Beberapa kelompok umat Islam dengan tegas membangun tembok pemisah, kami dan mereka. Kaum Nasrani yang memang memiliki sejarah pertarungan panjang dan intens dengan umat Islam, diposisikan sebagai kelompok lian. Â Ingatan akan perang salib, kedatangan Eropa yang menjajah tapi sekaligus menyiarkan Kristen dipanggil terus-menerus hingga menyesaki benak umat Islam. Â Mereka melupakan bahwa Kristen Indonesia ini adalah Kristen yang sudah menusantara dan bukan lagi Kristen yang Eropa. Â Banyak tokoh-tokoh agama Kristen, seperti Kyai Sadrach telah melakukan pribumisasi Kristen.
Sudah barang tentu dalam menguatnya identitas semacam ini, titik persamaan sedapat mungkin dihilangkan. Sebaliknya perbedaan dipertajam. Â Mengucapkan selamat natal apalagi ikut merayakan natal tersebut, meski hanya seremoninya, dianggap hanya akan mengaburkan batas antara kita dan mereka. Â
Jika benar, alasan yang terakhir inilah yang mendorong maraknya pengharaman ucapan selamat natal, maka jelas persoalannya adalah masalah kekuasaan. Teologi hanya landasan atas keinginan merengkuh kekuasan itu. The will to truth, The will to Power. Â Begitulah Foucault mengingatkan.
Kalau hanya persoalan kuasa dan bukan persoalan teologi, lantas mengapa harus takut mengucapkan selamat natal ?Â
Akhir kata :  "Selamat hari Natal untuk kawan-kawan umat Nasrani " Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H