"Mam, di rumah ada orang ga?, ntar ada babang maxim yaa".
Seperti itu pesan singkat yang kurang lebih bernada sama sering mampir saat Ramadan kemarin. Sumbernya lebih banyak bukan dari sesama ASN, tapi para tetangga dan mama-mama orang tua murid sekolah anak saya. Dengan senang hati saya akan balas mengirim hampers seadanya, dan rasanya sungguh menyenangkan.Â
Hanya beberapa gelintir saja teman kerja yang berkirim hampers, itu pun para mantan staf dari beberapa dinas yang pernah saya singgahi dalam lebih dari 20 (dua puluh) tahun perjalanan jadi ASN.Â
Apa ada dari atasan atau mantan atasan?, alhamdulillah tak ada, karena memang sudah tak penting lagi mungkin ya hahaa. Berbeda saat saya menjadi bawahannya, tidak dalam rangka Ramadhan atau hari-hari besar pun, beberapa atasan (saat itu) kerap kirim-kirim hampers. Entah sekadar martabak, bakso, atau coklat untuk anak. Eeeit tapi sebentar, biasanya lalu disertai kiriman pekerjaan yang harus selesai hari itu juga sih.
Tak ingin mengikuti jejak para atasan dan mantan atasan, maka saya bertekad untuk sebisa mungkin menyatakan perhatian saya melalui hampers terutama untuk mantan staf atau rekan kerja yang saya pikir telah berjasa membantu banyak tugas saya kala itu. Saya abaikan Surat Imbauan KPK Nomor 1636/GTF.00.02/01/03/2024 tertanggal 25 Maret 2024 tentang Imbauan terkait Surat Edaran Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi di Hari Raya.
Melalui surat ini, KPK mengingatkan para penyelenggara negara dan pegawai negeri untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, khususnya terkait perayaan Hari Raya Idul Fitri 2024. Imbauan ini sekaligus sebagai penegasan kembali atas Surat Edaran (SE) KPK Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi terkait Hari Raya.
Mengapa kok saya berani-beraninya mengabaikan?, karena dalam surat imbauan tersebut tersurat bahwa hanya pemberian yang berhubungan dengan jabatanlah yang dilarang. Jika saya memberi kepada satpam kantor, office boy, staf yang selama ini membantu pekerjaan saya, hemat saya sih tidak masuk ketegori tersebut. Pun jika saya menerima dari tetangga, atau orang tua murid, tentu saja mereka tak peduli saya ASN. Mereka cuma mau berbagi, paling jauh untuk diupload di story WA atau IG mereka, sekadar memeriahkan Ramadhan. Lagipula saya bukan pejabat yang di tangan saya lah sebuah kebijakan bisa dihasilkan. Bahkan sebagai pegawai fungsional, saya sama sekali tak ada kaitannya dengan proyek, anggaran, dan semacamnya.
Dalam surat imbauan yang ditandatangani Pimpinan KPK Nawawi Pomolango tersebut, KPK menyebut perayaan hari raya keagamaan atau hari besar lainnya merupakan tradisi bagi masyarakat Indonesia untuk meningkatkan religiusitas, menjalin silaturahmi dan saling berbagi khususnya kepada pihak yang membutuhkan. Guna menjaga kesakralan hari istimewa tersebut, KPK mendorong upaya pencegahan korupsi dan pengendalian gratifikasi serta penegasan atas Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi terkait Hari Raya.
Lebih jauh disebut bahwa Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara wajib menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dengan tidak melakukan permintaan, pemberian, dan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dan tidak memanfaatkan perayaan hari raya untuk melakukan perbuatan atau tindakan koruptif. Tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan/kode etik, dan memiliki risiko sanksi pidana.
Sampai sini semua paham, tindakan 'memberi' dan 'menerima' seperti apa yang dilarang. Anehnya ada beberapa pejabat yang memakai imbauan KPK ini sebagai alat untuk tidak memberi bagi mereka yang lebih membutuhkan, namun tetap meminta THR pada rekanan.
Padahal pada point 4 (empat) surat imbauan tersebut menyatakan: Permintaan dana dan/atau hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain oleh Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara, baik secara individu maupun mengatasnamakan institusi negara/daerah kepada masyarakat, perusahaan, dan/atau Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara lainnya, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi.
"Sehubungan dengan besarnya kebutuhan lebaran tahun ini, kepada seluruh satuan pendidikan SMA, SMK, dan SKH di wilayah Kota XXX mohon untuk menyerahkan sumbangan sebesar sekian ratus ribu untuk kepentingan THR pejabat dinas xxx", demikian bunyi pemberitahuan yang disebar terbatas untuk para kepala sekolah di sebuah kota di negeri Konoha. Tak lama setelah pengumpulan uang tersebut, pejabat yang diduga melakukan pengumpulan uang dicokok tim kejaksaan tinggi setempat. Setelah sempat dikurung, saat ini kabarnya statusnya adalah tahanan kota dengan jaminan kepala dinas terkait.Â
Itu beneran terjadi. Padahal, saat saya tanya seorang pejabat apakah lebaran tahun ini kantor mau kasih bingkisan atau tidak untuk satpam dan office boy, beliau jawab "waduh, saya gak punya kuasa dan wewenang Bu". Saya yang berpikiran 'sederhana' ini agak terdiam sejenak. Bukannya untuk 'memberi' cukup bermodalkan 'niat' dan 'kemampuan'?. Sejak kapan hanya yang punya 'kuasa' dan 'wewenang' saja yang boleh memberi?.
Di pikiran saya yang naif ini, mengapa tidak dengan sukarela para ASN yang kemarin dapat THR sebesar nilai gaji dan Tunjangan Kinerja (Tukin) 100% itu mengumpulkan dana sekedarnya untuk dibelikan sekedar kue kering dan sirop lalu dibagikan kepada yang lebih membutuhkan?. Percayalah, satpam dan office boy kantor seneng betul lho dikasih paket hampers macam begitu.
Jadi, ya begitu lah, semua serba kontradiktif. Aturan sudah sangat jelas, namun langar melanggar tetap langgeng terjadi. Mirisnya, benih kebaikan tak jua tersebar apalagi tersemai.Â
Semoga kita semua sanggup bertahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H