Secara umum, yaitu memberikan dampak positif untuk mengurangi dampak dari kerusakan hutan. Salah satunya adalah melakukan manegemen biomassa. Biomassa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan (Sutaryo, 2009).
Setelah proses Ex-ante dilanjutkan keproses Ex-post. Dalam kegiatan ini banyak menggunakan jerami atau rerumputan kering disebabkan karena penutupan lahan jerami mampu menutupi tanah dan mencegah erosi dan relatif murah. (Larsen et al., 2009; Prats et al., 2012). Salah satu teknologinya bernama hydromulch, hydomulch merupakan campuran dari jerami, cacahan kulit kayu, dan bahan organik lainnya. Kemudian dicampurkan bersama air dan disemprotkan ke permukaan tanah. Agar menekan kondisi longsor dan erosi pada kondisi basah atau hujan. Beberapa eksperimen yang dilakukan untuk melakukan percobaan hydromulch, di dalam tanah terjadi reaksi kimia sufaktan dan poliakrilmida yang dapat mengurangi erosi tanah dan mempercepat infiltrasi dalam tanah. Hal ini membuktikan betapa pentingnya proses penutupan tanah dalam pengendalian pasca-kebakaran. (Riechers et al., 2008; Davidson et al., 2009)
Kemudian, melakukan kegiatan penyemaian. Penyemaian pasca-kebakaran dapat didefinisikan sebagai penanaman dan pembentukan spesies vegetasi yang tumbuh cepat untuk memberikan penutup tanah untuk tanah sampai vegetasi asli bisa pulih. Namun, Beyers (2004) menyoroti bahwa rerumputan bersaing dengan vegetasi asli dan akhirnya tidak efektif mengurangi erosi tanah. Ada kontroversi tentang penyemaian daerah terbakar, dan pada kenyataannya Robichaud dkk. (2006) menunjukkan bahwa penyemaian keberhasilan sangat tergantung pada intensitas curah hujan dan waktu.
Dalam melakukan penyemaian, terdapat 2 cara yaitu dengan manual seeding dan Hydro-seeding. Cara manual merupakan kegiatan penyemaian yang langsung disebarkan kedaerah lahan tetapi kekurangannya membutuhkan waktu yang sangat lama dan tidak merata. Cara yang kedua adalah hydro-seeding yaitu mencampurkan antara air, pupuk, dan bibit. Hydro-seeding lebih cepat, mudah dan lebih merata. Penyemaian dapat dilakukan dengan penyemprotan manual atau pula dengan menggunakan helikopter. (Rey, 2003).
Langkah selanjutnya peremajaan, Peremajaan hillslope barriers, tujuannya agar padatan yang berada diatas lereng tidak langsung turun kebawah. Karena tertahan oleh penghalang. Pehalang dapat dibuat dari tumpukan jerami yang diikat dan dibentuk seperti gelonggong kayu, atau dapat dibuat dari gelonggongan kayu tersebut yang ditahan. Peletakan harus diletakan tegak lurus dengan tanah dan diberikan lubang-lubang air, agar air dapat meresap kedalam tanah. (Robichaud and Brown, 2005)
Teknik ex-post mempengaruhi kenaikan biomassa ketika pencegahan erosi, baik dengan jerami, pembibitan dan gelonggong kayu untuk penghalang erosi, harus diterapkan dalam situs yang paling rentan, dikepadatan yang sesuai. Yang akan mewakili fraksi kecil dari Total beban bahan bakar vegetasi kawasan hutan, yang mewakili kontribusi kecil bagi peningkatan risiko kebakaran di tahun-tahun berikutnya.
Setelah melakukan proses ex-ante dan ex-post masuk kedalam tahap perawatan dan peremajaan. Perawatan dilakukan untuk menstabilkan gradien saluran dan mempertahankan sedimen. Robichaud dkk. (2000) menyimpulkan bahwa perawatan lebih baik dilakukan dibagian hilir. Bahkan, perawatan tidak selalu menggunakan teknik mitigasi erosi, tetapi menghambatan transportasi sedimen jangka pendek-menengah-panjang. Mekanisme ex-ante dan ex-post yang telah dibuat mungkin dapat terjadi kegagalan atau bahkan hancur selama musim hujan, terutama jika intensitas curah hujan yang tinggi yang disertai badai pertama setelah kebakaran.
Peremajaan dilakukan pada kondisi, kayu, jerami, aliran, batuan, dan bagian hilir sungai. Peremaajaan juga berguna untuk memantau perjalanan air yang mengalir selama 10 sampai 20 tahun kedepan. Sebisa mungkin air terserap kedalam tanah untuk membentuk vegetasi yang baru. Sebaliknya titik kegagalan dari peremajaan ini ketika aliran air terus mengalir kehilir tanpa penyerapan dan membawa sedimen-sedimen yang dapat mencemar dan mengganggu jalannya air. (WOCAT,2007)
Masalah utama dampak dari kebakaran hutan adalah menyangkut proses tanah dan air. Pertama, tidak adanya hambatan untuk pemecahan tanah agregat oleh percikan (yang disebabkan oleh dampak dari hujan di permukaan tanah), kedua, adanya arah aliran dan bangunan menyebabkan kemampuan untuk infiltrasi. Oleh karena itu sebagai manusia, perlu adanya kegiatan untuk membuat lubang infiltrasi, dengan cara membajak. Membajak adalah metode mengubah tanah dengan membajak dengan traktor, dan membuka permukaan tanah untuk membentuk alur air dan lubang-lubang resapan. Lubang-lubang tersebut mengumpulkan air dan dirancang di tempat lebih rendah (Robichaud et al., 2008a, b).
Kegiatan restorasi adalah proses untuk melaksanakan pemulihan ekosistem, dan mengubah bentuk lingkungan pasca awal kebakaran menuju yang lebih baik dan hasilnya dapat dirasakan jangka panjang daripada di periode jangka pendek. (Valdecantos et al., 2009). Tujuan utama dari restorasi adalah, selain untuk menjaga air dan tanah yang ada, dan mendorong peningkatan keanekaragaman hayati di kawasan kebakaran hutan (Vallejo et al., 2006).
Dari hasil yang telah dipaparkan hal tersebut merupakan langkah-langkah mitigasi dalam penanganan pendegradasian lahan terbakar. Namun hasil yang dilakukan akan berbanding terbalik jika kita tidak ikut merawat dan menjaga hutan kita. Perlu adanya hukum dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan bukan hanya mementingkan kepentingan pribadi. Tentunya adanya kerjasama dalam melakukan aksi untuk menanggulangi kebakaran hutan.