Ketemu lg para kompasianer...
Ceritanya di lanjutin ya....
Para Kompasianer, bukan itu saja hal yang membuat hati saya miris. Desa ini adalah desa transmigrasi yang berumur 3 tahun. Meski status desa baru 3 tahun tapi trasmigrasi ini ini telah ada sejak 1994 yakni 15 tahun lalu. Tapi apa yang terjadi...?? Lingkungan di desa ini masih seperti setengah hutan.
Sebenarnya tidak juga sampai hati saya mengatakan hal seperti itu, tapi kenyataannya desa sama sekali tidak tertata dengan baik. Masih banyak pekarangan rumah yang tidak ditata, dibersihkan ataupun ditanami dengan sedikit bunga-bunga. Masih banyak rumput-rumput liar yang tidak dirapikan/dibersihkan, mungkin lewat jumat bersih atau kerja bakti di hari minggu.
Selain itu rata-rata hampir semua rumah warganya masih seperti dulu sejak pertama kali dibangun oleh dinas transmigrasi. Mungkin yang membedakan hanyalh sekarang sebagian besar di antaranya sudah di cat. Tapi kondisinya masih tetap sama, rumah dengan dinding papan, lantai tanah dan tidak memilki WC. Dan saya menjadi salah satu korban akibat tidak ada kamar mandi, WC atau MCK umum.
Hampir-hampir kalau saya mampu untuk tidak pipis, B.A.B atau mandi, saya benar-benar tidak ingin melakukan semua itu. Tapi apalah daya, ketika tubuh memaksa melakukan itu terpaksa dengan setengah hati saya B.A.K dan B.A.B di WC darurat yang hanya menutupi sebagian tubuh ke bawah & Maaf, proses perjalanan kotoran saya, bisa saya liat langsung nyemplung di septictank yang lebih seperti galian terbuka hingga terlihat beserta kotoran lainnya.
OH MY GOD,,saya langsung rindu berat dengan WC saya di rumah yang nyaman. Bahkan dulunya sering saya B.A.B sambil baca buku saking nyamannya saya rasakan berada di kamar mandi saya ^_^
Sebenarnya bukan itu saja. Sebenarnya saya malu mau mandi kompasianer, tapi saya berpikir akan lebih malu lagi saya ketika akan memimpin musyawarahdi depan masyarakat, saya sebagai seorang pendamping masyarakat tidak mandi.
Hahahahaaaaaa.............
Akhirnya keesokan harinya sebelum musyawarah dimulai,dengan sangat terpaksa saya pun mandi di kamar mandi yang menurut saya belum layak di sebut kamr mandi.
Sebuah ruangan dari dinding papan yang tingginya sebatas dada, tidak beratap dan hanya tertutup 3/4 nya dari ruangan tersebut. Otomatis ketika mandi, saya yang berjilbab terpaksa rela mandi jam 6 pagi saat masih sepi, menggunakan kain pantai (yang saya sebut kain bali), sambil duduk di paling pojok ruangan dengan maksud menyembunyikan diri saya dalam kamar mandi yang tidak memiliki pintu tersebut.
YA ALLAH seumur hidup baru kali ini saya merasa tersiksa mandi dalam keadaan seperti itu. Hanya satu kata S.E.N.G.S.A.R.A...
Dan lewat pekerjaan inilah saya diberi kesempatan untuk merasakannya. Saya tidak menyesalinya tapi saya mensyukurinya.
Oia masih ada satu cerita lagi sebagai pelengkap cerita saya ini.
Kompasianer selesai musyawarah saya ingin menelpon seseorang tapi apa daya di desa ini tidak ada sinyal. Kata warga : bu, sinyal bisa diperoleh di atas bukit di sebelah sana. Jadi kalo ibu mau ayo kita naik ke bukit itu. Saya benar-benar merasa tertantang. Masyarakat disini saja bisa kenapa saya tidak, apalagi saya butuh sekali untuk menghubungi sesorang tadi ^_^.
Akhirnya, di mulai lah perjalanan mencari sinyal. Ya Allah tertatih tatih saya akhirnya bisa mendapatkan sinyal di puncak bukit. Headphone saya pencet sambil ngos-ngosan seperti baru saja di kejar 5 ekor anjing. Keringat bercucuran membasahi wajah dan tubuh saya.
Hahahahahaha saya tertawa sendiri, menghargai perjuangan saya dan terbayang kejadian-kejafian lain di desa ini.
Itulah sebagian dari kisah saya sebagai seorang Fasilitator pemberdayaan masyarakat. Saya tidak pernah menyesali menjalankan pekerjaan ini. Justru lewat pekerjaan ini saya banyak belajar, lebih menghargai hidup dan mensyukuri segala nikmat yang saya dapat sejak lahir hingga sekarang. Terbayangkan betapa susahnya hidup sebagian dari sodara-sodara kita yang jauh dari kehidupan kota yang tidak kurang suatu apapun. Sedih dan kecewa. Ternyata memang benar, di akui atau tidak tapi sebagian besar pembangunan selama ini hanya terfokus di wilayah Indonesia Bagian Barat baik itu pembangunan fisik maupun pembangunan manusianya. Sungguh kasian sodara-sodara kita yang berada di wilayah Indonesia bagian timur, Papua, Maluku, Maluku utara serta NTT dst.
Ayo semua mari kita laksanakan pembangunan ini dengan adil dan merata. Bagaimanapun mereka adalah bagian dari NKRI tercinta. Mari saling bahu membahu dan mengisi kekurangan satu sama lain dalam hal apa saja.
Ingatlah kompasianer semua, JANGAN lihat ke atas tapi lihatlah ke bawah dengan begitu kita akan menjadi manusia-manusia yang senantiasa bersyukur.
Salam : Yeni Rh
28 Sept '10 _ 00.40 WIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H