Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mudik dan Pulang Kampung, Permainan Bahasa ala Pak Jokowi

23 April 2020   15:05 Diperbarui: 23 April 2020   16:09 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama, pulang kampung dalam peristiwa merebaknya wabah korona dimaknai sebagai pulang kampungnya beberapa warga di Jakarta karena mereka tidak bisa bekerja lagi. Dalam hal ini pemerintah tidak melarang. Mengapa? Karena jika dilarang, demikian argumentasi Jokowi, mereka justru rentan saling menulari satu sama lain.  

Di Jakarta, para pekerja yang kena PHK ini, tinggal dalam kamar-kamar sewaan. Dalam satu kamar, bisa lebih dari empat orang. Tinggal berimpit-impitan dalam satu kamar, memang rentang saling menulari satu sama lain.  Selain itu, harapan masih bisa bekerja, lebih terbuka jika mereka pulang kampung. Mereka bisa garap sawah atau bantu orang tua kerja di ladang. 

Sementara mudik menurut Jokowi adalah mereka yang ingin pulang kampung selama Ramadhan dan menjelang lebaran. Mereka yang ingin mudik ini bukan hanya yang sudah di PHK, tetapi juga warga umum. 

Mereka ingin pulang, karena ingin bersama dengan keluarga, bersilaturahmi dan merayakan lebaran bersama. Di samping itu ingin menjauhi Jakarta yang semakin dikepung oleh wabah korona.

Untuk hal tersebut, mulai tanggal 24 April, Jokowi sudah menetapkan larangan mudik. Jika mudik dibiarkan, maka menurut data yang dimiliki Jokowi, ada jutaan orang yang bisa tersebar ke daerah-daerah dan bisa menjadi pemantik tersebarnya virus corona itu ke berbagai tempat. Arus mudik yang besar akan  membuat penyebaran virus semakin eksponensial.

Kedua; pembedaan pulang kampung dan mudik dari Jokowi, berarti  pemerintah memberi kesempatan pulang kampung bagi warga yang terdampak PHK, tetapi menutup kemungkinan pulang kampung bagi mereka yang sekedar hanya ingin mudik belaka.

Dengan mengulur waktu beberapa saat larangan mudik secara total, maka pemerintah memberi kesempatan untuk pulang secara bertahap bagi mereka yang memang kesulitan jika tinggal di Jakarta dan sekitarnya.

Pembedaan mudik dan pulang kampung ala Jokowi ini, dengan demikian, merupakan satu kebijakan dari pemerintah untuk mencegah penyebaran corona, sekaligus memberi peluang bagi masyarakat yang terdampak PHK agar tidak terkatung-katung tinggal di kota. 

Tetapi tentu pemerintah harus memastikan, yang pulang kampung tersebut masih bisa betul-betul dipantau. Yang sehat dikarantina mandiri dan yang bergejala dikarantina khusus.

Apakah ada gunanya? Tentu saja ada gunanya. Tetapi catatannya, pembedaan mudik dan pulang kampung itu diikuti dengan kebijakan yang jelas dan terukur. 

Bagi saya dan mungkin juga masyarakat lainnya, dalam situasi pandemi corona ini, kita hanya menunggu kebijakan yang gamblang, terukur dan satu komando. Tidak peduli mau membedakan mudik atau pulang kampung. Juga tidak hirau kebijakan itu mau mudik ke hulu atau hilir ke muara, yang terpenting adalah kejelasan dan kesigapan.  Bukankah kata pepatah: "Ke mudik tentu hulunya, ke hilir tentu muaranya." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun