Mohon tunggu...
Muhammad Ijlal Sasakki J.
Muhammad Ijlal Sasakki J. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Marxisme dan Islam, Bisakah Menjadi Sintesis Alternatif?

1 Juni 2022   01:32 Diperbarui: 1 Juni 2022   02:40 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah kebimbangan dunia untuk menemukan titik-titik terang kehidupan, manusia cenderung terjebak ke dalam pusaran ideologi-ideologi hedonisme, utilitarianisme, individualisme, materialisme serta pragmatisme yang begitu deras mengaliri otak otak manusia hingga menyumbat naluri dan akal sehat. Realitas yang sedang terjadi begitu nyata terlihat, bagaimana manusia dipaksa oleh sistem untuk mengakui kesalahan sebagai suatu kebiasaan yang dibenarkan.

 Sementara kebenaran sendiri tersembunyi di balik topeng para penguasa dan pemegang otoritas yang memonopoli kebenaran. Keadilan semakin menjadi benda sejarah yang tidak layak lagi dipertontonkan. Politik layaknya hukum rimba, tumpul keatas tajam kebawah yang hanya mencari keuntungan sepihak. Agama telah banyak diperjual belikan, ayatayat Tuhan disulap menjadi senjata kamuflase untuk melegitimasi kejahatan dan kemurkaan menjadi seolah-olah baik dan halal. 

Budaya dan seni tidak lagi hadir memberi kesejukan bagi jiwa yang dahaga, ia telah berubah wajah menjadi ekspresi-ekspresi bebas manusia yang menggerogoti nilai sakral seni demi uang, reputasi, dan popularitas.  

Melihat segala realitas tersebut siapa yang patut dipersalahkan? Sepertinya kita tidak bisa menyalahkan siapapun entah itu negara, pejabat, penegak hukum atau bahkan Tuhan sekalipun. Kita layak menyalahkan diri sendiri karena dalam kenyataannya diri sendirilah yang sering menjadi tanah bagi tumbuh suburnya penyakit jiwa dalam masyarakat. 

Kita ingin melihat sejarah bergerak kembali ke arah yang lebih baik karena manusia masih merupakan aktor sejarah Beberapa hal inilah yang menjadi fokus utama di dalam Islam dan ideologi marxisme, lantas adakah hubungan dan kesamaan antara ideologi yang dirumuskan oleh Karl Marx dengan Agama Islam sendiri?  

 

Marxisme dan Islam 

Secara esensi gerakan sosialisme muncul sebagai bentuk protes atas etika kapitalis yang timpang dan menindas. Dari seluruh rintangan sejarah yang pernah ada, lahir dan bertumbuhnya sosialisme diinspirasi oleh segala bentuk praktek yang tidak wajar, ketimpangan dan tidak semestinya dilakukan oleh sekelompok manusia terhadap manusia yang lain. 

Dalam sisi Islam jelas dapat mencapai kesepahaman meskipun dalam tataran yang masih dangkal. Akan halnya dengan marxisme, Islam yang sesungguhnya sebagai bagian dari korpus besar musuh marxisme, mengalami kesulitan untuk menemukan model sintesisnya. Jika berusaha dilacak akar permasalahannya, Islam dan marxisme lahir dari kandungan yang berbeda dan berkembang tidak saling kenal satu sama lain. Marxisme yang anti agama tidak pernah menemukan Islam dalam sosok aslinya sebagai agama revolusioner.

 Kekeliruan sejarah yang menggiring keduanya dalam hubungan antagonistik adalah asingnya marxisme dari wawasan khazanah Islam. Wajah-wajah agama yang ditemukan marxisme secara kebetulan berwatak eksploitatif dan menindas.  

Akan halnya Islam, agama yang sesungguhnya menentang segala bentuk penindasan secara prinsip membawa misi pembebasan yang setidaknya seide dengan marxisme. Sangat disayangkan, dalam perjalanan sejarahnya kedua ideologi tersebut tidak pernah bertemu, keduanya berbenturan setelah masing-masing tampil dalam wujud besarnya, tanpa saling mengenal latar belakang dan akar pertumbuhannya satu sama lain. Marxisme dan Islam adalah dua hal yang sangat sulit ditemukan. 

Tuduhan marxisme terhadap agama yang mencantumkan masyarakat dinilai oleh Islam sebagai kekeliruan yang sulit dipahami. Dalam masalah ini maka agama selain yang harus dilihat dari konsep sosiologis dan juga filosofis. Agama dapat menjadi candu atau menjadi kekuatan revolusioner tergantung pada kondisi sosial politik yang nyata dan tergantung pada siapa yang akan bersekutu dengan agama apakah kaum revolusioner atau status quo. Agama dalam pengertian filosofis merupakan sebuah konsep yang sama sekali berbeda dengan agama dalam wilayah praksis. Pendekatan inilah yang luput dari analisis marx ketika mendasarkan teorinya.  

Islam, bagaimanapun berada pada ranah yang cukup berbeda dengan ide dan pemikiran lain, seperti halnya kapitalisme, fasisme,komunisme bahkan marxisme sendiri. Adapun jika aksiaksi yang dimainkan oleh Muhammad memiliki akar yang bersamaan dengan idealisasi sosialisme dan beragam ideologi lain, adalah semata-mata nilai-nilai yang dikedepankan Islam mengandung kesesuaian nilai yang bersifat universal.  

 

Akan tetapi di balik segala perbedaannya, Jalaludin Rahmat (2014) mengidentifikasi setidaknya masih terdapat dua gagasan yang dapat disepakati antara marxisme dan Islam, pertama, bahwa antara Islam dan marxisme sama-sama konsen terhadap nasib kelompok tertindas. kedua, perjuangan untuk melawan eksploitasi manusia oleh manusia harus terus ditegakkan sampai terciptanya perubahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun