Mohon tunggu...
M Ijlal Rafi
M Ijlal Rafi Mohon Tunggu... Lainnya - Sociological Imagination

Jakarta State Islamic University

Selanjutnya

Tutup

Life Hack

Bersatunya Warga Lakardawo

26 April 2020   19:45 Diperbarui: 3 Juni 2022   18:56 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Life hack. Sumber ilustrasi: PEXELS/SeaReeds

Gambaran Kasus Gerakan Sosial

Gerakan Perempuan lakardawo mandiri atau yang biasa dikenal dengan Green Woman adalah gerakan yang menggugat penutupan PT. Putra Restu Ibu Abadi (PRIA). Pabrik ini merupakan satu-satunya perusahaan pengolah limbah B3 di Jawa Timur, yang menerima limbah dari 1.000 lebih industri, rumah sakit, dan klinik kesehatan [6]. Akibatnya, limbah yang dihasilkan pun beragam mulai dari limbah cair, limbah padat, limbah medis, mercury, karbit, dan jenis limbah lainnya. Green Woman dimulai pada tahun 2010 karena warga merasa ada yang tidak beres terhadap kondisi lingkungan mereka yang diakibatkan oleh PT PRIA karena pengelolaan limbah yang tidak sesuai dengan prosedur operasional.

PT PRIA telah membuat kerugian lingkungan yang dirasakan oleh warga Lakardawo karena air tanah yang tercemar akibat pembuangan limbah B3. Hal ini terjadi karena limbah B3 yang dibuang oleh pabrik hanya ditimbun di tanah tanpa sistem pengamanan lingkungan sesuai dengan standar operasional. Akibatnya, air tanah yang dikonsumsi warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari telah tercampur oleh limbah B3 yang mengakibatkan air menjadi bau dan menguning. Hal tersebut membuat air tidak bisa dikonsumsi oleh warga seperti mencuci, memasak, mandi, sehingga warga harus menggantinya dengan air galon, karena jika air tersebut tetap digunakan dan terkena kulit akan membuat gatal-gatal.

Pembakaran limbah B3 membuat adanya pencemaran udara yang menimbulkan debu-debu beterbangan di lingkungan warga Lakardawo yang mengakibatkan terganggunya pernapasan dan pengelihatan warga. Bahkan, PT PRIA telah merusak hasil panen warga yang lahan pertaniannya telah terkontaminasi oleh pembuangan limbah B3 yang berada disekitarnya. Kerugian lingkungan yang dirasakan oleh warga Lakardawo Kabupaten Mojokerto telah membuat Green Woman menuntut adanya relokasi limbah dan pemulihan kondisi lingkungan Desa Lakardawo. Gerakan ini berawal dari ibu-ibu dan kaum perempuan yang geram karena air yang menjadi kebutuhan vital rumah tangga telah terkontaminasi oleh limbah B3. Tetapi kondisi lingkungan yang semakin parah membuat kaum pria dan para petani khususnya warga Lakardawo juga ikut serta dalam menuntut beroperasinya PT PRIA dengan bergabung ke dalam gerakan Green Woman.

Konsep dan Elemen Gerakan Sosial

            Gerakan sosial sebagai tantangan kolektif yang dilakukan sekelompok orang yang memiliki tujuan dan solidaritas yang sama, dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elite, lawan, dan penguasa [2]. Gerakan sosial mempunyai ciri khas yaitu perubahan sosial yang diinginkan oleh masyarakat karena ketidakpuasan terhadap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah atau institusi melalui tindakan kolektif demi mencapai kepentingan bersama. Menurut Porta, Donatella, and Diani [3] terdapat lima elemen penting dalam gerakan sosial yaitu:

(1). Adanya aksi kolektivitas, dimana sejumlah orang atau berkelompok bergerak bersama-sama untuk melakukan suatu gerakan. Dalam hal ini, Green Woman telah melakukan tindakan kolektif yang anggotanya berawal dari kaum perempuan dan ibu-ibu Desa Lakardawo yang merasakan  limbah B3 karena beroperasinya PT PRIA. Karena kondisi lingkungan yang semakin parah, kaum pria dan para petani pun tergabung ke dalam aksi kolektiv Gren Woman.

(2). Berorientasi pada suatu perubahan, gerakan sosial terjadi karena adanya perubahan yang menyebabkan ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Green Woman ingin menghentikan beroperasinya PT PRIA karena warga Lakardawo merasa dirugikan atas kehadirannya yang menyebabkan kondisi lingkungan mereka menjadi rusak. Gerakan ini menginginkan relokasi limbah dan pemulihan kondisi lingkungan,

(3). Mekanisme organisasi, adanya pembagian tugas pada gerakan sosial secara kasat mata, tidak formal, dan tidak resmi. Green Woman selalu berupaya melakukan mekanisme negosiasi dengan pihak PT PRIA, pemerintah, dan pihak yang terlibat lainnya agar dapat menemukan solusi terbaik untuk kondisi lingkungannya. Dalam upaya yang dilakukannya setiap anggota Green Woman mempunyai peran masing-masing untuk melancarkan setiap aksi dari gerakan tersebut.

(4). Keberadaannya Temporal (hanya sementara) karena gerakan sosial tidak terjadi secara terus menerus. Gerakan sosial Green Woman telah berjalan sampai 10 tahun karena tuntutannya tidak terpenuhi, tetapi jika tuntutannya sudah terpenuhi maka akan meredam keinginan warga untuk melanjutkan aksinya sehingga gerakan Green Woman pun tidak bersifat selamanya atau hanya sementara.

(5). Tindakan extra-constitutional or mixed (lobby). Green Woman telah melakukan banyak aksi selama sepuluh tahun untuk menuntut hak nya, banyak upaya yang ditingkatkan agar tuntutannya terpenuhi seperti unjuk rasa dari tingkat Desa, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Pusat. . Tetapi aksi tersebut tidak mendatangkan penyelesaian masalah kondisi lingkungan yang menimpa warga Lakardawo. Banyak pihak yang sudah menerima laporan dari Green Woman seperti Dinas Lingkungan Hidup Jatim, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Komnas HAM.


Pendekatan Resource Mobilization Theory (Teori Mobilisasi Sumber Daya)

Resource Mobilization termasuk ke dalam teori new social movements yang muncul sebagai respon dari teori gerakan lama seperti Political Opportunity karena kurang komprehensif dalam menjelaskan gerakan sosial temporer yang berkembang sampai saat ini. Kali ini penulis akan menganalisis bagaimana strategi Resource Mobilization mempertahankan gerakan Green Woman untuk menuntut PT PRIA agar segera menghentikan operasinya. Gerakan ini termasuk ke dalam new social movements berbasis pada isu lingkungan, karena Green Woman yang mengatasnamakan desa Lakardawo merasa dirugikan akibat pengolahan limbah B3 PT PRIA yang merusak lingkungan desa tersebut. Sudah sepuluh tahun gerakan ini dipertahankan, tidaklah mudah untuk menjalankan aksi kolektif Green Woman demi mendobrak perubahan yang mereka inginkan. Demi mewujudkannya, dibutuhkan sumber daya yang mumpuni agar tujuan yang dicita-citakan pun tercapai.

Pendekatan mobilisasi sumber daya adalah organisasi-organisasi gerakan memberikan struktur mobilisasi yang sangat krusial bagi aksi kolektif dalam bentuk apapun. Singkatnya, pendekatan ini menyatakan gerakan sosial muncul sebagai konsekuensi dari bersatunya para aktor dalam cara-cara yang rasional, mengikuti kepentingan-kepentingan mereka, dan adanya peran sentral organisasi serta para kader dan pemimpin ‘professional’ untuk memobilisasi sumber-sumber daya yang ada pada mereka [2]. Green Woman berawal dari kaum perempuan dan ibu-ibu Desa Lakardawo yang resah karena sulitnya mendapatkan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga. Mereka harus membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, kondisi lingkungan yang semakin parah telah membuat kaum pria dan warga Lakardawo dari lima dusun yaitu Dusun Sambigembol, Dusun Kedung Palang, Dusun Sumber Wuluh, Dusun Selang dan Dusun Greol bergabung ke dalam gerakan Green Woman.

Selain itu, para petani Lakardawo juga merasakan dampak dari beroperasinya PT PRIA, kesuburan lahan mereka telah terkontaminasi oleh limbah B3 sehingga membuat kualitas dan kuantitas panen mereka menjadi menurun. Sehingga hal ini berakibat pada ekonomi para petani. Mereka bersatu melakukan setiap unjuk rasa yang dilakukan untuk menuntut hak nya yang telah direnggut dan mempunyai kepentingan untuk mendapat lingkungan tempat tinggal yang layak. Kerugian yang dirasakan semua warga Lakardawo digunakan Green Woman sebagai strategi untuk memobilisasi massa. Bersatunya warga Lakardawo adalah bentuk dari tindakan rasional demi keuntungan yang akan mereka dapat, yaitu relokasi limbah dan pemulihan kondisi lingkungan sehingga kehidupan mereka akan kembali seperti sediakala.

