Mohon tunggu...
Kebijakan Pilihan

Laksamana TNI Siwi Sukma Adji, Kasal di Tahun Politik

25 Mei 2018   14:45 Diperbarui: 25 Mei 2018   15:13 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Teka-teki siapa yang akan menjadi Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) setelah Laksamana TNI Ade Supandi, SE, MAP pensiun; terjawab sudah. Beberapa minggu sebelum Ade Supandi pensiun, beredar santer siapa yang akan jadi orang nomor satu di TNI Angkatan Laut. Ada beberapa nama Perwira

Tinggi TNI Angkatan Laut bintang tiga dan bintang dua masuk "radar" calon Kasal. Tapi, akhirnya semua terjawab hari Rabu (23/5/2018); Presiden Jokowi melantik Laksamana Madya TNI Siwi Sukma Adji, SE, MM sebagai Kasal. Pangkatnya pun langsung naik bintang empat: Laksamana TNI.

Siwi Sukma Adji, lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1985 merupakan sosok yang berpenampilan kalem. Tapi dibalik kekaleman itu tersimpan potensi kepemimpinan yang mumpuni. Karena itu sederet jabatan strategis di TNI Angkatan Laut dan TNI pernah diembannya, di antaranya Komandan Guskamlatim, Pangambar, Asrenum Panglima TNI, dan Komandan Jenderal Akademi TNI.

Kini Perwira Tinggi TNI Angkatan Laut kelahiran Kota Cimahi, Jawa Barat, 14 Mei 1962 itu sudah menjabat sebagai Kasal. Banyak pekerjaan yang mesti ditangani selama ia menjabat sebagai Kasal. Selain pada masa jabatannya berada pada pusaran tahun politik, juga akhir-akhir ini perairan di negara kita jadi bahan sorotan, karena masuknya barang-barang haram lewat laut. 

Salahsatu yang sangat menonjol adalah penyelundupan narkoba. Disamping kegiatan ilegal klasik penyelundupan, seperti illegal fishing, dan illegal entry, serta masalah Laut China Selatan yang tetap potensial menjadi konflik negara- negara kawasan. 

Adanya narkoba yang masuk melalui jalur laut, harus kita akui bahwa masih ada celah di lautan negara kita. Jumlah kapal patroli dari aparat penegak hukum dan keamanan di laut dibandingkan dengan luas lautan di Indonesia serta geografi yang ibarat "noodle in the bowl", memang belumlah sebanding.

Hal itulah yang dimanfaatkan oleh para penyelundup untuk menjalankan "bisnis" haramnya. Para penyelundup melakukan "kucing-kucingan" dengan para aparat penegak hukum dan keamanan di laut. 

Karena itu alangkah idealnya jika aparat penegak hukum dan keamanan di laut melakukan operasi-operasi di laut secara sinergi dan berkesinambungan. Jika masih ada yang mengedepankan ego sektoral, jangan harap operasi penegakan hukum dan keamanan di laut akan berhasil.

Operasi secara sinergi itu bukan tidak mungkin dilakukan. Apalagi di negara kita sudah ada Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang diharapkan mampu mengamankan seluruh perairan laut di Indonesia. Bakamla yang awalnya adalah Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) dengan 12 stakeholder-nya, sudah seharusnya melakukan operasi-operasi di laut secara sinergi. Bakamla yang jumlah kapal patrolinya terbatas, tidaklah mungkin akan mampu mengamankan wilayah lautan di Indonesia yang sedemikian luas.

Jika semua kapal patroli yang dimiliki stakeholder itu dihimpun menjadi satu akan menjadi kekuatan yang dahsyat di laut. Jumlah kapal dengan berbagai tipe dan ukuran tersebut bisa mencapai ribuan unit. Demikian juga dengan anggaran yang selama ini dialokasikan ke stakeholder secara terpisah-pisah, jika dihimpun menjadi satu; maka jumlahnya juga mencapai triliunan rupiah yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan patroli di laut secara maksimal dan nyata.

Data yang kami himpun menunjukkan bahwa TNI Angkatan Laut memiliki kapal sebanyak 469 unit, Polair 622 kapal, PSDKP/Satgas-115 sebanyak 124 kapal, Ditjen Bea dan Cukai 154 kapal, KPLP 138 kapal, dan Bakamla 24 kapal. Belum lagi instansi lain yang juga memiliki kapal. Jika seluruhnya dijumlahkan maka akan terhimpun 1.531 kapal. Anggaran juga demikian, TNI Angkatan Laut Rp16,8 triliun, Polair Rp8,7 triliun, Ditjen Bea danCukai Rp3,25 triliun, PSDKP/Satgas-115 Rp1,7 triliun, KPLP Rp1,3 triliun, dan Bakamla Rp1 triliun. Anggaran itu jika dihimpun jumlahnya mencapai lebih dari Rp32 triliun.

Melihat kenyataan itu, maka keberadaan instansi penegak hukum dan keamanan di laut itu apa tidak mungkin ditinjau kembali? Sebab, negara-negara di sekitar Indonesia pada umumnya sudah memiliki Coast Guard.

Sedangkan di negara kita, kelahiran Coast Guard Indonesia atau Sea and Coast Guard Indonesia masih menjadi tarik-ulur. Dengan adanya Coast Guard Indonesia, maka penegak hukum dan keamanan di laut akan sejajar dengan negara-negara lain. Selain itu perlu adanya revolusi mental dan perubahan di bidang penegakan hukum di laut yang harus disadari oleh seluruh stakeholder dan rakyat Indonesia untuk mengenal jati diri sebagai negara maritim.

Sehubungan dengan itu pula, harus segera ditunjuk siapa yang akan menjadi Kepala Bakamla pengganti Laksdya TNI Arie Sudewo yang pensiun. Jabatan Kepala Bakamla agar diisi oleh pejabat yang mumpuni dan memahami persoalan penegakan hukum dan keamanan di laut, serta memiliki visi ke depan sebagai aparat yang mampu menegakkan keamanan maritim. 

Perludiingat bahwa pendirian Bakorkamla yang kemudian menjadi Bakamla, melalui suatu perjuangan yang panjang. Untuk itu Kepala Bakamla yang akan menjadi pemegang kendali dalam penegakan keamanan di laut haruslah pejabat yang tepat di bidangnya.

Selain penegakan hukum dan keamanan laut yang akan menjadi salah satu perhatian Kasal Laksamana TNI Siwi Sukma Adji, SE, MM; adalah tahun politik di Indonesia. Sesuai doktrin yang dianut oleh TNI, maka politik TNI Angkatan Laut adalah "politik negara". Dalam percaturan politik di negara kita, yaitu pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan pemilihan Presiden tahun 2019; seluruh prajurit TNI Angkatan Laut harus netral. 

Dalam situasi pusaran politik yang terjadi di negara kita, bukan tidak mungkin ada pihak-pihak tertentu yang akan menarik-narik prajurit TNI Angkatan Laut ke arena perpolitikan. Padahal sesuai dengan "garis komando"-nya, TNI adalah netral. Paradigma lama yang ditekankan oleh Kasal sebelumnya bahwa pendirat Lantamal dan Lanal yang sebelumnya sebagai Satuan pendukung menjadi Satuan operasi sesuai wilayahnya masing-masing, agar kebijakan itu diapresiasi dan dilanjutkan guna memerkecil ruang gerak para penyelundup di laut.

Disamping itu, TNI Angkatan Laut akhir-akhir ini diharapkan semakin digdaya dengan hadirnya kapal-kapal baru dan juga kapal selam yang akan mampu menjadi daya penggentar bagi negara lain. Dengan hadirnya Alutsista baru dan modern diharapkan akan menjadi sarana pemacu bagi para prajurit TNI Angkatan Laut dalam melaksanakan tugas, sehingga mereka menjadi prajurit-prajurit profesional.

Yang tidak kalah penting dari itu semua adalah menyangkut situasi kawasan dan dinamika lingkungan strategis yang berkembang sangat dinamis. Untuk itu, Kasal dituntut untuk lebih fokus menjabarkan komitmen Presiden Jokowi yang bertekad menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, utamanya pilar kelima yaitu mewujudkan kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim. 

Hal itu selaras dengan kebijakan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk mengembangkan kekuatan TNI Angkatan Laut di wilayah Timur Indonesia agar sebagian kekuatan pokok Armada TNI Angkatan Laut segera digeser ke Papua. Semoga tulisan ini menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi Kasal Laksamana TNI Siwi Sukma Adji. Kami percaya, Kasal mampu mengemban amanah dan melaksanakan tugas mulia ini.

Selamat bertugas Laksamana. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya, sehingga TNI Angkatan Laut menjadi World Class Navy. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun