Hasilnya ...? Pertama-tama membuat kebingungan yang mendengarnya, apalagi jika yang mendengar itu terbiasa dengan nalar mainstream. Lihatlah! Betapa bingungnya para sejarawan mendengar penuturan Rangga. Sering kali, Â beberapa narasumber lain di acara talk show ILC harus geleng-geleng kepala mendengar penjelasan Rangga yang dirasanya tidak masuk akal.Â
Kebingungan, Â menjadikan posisi saat itu berganti. Yang sebelumnya menjadi subjek, kini menjadi objek. Bahkan dalam pengalaman saya bertemu dengan komunitas lokal, jika saya bingung mendengar narasi mereka, maka mereka malah tertawa. Menertawakan saya. Dan kata Mark Twain; "Tertawa itulah senjata yang paling ampuh. Menghadapi orang tertawa tidak ada yang mampu bertahan."
Cara-cara yang dilakukan oleh komunitas lokal dengan mengalih tempatkan antara yang pusat dan lokal, serta membangun narasi tandingan, adalah bagian dari cara-cara menyiasati dominasi dari luar.
Dengan cara itu, Â keyakinan, tradisi, kebiasaan hidup sehari-hari bisa dijaga kelangsungannya. Dengan narasi tandingan itu, masyarakat di komunitas lokal ditegaskan kesetiaannya pada lembaga-lembaga lokal dan dikukuhkan keyakinannya pada nilai-nilai yang selama ini mereka perpegangi.Â
Boleh dibilang, cara ini adalah salah satu perlawanan dari komunitas lokal terhadap dominasi kelompok, ajaran, atau negara tertentu. Mereka tidak melawan dengan melakukan pengerahan massa, turun aksi, atau melakukan benturan fisik. Perlawanan mereka melalui kebudayaan yang merupakan bagian dari hidupnya sehari-hari. Itulah sebabnya James C. Scott menyebutnya Every day form of resistance.
Namun benarkah, Sunda Empire ini adalah perlawanan kebudayaan? Betulkah persis sama dengan yang dilakukan oleh banyak komunitas lokal di berbagai penjuru Nusantara? Saya tidak bisa langsung memastikannya, karena saya tidak pernah menelitinya secara langsung.
Apalagi, konon, di belakang Sunda Empire ini, ada tokoh-tokoh yang merekayasa dengan kepentingan tertentu. Kalau sudah begitu, tentu penjelasannya menjadi berbeda.Â
Sekali lagi, saya hanya lamat-lamat  merasakan hal yang sama ketika mendengar tuturan-tuturan dari komunitas lokal dan mendengarkan penjelasan dari salah satu pentolan Sunda Empire ini. Beberapa tindakan pentolan Sunda Empire yang lain, seperti mengedit foto, mengubah redaksi wikipedia  dan kebohongan yang disengaja, tentu saja tidak bisa dibenarkan dan jelas itu bukanlah bentuk perlawanan kebudayaan.
Apalagi, kalau seperti Keraton Agung Sejagat yang konon memungut uang dari anggotanya, tentu tidak bisa lagi dibiarkan. Singkatnya jika melakukan tindakan kriminal, ya...harus ditangkap.
Walhasil, kalaupun akhirnya kita mengambil kesimpulan bahwa Sunda  Empire yang ingin membangun imperium dunia hanyalah contoh-contoh orang yang berhalusinasi, maka hal yang sama juga kita harus tujukan pada mereka yang sedang bermimpi membangun imperium menguasai seluruh dunia berdasarkan agama tertentu. Keduanya, boleh jadi, tidak jauh berbeda.
Wassalam.