Strategi aksi dari Green Woman berhasil mengundang perhatian Direktur Eksekutif Ecoton sebagai Lembaga swadaya masyarakat yaitu Prigi Arisandi untuk terlibat dalam kajian mengenai kondisi lingkungan Lakardawo. Dengan jaringannya, Ecoton pun mengajak tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Colorado State University untuk ikut terlibat dalam kajian tersebut. Bahkan Direktur Geospasial Centroid di Colorado State University yaitu Melinda, akan membantu Green Woman untuk mendapatkan hak nya dengan menghubungkan organisasi internasional yang bersedia membantu permasalahan warga Lakardawo.

Dalam hal ini gerakan sosial memang membutuhkan pemimpin profesional untuk memobilisasi sumber daya yang mereka punya agar perubahan yang diinginkan dapat terwujud. Peran pemimpin dalam gerakan sosial sangatlah penting, karena ia yang mengatur sumber daya dalam kelompoknya agar dapat dikerahkan secara maksimal. Strategi yang digunakan akan menentukan keberhasilan gerakan Green Woman. Beberapa anggota dari Green Woman juga telah menggunakan jaringannya untuk menggaet lembaga-lembaga yang bergerak di isu lingkungan. Hal ini dilakukan untuk membantu dan memudahkan mereka menempuh jalur-jalur yang membuat tuntutannya terpenuhi.

Kerangka resources mobilization ini menjelaskan dua aspek sekaligus. Pertama, mengenai sumberdaya fisik, non-fisik, ataupun finansial yang dimiliki oleh sebuah gerakan seperti bangunan, uang, pengetahuan, atau keahlian tertentu. Sumber daya tersebut bisa dikontrol baik secara individual maupun kolektif oleh kelompok. Kedua, mobilisasi merupakan suatu proses tak terpisahkan yang para aktornya berusaha memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki untuk mencapai tujuan dari gerakan [1]. Lembaga-lembaga yang mendukung gerakan Green Woman telah melakukan penelitian pada air yang tercemar di Desa Lakardawo dan meminta masyarakat untuk mendata dan mendokumentasikan setiap perstiwa yang terjadi. Data tersebut akan dijadikan sebagai bukti dan diserahkan kepada semua tingkat pemerintah agar segera dilakukan penindakan terhadap PT PRIA.

Green Woman menjadikan warga nya sebagai sumber daya yang selalu di kerahkan untuk melakukan unjuk rasa dan menuntut PT PRIA melalui tingkat desa, kabupaten, provinsi sampai pusat, walaupun sampai tahun 2020 aksi tersebut belum membawakan hasil yang maksimal. Green Woman juga pernah melakukan aksi di depan Istana Negara, karena tuntutan mereka pada semua tingkat pemerintahan tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Mereka berkali-kali melakukan unjuk rasa dan menuntut PT PRIA melalui Lembaga terkait yang bertanggung jawab atas kondisi lingkungan mereka seperti Komnas HAM, DPRD Kabupaten dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Tercatat, pada bulan Februari 2018 beberapa perwakilan warga melakukan aksi di Jakarta, tepatnya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kantor Staf Presiden (KSP). Lalu, pada bulan April 2018 mereka juga mendatangi Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur di Surabaya. Tetapi semuanya hanya sebatas janji, tidak ada upaya yang signifikan untuk menuntaskan kasus limbah B3 ini [4]. Bahkan sampai tahun ini, karena tuntutannya belum dipenuhi membuat ratusan massa Desa Lakardawo menggelar doa bersama mengawal sidang kasus gugatan limbah bahan beracun berbahaya (B3) yang dilayangkan warga ke PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) di depan Pengadilan Negeri Mojokerto pada hari Kamis 30 Januari 2020 [5].

Unjuk rasa berkali-kali dilakukan Green Woman karena tidak puas atas respon yang diberikan oleh Lembaga terkait. Dalam melakukan aksinya, Green Woman membutuhkan massa agar tuntutan mereka di dengar. Unjuk rasa yang dilakukan oleh pemimpin dan anggota Green Woman telah membuktikan bahwa mereka bersedia untuk mengerahkan sumber daya yang dimiliki seperti waktu, tenaga, materi, pengetahuan, dan jaringan. Gerakan ini telah melakukan strategi untuk mengontrol sumber daya secara maksimal agar dapat mempertahankan aksi kolektif yang dilakukan.


Dimensi Simbolis Gerakan Sosial

            Dalam tindakan kolektif terdapat makna yang dijadikan sebagai kesatuan ideologi untuk mempertahankan atau menantang berbagai pengaturan dan kondisi sosial. Aktor yang bertindak tidak hanya diiringi oleh sumber daya material saja tetapi juga terdapat budaya yang mengikutinya. Di dalam budaya tersebut terdapat nilai-nilai yang telah diinterpretasikan oleh aktor untuk membatasinya dalam bertindak. Green Woman telah memperlihatkan bahwa gerakan ini sebagai eksrepesi dari nilai-nilai yang telah membentuknya. Unjuk rasa yang telah dilakukan berkali-kali membuktikan bahwa Green Woman memiliki nilai gotong royong dan kebersamaan tanpa batas yang membuat mereka tidak pernah putus asa. Nilai-nilai tersebut dijadikan Green Woman sebagai pondasi agar mereka termotivasi untuk selalu melakukan unjuk rasa karena ingin menuntut beroperasinya PT PRIA. Nilai-nilai yang berada pada Green Woman dijadikan sebagai instrumen untuk mewakili kondisi lingkungan hidup warga Lakardawo.

            Namun, terkadang nilai-nilai yang menjadi pendukung gerakan sosial gagal memberikan motivasi pada kelompok lain untuk bergabung ke dalam gerakan tersebut. Hal ini terjadi karena kuatnya nilai dan norma pada kelompok lain sehingga tidak dapat beradaptasi dengan baik,  yang kemudian akan menjadi hambatan dan batasan para aktor untuk bertindak. Salah satu syarat gerakan sosial dapat sukses ditentukan oleh kapasitas dan kemampuan aktifis yang berada didalamnya. Mereka berusaha untuk terus menggalakan dan menemukan formulasi baru dari nilai-nilai dan tujuan gerakan agar dapat menempuh cara-cara yang efektif untuk melakukan mobilisasi. Unjuk rasa yang dilakukan Green Woman selalu mempunyai tujuan dan strategi yang matang agar dapat diterima secara moral oleh para anggotanya, nilai moral yang telah diciptakan akan memunculkan tindakan yang dilakukan oleh para aktor untuk ikut serta ke dalam unjuk rasa.

Nilai-nilai pada suatu gerakan berawal dari nilai individu yang dilebur ke dalam nilai kolektif agar menghasilkan solidaritas antar satu dengan yang lain, individu melakukan tindakan tersebut karena berasal dari rasa emosional dalam dirinya. Warga Lakardawo yang tergabung ke dalam Green Woman merasakan nasip yang sama dan ingin mengekspresikan kekesalannya karena PT PRIA telah merusak lingkungan Desa Lakardawo yang terdiri dari lima dusun. Setiap unjuk rasa yang dilakukan oleh Green Woman membuktikan bahwa gerakan ini telah menghasilkan solidaritas para anggotanya.

Selain itu, nilai-nilai yang berada pada suatu gerakan diekspresikan melalui tujuan dan dijadikan sebagai strategi gerakan yang akan dilakukan. Tujuan gerakan Green Woman adalah relokasi limbah PT PRIA dan menuntut pabrik tersebut untuk memulihkan kondisi lingkungannya. Keberhasilan suatu gerakan sosial tidak hanya terlepas dari nilai dan budaya yang dimiliki oleh para aktor. Maka dari itu, penulis juga telah menjelaskan diatas, bagaimana strategi yang digunakan Green Woman agar dapat bertahan dengan menggunakan pendekatan Resource Mobilization Theory. Strategi dalam gerakan sosial penting karena untuk memobilisasi tindakan kolektif yang terkontrol dan terorganisir dengan baik.

Penulis: Muhammad Ijlal Rafi

Editor: Muhammad Ijlal Rafi


Referensi

[1] Dady, Hidayat. 2012. “Gerakan Dakwah Salafi Di Indonesia Pada Era Reformasi.” Sosiologi MASYARAKAT 17, No. 2:115–33.

[2] Manalu, Dimpos. 2007. “Gerakan Sosial Dan Perubahan Kebijakan Publik.” 18(1):27–50.

[3] Porta, Della, Donatella, and Mario Diani. 1999. Social Movements:An Introduction. Oxford: Blackwell. Oxford: Blackwell.

[4] Eka Wahyu. 2018. Warga Lakardowo, Mojokerto, Bertarung Melawan Limbah B3. Jawa Timur. Diakses pada 17/04/2020 di halaman: http://walhijatim.or.id/2018/08/warga-lakardowo-mojokerto-bertarung-melawan-limbah-b3/

[5] Norhadini Karina. 2020. Demo Di Pengadilan, Warga Mojokerto Minta PT PRIA Tidak Timbun Limbah B3. Diakses pada 17/04/2020 di halaman: https://jatimnet.com/demo-di-pengadilan-warga-mojokerto-minta-pt-pria-tidak-timbun-limbah-b3 diakses pada 17/04/2020

[6] Riski Petrus. 2016. Resahnya Masyarakat Lakardowo Akan Limbah B3. Surabaya. Diakses pada 17/04/2020 dihalaman: https://www.mongabay.co.id/2016/07/19/resahnya-masyarakat-lakardowo-akan-limbah-b3/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Life Hack Selengkapnya
Lihat Life Hack Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun