"Sehubungan dengan besarnya kebutuhan lebaran tahun ini, kepada seluruh satuan pendidikan SMA, SMK, dan SKH di wilayah Kota XXX mohon untuk menyerahkan sumbangan sebesar sekian ratus ribu untuk kepentingan THR pejabat dinas xxx", demikian bunyi pemberitahuan yang disebar terbatas untuk para kepala sekolah di sebuah kota di negeri Konoha. Tak lama setelah pengumpulan uang tersebut, pejabat yang diduga melakukan pengumpulan uang dicokok tim kejaksaan tinggi setempat. Setelah sempat dikurung, saat ini kabarnya statusnya adalah tahanan kota dengan jaminan kepala dinas terkait.Â
Itu beneran terjadi. Padahal, saat saya tanya seorang pejabat apakah lebaran tahun ini kantor mau kasih bingkisan atau tidak untuk satpam dan office boy, beliau jawab "waduh, saya gak punya kuasa dan wewenang Bu". Saya yang berpikiran 'sederhana' ini agak terdiam sejenak. Bukannya untuk 'memberi' cukup bermodalkan 'niat' dan 'kemampuan'?. Sejak kapan hanya yang punya 'kuasa' dan 'wewenang' saja yang boleh memberi?.
Di pikiran saya yang naif ini, mengapa tidak dengan sukarela para ASN yang kemarin dapat THR sebesar nilai gaji dan Tunjangan Kinerja (Tukin) 100% itu mengumpulkan dana sekedarnya untuk dibelikan sekedar kue kering dan sirop lalu dibagikan kepada yang lebih membutuhkan?. Percayalah, satpam dan office boy kantor seneng betul lho dikasih paket hampers macam begitu.
Jadi, ya begitu lah, semua serba kontradiktif. Aturan sudah sangat jelas, namun langar melanggar tetap langgeng terjadi. Mirisnya, benih kebaikan tak jua tersebar apalagi tersemai.Â
Semoga kita semua sanggup bertahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H