Mohon tunggu...
M Ijlal Rafi
M Ijlal Rafi Mohon Tunggu... Lainnya - Sociological Imagination

Jakarta State Islamic University

Selanjutnya

Tutup

Life Hack

Bersatunya Warga Lakardawo

26 April 2020   19:45 Diperbarui: 3 Juni 2022   18:56 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pendekatan Resource Mobilization Theory (Teori Mobilisasi Sumber Daya)

Resource Mobilization termasuk ke dalam teori new social movements yang muncul sebagai respon dari teori gerakan lama seperti Political Opportunity karena kurang komprehensif dalam menjelaskan gerakan sosial temporer yang berkembang sampai saat ini. Kali ini penulis akan menganalisis bagaimana strategi Resource Mobilization mempertahankan gerakan Green Woman untuk menuntut PT PRIA agar segera menghentikan operasinya. Gerakan ini termasuk ke dalam new social movements berbasis pada isu lingkungan, karena Green Woman yang mengatasnamakan desa Lakardawo merasa dirugikan akibat pengolahan limbah B3 PT PRIA yang merusak lingkungan desa tersebut. Sudah sepuluh tahun gerakan ini dipertahankan, tidaklah mudah untuk menjalankan aksi kolektif Green Woman demi mendobrak perubahan yang mereka inginkan. Demi mewujudkannya, dibutuhkan sumber daya yang mumpuni agar tujuan yang dicita-citakan pun tercapai.

Pendekatan mobilisasi sumber daya adalah organisasi-organisasi gerakan memberikan struktur mobilisasi yang sangat krusial bagi aksi kolektif dalam bentuk apapun. Singkatnya, pendekatan ini menyatakan gerakan sosial muncul sebagai konsekuensi dari bersatunya para aktor dalam cara-cara yang rasional, mengikuti kepentingan-kepentingan mereka, dan adanya peran sentral organisasi serta para kader dan pemimpin ‘professional’ untuk memobilisasi sumber-sumber daya yang ada pada mereka [2]. Green Woman berawal dari kaum perempuan dan ibu-ibu Desa Lakardawo yang resah karena sulitnya mendapatkan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga. Mereka harus membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, kondisi lingkungan yang semakin parah telah membuat kaum pria dan warga Lakardawo dari lima dusun yaitu Dusun Sambigembol, Dusun Kedung Palang, Dusun Sumber Wuluh, Dusun Selang dan Dusun Greol bergabung ke dalam gerakan Green Woman.

Selain itu, para petani Lakardawo juga merasakan dampak dari beroperasinya PT PRIA, kesuburan lahan mereka telah terkontaminasi oleh limbah B3 sehingga membuat kualitas dan kuantitas panen mereka menjadi menurun. Sehingga hal ini berakibat pada ekonomi para petani. Mereka bersatu melakukan setiap unjuk rasa yang dilakukan untuk menuntut hak nya yang telah direnggut dan mempunyai kepentingan untuk mendapat lingkungan tempat tinggal yang layak. Kerugian yang dirasakan semua warga Lakardawo digunakan Green Woman sebagai strategi untuk memobilisasi massa. Bersatunya warga Lakardawo adalah bentuk dari tindakan rasional demi keuntungan yang akan mereka dapat, yaitu relokasi limbah dan pemulihan kondisi lingkungan sehingga kehidupan mereka akan kembali seperti sediakala.

Strategi aksi dari Green Woman berhasil mengundang perhatian Direktur Eksekutif Ecoton sebagai Lembaga swadaya masyarakat yaitu Prigi Arisandi untuk terlibat dalam kajian mengenai kondisi lingkungan Lakardawo. Dengan jaringannya, Ecoton pun mengajak tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Colorado State University untuk ikut terlibat dalam kajian tersebut. Bahkan Direktur Geospasial Centroid di Colorado State University yaitu Melinda, akan membantu Green Woman untuk mendapatkan hak nya dengan menghubungkan organisasi internasional yang bersedia membantu permasalahan warga Lakardawo.

Dalam hal ini gerakan sosial memang membutuhkan pemimpin profesional untuk memobilisasi sumber daya yang mereka punya agar perubahan yang diinginkan dapat terwujud. Peran pemimpin dalam gerakan sosial sangatlah penting, karena ia yang mengatur sumber daya dalam kelompoknya agar dapat dikerahkan secara maksimal. Strategi yang digunakan akan menentukan keberhasilan gerakan Green Woman. Beberapa anggota dari Green Woman juga telah menggunakan jaringannya untuk menggaet lembaga-lembaga yang bergerak di isu lingkungan. Hal ini dilakukan untuk membantu dan memudahkan mereka menempuh jalur-jalur yang membuat tuntutannya terpenuhi.

Kerangka resources mobilization ini menjelaskan dua aspek sekaligus. Pertama, mengenai sumberdaya fisik, non-fisik, ataupun finansial yang dimiliki oleh sebuah gerakan seperti bangunan, uang, pengetahuan, atau keahlian tertentu. Sumber daya tersebut bisa dikontrol baik secara individual maupun kolektif oleh kelompok. Kedua, mobilisasi merupakan suatu proses tak terpisahkan yang para aktornya berusaha memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki untuk mencapai tujuan dari gerakan [1]. Lembaga-lembaga yang mendukung gerakan Green Woman telah melakukan penelitian pada air yang tercemar di Desa Lakardawo dan meminta masyarakat untuk mendata dan mendokumentasikan setiap perstiwa yang terjadi. Data tersebut akan dijadikan sebagai bukti dan diserahkan kepada semua tingkat pemerintah agar segera dilakukan penindakan terhadap PT PRIA.

Green Woman menjadikan warga nya sebagai sumber daya yang selalu di kerahkan untuk melakukan unjuk rasa dan menuntut PT PRIA melalui tingkat desa, kabupaten, provinsi sampai pusat, walaupun sampai tahun 2020 aksi tersebut belum membawakan hasil yang maksimal. Green Woman juga pernah melakukan aksi di depan Istana Negara, karena tuntutan mereka pada semua tingkat pemerintahan tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Mereka berkali-kali melakukan unjuk rasa dan menuntut PT PRIA melalui Lembaga terkait yang bertanggung jawab atas kondisi lingkungan mereka seperti Komnas HAM, DPRD Kabupaten dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Tercatat, pada bulan Februari 2018 beberapa perwakilan warga melakukan aksi di Jakarta, tepatnya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kantor Staf Presiden (KSP). Lalu, pada bulan April 2018 mereka juga mendatangi Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur di Surabaya. Tetapi semuanya hanya sebatas janji, tidak ada upaya yang signifikan untuk menuntaskan kasus limbah B3 ini [4]. Bahkan sampai tahun ini, karena tuntutannya belum dipenuhi membuat ratusan massa Desa Lakardawo menggelar doa bersama mengawal sidang kasus gugatan limbah bahan beracun berbahaya (B3) yang dilayangkan warga ke PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) di depan Pengadilan Negeri Mojokerto pada hari Kamis 30 Januari 2020 [5].

Unjuk rasa berkali-kali dilakukan Green Woman karena tidak puas atas respon yang diberikan oleh Lembaga terkait. Dalam melakukan aksinya, Green Woman membutuhkan massa agar tuntutan mereka di dengar. Unjuk rasa yang dilakukan oleh pemimpin dan anggota Green Woman telah membuktikan bahwa mereka bersedia untuk mengerahkan sumber daya yang dimiliki seperti waktu, tenaga, materi, pengetahuan, dan jaringan. Gerakan ini telah melakukan strategi untuk mengontrol sumber daya secara maksimal agar dapat mempertahankan aksi kolektif yang dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Life Hack Selengkapnya
Lihat Life Hack Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun