Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menekuk Agama Lokal

29 November 2017   15:02 Diperbarui: 17 Januari 2018   14:38 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu Bagaimana Setelah Keluarnya Keputusan MK ?

 Lantas apa yang harus dilakukan saat ini setelah keluarnya keputusan MA ?.  Pertama-tama tentu saja berupaya untuk menghilangkan atau merevisi semua kebijakan politik yang dianggap tidak memberikan tempat bagi penghayat agama lokal. Keberadaan mereka harus betul-betul mendapatkan pengakuan yang substansial dari negara. Karena itu, negara harus segera menyusun semacam politic of recognetionyang secara substansial mengakui agama-agama lokal tersebut.

Dalam soal politic of recognetion ini, negara juga harus mempertimbangkan bahwa keyakinan bagi kebanyakan penghayat lokal,  terkait erat dengan alam. Karena itu pengakuan yang sungguh-sungguh baru terpenuhi jika negara juga menjamin untuk melindungi tanah, hutan ataupun air yang menjadi bagian integral dari satu keyakinan penghayat agama lokal tertentu.  Tidak boleh atas nama pembangunan tanah itu diakuisisi, karena pada tanah itu ada keyakinan agama lokal yang turut serta di dalamnya.  Bahkan jika perlu tanah-tanah yang disakralkan oleh penghayat agama lokal tapi telah dianeksasi oleh perusahaan tertentu, harus dikembalikan.

Setelah politic of recognition, negara juga perlu mempertimbangkan politic of distribution. Dalam konteks tersebut negara sudah harus mulai mempertimbangkan bagaimana pelayanan terhadap agama lokal yang ada di Indonesia yang jumlahnya sangat banyak itu.  Tentu dalam hal-hal pelayanan ini, negara harus mempertimbangkan berbagai hal-hal yang berbeda yang ada pada agama-agama lokal dibanding dengan agama-agama yang menginternasional. Karena itu politic of recognition dan politic of distribution ini harus dibarengi dengan politic of differentiation (Kebijakan yang membedakan).

Selain yang terkait dengan kebijakan negara, hal lain yang patut menjadi perenungan kita adalah kondisi keberagamaan komunitas lokal tertentu yang menjadi basis penghayat agama lokal hari ini.  Selama ini sebagian penghayat lokal, seperti Towani-Tolotang di Sidrap (Sul-sel) telah memilih untuk menjadi bagian dari agama Hindu. Sebelumnya tentu saja hal ini adalah siasat mereka untuk menghindari tindakan koersif negara dan kelompok agama tertentu. Belakangan setelah memilih memeluk agama Hindu, banyak di antara mereka justru menjadi tokoh-tokoh penting dari agama itu. Melalui Hindu pulalah selama ini mereka mendapatkan pelayanan yang memadai dari negara.

Dengan pertimbangan itu, beberapa di antara mereka merasa tidak penting lagi untuk secara resmi, misalnya, mencantumkan agama Hindu di KTP. Apalagi jika pencantuman itu sendiri tidak diiringi dengan pelayanan sebagaimana yang mereka rasakan selama ini setelah memeluk agama Hindu.

Untuk kasus seperti Towani-Tolotang ini harus bisa melihatnya secara jeli, apakah penting pencantuman agama lokalnya di KTP atau tidak ?. Kalau di antara mereka ada yang merasa tidak penting, maka hak mereka juga semestinya dilindungi. Jangan sampai atas nama kelompok atau komunitas lantas hak mereka diabaikan. Inilah yang disinyalir Kymlica (2003) sebagai internal restriction , pembatasan hak-hak individu secara internal, demi kepentingan kelompoknya.    Seturut dengan itu Amartya Sen menandaskan betapa pun pentingnya menghargai hak-hak komunal, namun tidak berarti secara otomatis aturan kelompok atau kebiasaan yang sudah mentradisi harus diprioritaskan melebihi hak individu seseorang (Amatya sen, 2006).  

Di tempat-tempat lain seperti Dayak yang banyak memeluk Kristen atau Katolik, Tanah Toa Kajang (Sul-sel) yang sudah memeluk Islam, tidak harus dipaksakan untuk mencantumkan identitas agama lokalnya di kolom agama pada KTP.  Sebaliknya di saat yang sama, jika ada orang per-orang di komunitas itu yang menginginkan untuk mencantumkan agama lokalnya di kolom agama,  juga tidak boleh dilarang.  Tegasnya kita bisa katakan, pilihan untuk mencantumkan agama lokal pada kolom agama di KTP adalah pilihan individu, bukan atas nama kelompok atau komunitas.

Dalam konteks inilah dibutuhkan peran negara atau para pendamping penghayat agama lokal di tiap-tiap komunitas untuk mengawasi dan mengatur proses-proses tersebut. Sebab boleh jadi di internal komunitas penghayat agama lokal itu sendiri muncul friksi-friksi  mengenai hal ini.

Di sisi yang lain, peluang penghayat lokal mencantumkan agamanya di KTP,  bisa pula memunculkan ketegangan dengan enam agama yang sudah ada sebelumnya. Pada enam agama (resmi) itulah komunitas penghayat agama lokal ini telah membaurkan keyakinan.  Enam agama yang sudah diakui itu, bisa jadi tidak ingin melepaskan umat-umat dari para penghayat agama lokal yang sudah terintegrasi dengan mereka. 

Yang paling terkena dampak dari kebijakan ini adalah agama Kristen atau pun Katolik. Dua agama inilah yang paling banyak dianut oleh penghayat agama lokal di Indonesia.  Hal ini terkait dengan kebijakan zaman kolonial, di mana ada restriksi penyebaran agama di tempat-tempat yang penduduknya mayoritas memeluk agama tertentu, tapi memberikan kelonggaran pada Kristen atau Katolik untuk menyiarkan agama di komunitas yang masih menganut agama lokal.   Maka pada saat itu kawasan yang dihuni oleh para penghayat agama lokal menjadi sasaran aneksasi spiritual,  demikian istilah Anas Saidi (dkk), oleh agama Kristen dan Katolik (Anas Saidi, 2004). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun