Telah 23 (dua puluh tiga) tahun berlalu, entah tulisan ini masih relevan atau tidak untuk dituliskan lagi hari ini. Akibat terpapar konten dari akun media sosial Badan Kepegawaian Negara (BKN) tempo hari, maka sontak pikiran saya mundur ke masa kurang lebih 20 (dua puluh)-an tahun lalu.
Saat itu dengan perasaan 'sangat biasa', saya melakukan pemberkasan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) di salah satu pemerintah provinsi yang baru saja terbentuk. Saat saya dinyatakan diterima pun, perasaan saya 'sangat biasa'.Â
Saat itu, bagi saya, bukan hal istimewa dapat lolos menjadi CPNSD. Mengapa?. Karena saat mengerjakan tes tahap 1 (satu) saya merasa sangat bisa mengerjakannya.Â
Bagi saya yang Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) saja lolos, maka soal-soal pada tes tahap I CPNSD tidak sampai 50% saja tingkat kesulitannya.
In Syaa Allah bukan sombong, dan bukan merasa pintar, karena untuk lolos UMPTN, saya bahkan perlu mengulang di tahun ke-2 dan belajar hingga dini hari setiap harinya.
Begitupun saat akan tes CPNSD, saya yang saat itu sebetulnya enggan jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), tetap belajar untuk mempersiapkannya. Bagi saya, pada setiap 'pertempuran' maka wajib dipersiapkan.
 Saya baca peraturan perundangan terutama yang terkait dengan pembentukan provinsi baru ini. Saya lalap semua bacaan tentang pemerintahan. Saya sikat lagi semua latihan soal UMPTN karena tidak pernah tahu ternyata ada juga buku Kumpulan Soal Tes CPNS.
Teringat saat itu di dalam bis yang membawa saya ke Kota Serang (saat itu masih Kabupaten Serang), di keremangan lampu bis karena hari telah beranjak malam, saya tekun mempelajari pasal demi pasal undang-undang pembentukan provinsi tersebut, karena bagian itulah yang tersulit bagi saya.
Oya, saya lupa sebutkan apa sih konten pada media sosial BKN yang bikin saya jadi pengen menulis ini?. Kurang lebih isinya begini: Capek-capek lolos ADM, SKD dan SKB ehh pas lulus CPNS malah ditanyain "bayar berapa?".
Belakangan saya baru tahu ternyata jadi PNS adalah idaman banyak orang. Saya yang punya bapak PNS tak pernah terpapar informasi tersebut. Bahkan tak pernah sekalipun saat di rumah, orang tua saya menyarankan saya untuk jadi PNS selepas lulus kuliah.