusukan yang dimiliki, komunitas ini rutin mengadakan kegiatan berupa jelajah di suatu tempat.
Peserta yang ikut akan diajak untuk menemukan hal-hal menarik yang tidak terduga. Kemarin saat saya ikut untuk ketiga kalinya, blusukan dilakukan di Magelang, Jawa Tengah. Candi mana saja yang dikunjungi? Simak ceritanya sampai selesai ya!
Candi Ngawen
Sejarah Candi Ngawen sangatlah panjang dan menarik. Candi yang bercorak Buddha ini diperkirakan dibangun pada abad ke-9. Candi ini pertama kali ditemukan dengan kondisi tertutup tanah sedalam tiga meter. Selama berabad-abad, candi ini mengalami perubahan dan kerusakan akibat bencana alam. Namun, candi Ngawen kini telah berevolusi dan menjadi salah satu destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Jika dilihat sepintas, bangunan disini mirip dengan candi Hindu karena bentuknya yang meruncing. Tapi setelah diamati dengan seksama, candi ini rupanya memiliki stupa dan teras (undak-undak) yang menjadi simbol dalam candi Buddha pada umumnya.Â
Ciri khas yang dimiliki candi Ngawen adalah adanya hiasan patung singa pada keempat sudutnya. Candi ini juga memiliki posisi yang berjejer satu sama lain, berbeda pada candi umumnya yang memusat pada induk dan purwara disekitarnya. Candi Ngawen terletak di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Pemandangan di sekitarnya masih terlihat asri dan berhawa sejuk.Â
Cerita yang disampaikan oleh Mas Yosi dari Kandang Kebo begitu ringan dan sangat mudah dipahami. Saya dan peserta lain tak hanya dikenalkan dengan sejarahnya saja, tapi juga ditunjukkan pada relief-relief yang memiliki arti tertentu. Misalnya saja patung singa berdiri yang menjadi simbol keperkasaan atau kekuasaan tertinggi, patung ini rupanya juga memiliki fungsi sebagai penyangga dan pancuran air ketika hujan mengguyur candi. Hewan lain yang bisa dilihat pada relief candi Ngawen adalah gajah dan merpati setengah manusia bernama Kinara Kinari.Â
Candi Asu
Candi Asu adalah peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Karena berada di tepi jalan, maka tak sulit untuk menemukannya. Menurut pengelola setempat, candi ini juga sering dikunjungi wisatawan dari luar daerah dengan tujuan yang berbeda-beda, salah satunya adalah untuk meminta kesembuhan.
Ada beberapa versi cerita yang saya dapatkan terkait penamaan Candi Asu sendiri. Pertama, nama Asu didapatkan karena adanya relief yang berbentuk anjing. Padahal yang ditemukan pertama kali sesungguhnya adalah sebuah patung Lembu Nandi yang wujudnya telah rusak sehingga menyerupai anjing yang dalam bahasa Jawa disebut dengan asu. Kedua, candi ini dinamakan Asu karena masyarakat setempat dulunya banyak yang memelihara anjing. Disebut Asu juga berasal dari kata aso atau dapat diartikan sebagai peristirahatan, namun tidak ada pembuktian untuk argumen ini.
Candi Pendem Sengi
Candi Pendem berada di Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sesuai dengan namanya, candi bercorak Hindu ini ini terletak di tanah yang lebih rendah daripada permukaan tanah sekarang. Saat ini yang tersisa dari bangunan ini adalah bagian kaki dan sebagian tubuh candi bagian bawah saja. Bangunan candi ini tidak selesai karena memang tidak memiliki atap.Â
Karena lokasinya terletak di tengah-tengah persawahan. Perjalanan untuk menuju candi Pendem Sengi sangat seru dan menyenangkan. Kita akan melewati pohon bambu, menyeberangi irigasi sawah, dan juga melewati kebun sayur milik warga yang tumbuh dengan sangat subur.Â
Apa itu Komunitas Kandang Kebo?
Kandang Kebo adalah komunitas unik yang berfokus pada pelestarian situs bersejarah. Tak hanya itu saja, komunitas ini juga menawarkan pengalaman dalam menjelajahi cagar budaya di berbagai daerah dengan cara yang berbeda. Komunitas yang diikuti oleh banyak orang dengan beragam latar belakang ini menjadi tempat berbagi ilmu dan pengalaman tanpa membedakan suku dan kepercayaan.Â
Ada banyak manfaat yang bisa didapatkan dengan bergabung dalam tur candi bersama Komunitas Kandang Kebo. Pertama, kita akan mendapatkan pengalaman yang unik dan tak terlupakan dengan berjalan-jalan di sekitar candi dengan panduan dari para ahli yang lebih menghargai keindahan dan sejarah yang terkandung di dalamnya bukan dari sisi wisatanya saja.
Selain itu, dengan mengikuti Komunitas Kandang Kebo, kita juga bisa bertemu dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama. Kita bisa berbagi cerita dan pengalaman dengan mereka, serta memperluas jaringan pertemanan.Â
Untuk mengikuti blusukan candi dengan Komunitas Kandang Kebo, kamu bisa melihat jadwal tur atau informasi lainnya di instagram atau facebook Kandang Kebo. Setiap blusukan memiliki jumlah peserta yang terbatas, jadi pastikan untuk mendaftar sebelum kehabisan tempat. Setelah mendaftar, kamu akan menerima informasi lebih lanjut mengenai tempat pertemuan dan persiapan yang perlu dilakukan. Kandang Kebo, Menapak Jejak Sang Leluhur Nusantara!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H