Kemarin malam Bibi saya yang seorang janda datang ke rumah untuk silaturrahmi sambil membawa oleh-oleh. Hal ini kerap kali dilakukan, baginya tidak pantas apabila tamu datang dengn tangan kosong. Bahan pangan, bumbu dapur atau apapun yang penting bisa dijadikan buah tangan untuk pemilik rumah. Aku senang karena itu artinya kami mendapat rezeki. Tapi lain halnya dengan ibuku, beliau tidak suka dengan hal ini. Beliau mengatakan bahwa pada dasarnya ia juga sangat senang apabila mendapat rezeki, tapi lihat dulu rezeki itu datang dari siapa. Bibiku memang termasuk orang yang susah perekonomianapalagi beliau harus membiayai anak-anaknya seorang diri karena suami telah berpulang ke rahmatullah.
Dari sini aku mengambil pelajaran bahwa anggapan ibuku tidak benar sepenuhnya, bahwa rezeki ituu datangnya dari Allah bukan dari bibiku, beliau hanya perantara datangnya rezeki itu. Malah aku berefleksi pada Bibiku, unutk ikhlas memberi selama masih mampu. Tak peduli sberapa besar tanggugan dan seberapa sulit perekonomian.Hal yang terpenting adalah sebarapa besar keikhlasan yang kita miliki. Banyak orang kaya tapi jarang memberi.
Baru sadar bahwa, jika ingin memberi idak perlu menunggu sampai kita berlebih, asal ada niat apa saja bisa. Ingat, yang penting ikhlas. Apalagi ini adalah bulan ramadhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H