Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Sarung Lusuh dan Kopiah Usang Doja Badollahi

19 April 2018   15:18 Diperbarui: 21 April 2018   05:53 3680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mas Rio...! Lalu lelaki mabuk itu merasa perempuan itu mendekapnya. Mengusap parasnya yang berkelukuran dengan lembut.

"Aduh gusti...mas Rio terluka". Kembali terdengar suara  perempuan itu. Lirih sekaligus sendu.  Dalam sinar lampu serambi yang temaram dan dalam keadaan kesadaran nyaris hilang, samar-samar Rio, lelaki yang mabuk ini melihat mata perempuan itu berembun. Dirasakannya dua tangan mendekapnya erat. Lalu ia pun terjatuh dalam kesadaran yang gelap.

Rio terbangun kala suara azan mengilik-ngilik telinganya. Awalnya dia mengira masih subuh, segera Rio akan menarik lagi selimutnya. Tapi cahaya menyilaukan tepat jatuh di matanya. "Sial perempuan celaka itu sengaja membuka gorden agar aku bangun lebih pagi." rutuknya. Namun setelah  matanya semakin terbiasa dan ia semakin cermat dengan keadaan sekelilingnya barulah ia sadar bahwa cahaya itu menyeruak dari lubang udara di kamarnya.

Rio melirik jam weker di meja. "Ah sudah jam setengah satu rupanya, tadi itu ternyata azan zuhur." Gumamnya sambil bangkit dari tempat tidur. Dilihatnya di atas meja itu ada segelas kopi susu dengan sepiring pisang goreng. Di sebelahnya tergeletak secarik kertas. Dengan malas ia meraihnya. "Aku keluar sebentar mas, mau belanja untuk keperluan dapur. Kita makan siang bersama ya...mas!" begitu pesan di kertas itu. Seakan tidak peduli Rio mencampakkan kertas itu begitu saja. Lalu ia mulai merasakan perih di wajahnya. Ia memandang ke kaca. Parasnya tampak berkelukuran di beberapa tempat. Tetapi luka-luka itu sudah dibersihkan dan diberi obat merah. Rio tahu yang melakukan semua itu pasti Lastri, perempuan sama yang datang mendekapnya semalam saat ia hilang kesadaran karena mabuk.

Lastri adalah istrinya. Dia pungut dari keremangan malam. Tapi dalam dasar hati yang paling dalam, Rio tidak ada maksud untuk menjadikannya istri yang sesungguhnya. Menikahinya hanyalah agar dia bisa hidup serumah dengan perempuan cantik itu. Menggumuli tubuhnya sekaligus menikmati hartanya. Menurut Rio, harta itu pasti diperoleh Lastri dari melacur.

Sejatinya Rio tahu, bahwa sejak menjadi istrinya. Lastri telah berusaha keras jadi istri yang baik. Melayaninya dengan sepenuh hati, memasang bajunya, memakaikan sepatunya, bahkan kadang harus terpontang-panting mencarikan rokok, jika ia sedang ingin merokok sementara rokoknya habis di kantong.

Setiap Rio datang paras Lastri selalu cerah. Senyumnya selalu membayang walau Rio datang sambil melempar sepatu dan membanting tasnya karena kesal. Bahkan Lastri pun akan menyambutnya dengan sepenuh hati walau Rio datang dalam keadaan mabuk. Seperti kejadian semalam.

Tapi Rio bergeming. Hatinya tetap beku. Di matanya Lastri hanyalah seorang pelacur. Tak lebih. Ia bisa mendapatkan di tempat yang lain jika ia mau. Dan satu hal...inilah yang paling sering membuatnya naik pitam...! Perlahan pandangan Rio merayap mengamati sekelilingnya. Begitu mata Rio jatuh  di lantai kamar itu, pandangannya membentur sehelai sajadah dengan kopiah hitam dan sarung biru tua. "Menyebalkan!" Rutuk Rio dalam hatinya.

Selalu begitu. Kadang kopiah hitam dan sarung biru itu diletakkan di meja sebelah tempat tidurnya. Begitu bangun,  dua barang yang selalu disebutnya "barang sialan" itulah yang jatuh dalam pandangannya. 

Kadang pula kopiah dan sarung biru itu terongok di atas meja tamu. Diletakkan sedemikian rupa, sehingga jika Rio membuka pintu, dua barang itu pulalah yang mula terpandang olehnya. Rio tahu pasti, Lastri yang melakukannya.

"Maumu apa meletakkan songkok dan sarung sialan ini? Kau ingin saya salat...hah...! Ingin aku tobat. Uruslah dirimu ! Kau tidak lebih baik dari saya. Melacur itu pekerjaan sampah, lebih tengik dari saya yang pemabuk ini." bentak Rio suatu saat dengan geram. Dibentak seperti itu Lastri hanya diam. Kepalanya tertunduk. Tapi tak satu pun kalimat keluar dari mulutnya. Kalau pun akhirnya Lastri bicara Ia hanya akan berucap "Kau benar, saya hanya pelacur. Tak lebih baik darimu, bahkan jauh lebih nista." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun