Pengamat Sosial Vokasi Dewi Rahmawati, dilansir Tirto, berpendapat bahwa kita dan orang tua kita cenderung punya pola pikir berbeda. Saat kita lebih fokus pada ketepatan, orang tua justru lebih berpaku pada kecepatan. Yang penting di-share dulu, benar atau tidaknya belakangan, mungkin begitu pikir mereka.Â
Sementara Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, menyebut para orang tua ini dengan istilah 'digital immigrant'. 'Imigran' ini tumbuh saat informasi masih berbentuk cetak. Sedangkan sekarang situasinya sudah jauh berbeda, informasi berseliweran tanpa saringan, mereka pun akhirnya gelagapan.
Berkaca dari situasi ini, mungkin sudah jadi tanggung jawab generasi muda yang lebih 'fasih' ber-media sosial untuk mengurangi kecenderungan bapak, ibu, om, tante, atau eyangnya untuk menyebar hoaks.
Melalui siaran persnya, selama triwulan pertama tahun 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengidentifikasi sebanyak 425 isu hoaks yang beredar di website dan platform digital. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan pada triwulan pertama tahun 2022 yang mencapai 393 isu hoaks.
Pada Januari 2023 Tim AIS Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo menemukenali 147 isu hoaks. Pada Februari 2023 terdapat 117 isu hoaks dan bulan Maret 2023 terdapat 161 isu hoaks.
Survei nasional yang diadakan oleh Mastel di tahun 2017 (BKKBN, 2017) mengklaim bahwa aplikasi chatting seperti Whatsapp, Line, dan Telegram telah menjadi saluran penyebaran hoaks menurut 62.80% responden. Lebih lanjut, dalam survei Mastel tahun 2017 juga diklaim bahwa 44.30% user internet menerima pesan hoaks setiap hari.
Keunggulan Whatsapp menurut Church dan de Oliviera (2013) antara lain Whatsapp dianggap murah karena menggunakan paket data. Kedua, Whatsapp memiliki pengaruh sosial, karena digunakan oleh saudara dekat, dan teman-teman. Ketiga, Whatsapp tidak memiliki batasan karakter, tidak seperti beberapa platform lain. Keempat, Whatsapp memfasilitasi group chat dan menimbulkan sense of connectedness karena digunakan oleh kelompok dengan hubungan sosial yang erat. Kelima, Whatsapp memiliki immediacy, privacy concern dan expectation, dengan fitur penanda apakah pesan telah diterima, dibuka, dan kemudian dibalas.Â
Whatsapp, layaknya media sosial lain seperti Facebook, Twitter, dan Instagram juga difungsikan sebagai media pemberitaan. Sebagai konsekuensinya, berita bohong, kesalahpahaman, dan chaos dalam kelompok masyarakat tertentu muncul karena kaidah jurnalistik tidak lagi menjadi prioritas ketika pengirim pesan adalah seseorang yang dekat atau dipercaya oleh pengguna Whatsapp.
Seolah menjadi hal yang lumrah ketika anggota keluarga mengirimkan pesan yang notabene bersifat hoaks, dengan argument bahwa "pesan dari grup sebelah" seolah mengaburkan asas tanggung jawab.Â
Hal ini membuktikan bahwa praktik cover both side dan "saring sebelum sharing" jarang dilakukan dalam menggunakan media sosial, khususnya Whatsapp dalam lingkup grup keluarga.
Ketidakpahaman terhadap konsep media sosial menjadi salah satu faktor penyebab tersebarnya pesan hoaks tersebut. Untuk itu literasi media, khususnya dalam media digital, perlu untuk digalakkan sampai lingkup organisasi terkecil yaitu keluarga.