Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kala Umat Islam Merayakan Tahun Baru

31 Desember 2017   13:52 Diperbarui: 26 Februari 2018   07:29 6784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika ditilik dalam sejarah, beberapa ajaran Islam; seperti menggunakan jilbab, menggunakan cadar (jika ada yang anggap tradisi Islam) dan menyunat adalah ajaran dari agama Yahudi. Islam kemudian melanjutkan ajaran ini. Singkat kata Islam tidak melarang mengikuti tradisi yang baik dari bangsa dan agama lain sejauh tradisi itu adalah sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi umat. Untuk apa Nabi menyuruh kita belajar jauh-jauh ke negeri Cina, kalau bukan untuk menimba pengetahuan positif yang mereka miliki ?

Lantas bagaimana dengan perayaan tahun baru Masehi ?. Merayakannya dengan melakukan hal-hal positif tidaklah masalah. Tapi kan tidak ada ajaran dalam Islam ? Siapa bilang ? Islam membolehkan mengambil suatu kebiasaan dalam masyarakat yang dianggap baik. Dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Ahmad, Nabi menyatakan begini :

"Apa yang oleh kaum muslimin dipandang baik, maka baik pula menurut Allah."

Itulah mengapa dalam Islam dikenal salah satu cara penentuan hukum syariat melalui al-urf . Al-Urf ini adalah kebiasaan yang baik dalam masyarakat. Al-Sarkasih menyatakan:

"Yang ditetapkan oleh urf sama dengan yang ditetapkan oleh nash.".

Parafrase Al-Sarkasih ini kemudian menjadi semacam magnum opus dalam fikih tentang kebolehan kaum muslim bersandar pada kebiasaan atau tradisi yang baik.

Tapi, jika kita perhatikan banyak perayaan menyambut tahun baru itu yang mudarat ?

Maka berlakulah Qaedah yang lain: "Mempertahankan tradisi yang lama yang bagus dan mengambil yang baru yang lebih baik". 

Yang baiklah yang kita tetap pertahankan dalam tradisi menyambut tahun baru itu. Misalnya kebiasaan berkumpul dan bersilaturrahim dengan kerabat dan kolega. Silaturrahim itu bisa diselingi  dengan bakar-bakar jagung dan ikan, asal jangan bakar rumahnya saja, zikir bersama menyambut tahun baru, pengajian atau yasinan.  Muhasabah atau tafakkur untuk melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan selama setahun. Semua itu adalah hal-hal yang positif yang patut kita lestarikan.

Sementara hura-hura, berpesta pora menghabiskan uang dan mabuk-mabukan dalam menyambut tahun baru, inilah yang patut kita ubah.  Kalau ada yang menyalakan kembang api ya....tidak apa-apa, toh jika itu menggembirakan mereka setelah melewati penatnya kehidupan setahun lampau apa salahnya.  

Kembali ke soal-soal yang negatif dalam perayaan tahun baru, sekali lagi inilah yang menjadi tugas kita mentransformasinya. Dalam hal ini tirulah cara-cara Nabi, atau jika tidak bisa meniru Nabi, ikuti cara Wali Songo dalam mentransformasi masyarakat Jawa pada masa lalu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun