Mohon tunggu...
iis zatnika
iis zatnika Mohon Tunggu... Freelancer - Mari merayakan hari

iis zatnika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Relawan, Merawat Indonesia

16 Februari 2019   10:32 Diperbarui: 16 Februari 2019   11:59 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalanan Jakarta yang lengang di tengah malam, dimanfaatkan Yudiantho buat beraksi. Sebelah lengannya memegang magnet bundar seberat hampir 1 kilogram yang digantung dengan tambang. Ia berjalan hampir 1 kilometer tepat di muka Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Belum satu jam, magnet itu kian berat, bertambah sekitar 400 gram, berkat paku-paku aneka ukuran, sebagian besar telah dimodifikasi hingga ujungnya bisa ajeg menghadap ke atas. "Ini masih terhitung sedikit, di satu lokasi kadang-kadang bisa mencapai lebih dari satu kilogram," ujar pemuda yang akrab disapa Ian.

Seusai memarkir motor di sebuah halaman rumah kosong di kawasan Pejompongan, Ian yang bertugas sebagai humas Relawan Ranjau Paku alias Gerakan Bersih Ranjau Paku (GBRP) itu melaksanakan aktivitas rutin yang ia lakukan rutin, hampir seminggu sekali. Ia berjalan di tepi dan terkadang. Jika lalu lintas dirasa aman, hingga berjalan hingga ke tengah jalan, menenteng magnet, membersihkan paku-paku yang disebar orang tidak bertanggung jawab. Sebagian menyasar kendaraan roda empat, lazimnya buat melakukan perampokan, tapi mayoritas ditujukan buat sepeda motor agar bannya bocor.

"Karena libur, rute saya hari ini, dari BPK, ke Ancol, di kolong tol Ancol Timur, lalu ke depan Green Parmuka, Cipinang Indah, Gatot Subroto, MT Haryono, ke depan Vila Melati Mas Tangerang, baru pulang ke Kedoya," ujar Ian yang bersama kawan-kawan di komunitasnya terbiasa menyebut kegiatan itu 'operasi.'

Rutin melakukan kegiatan relawan sendirian. Ian mengaku mesti pintar membagi waktu melakukan kerja sosial diantara pekerjaannya di perusahaan ekspedisi dan menjadi pengemudi ojek daring yang ia lakukan rutin minimal 4 jam setiap harinya.

"Kami punya anggota aktif 15 orang, sebagian besar ojek online, tapi juga kemudian bergabung pengemudi dari operator lain, hingga kepolisian. Tapi kalau yang tergabung di grup WhatsApp ada 80-an, mereka kebanyakan memberi info daerah rawan," ujar Ian yang mengaku gerakan ini dimulai pada 2004 oleh dua pengemudi peraih Go-Jek Award 2017 bergelar si Penggiat Sosial tanpa Pamrih, Rizky dan Papang.

Berbagi titik rawan
Agenda kegiatannya, operasi sebulan sekali diikuti kopi darat, sebulan sekali di akhir bulan. "Lokasinya berganti-ganti karena sampai saat ini yang kami bisa identifi kasi ada 30 yang tersebar di Jabodetabek, dan kini bertambah ada empat lokasi baru yang kami dapat dari hasil laporan anggota dan masyarakat. Kalau dihitung kami bisa jalan lebih dari 1 kilometer, inilah yang bisa kami lakukan untuk membantu orang lain."

"Kami kuat-kuatan dengan oknum, yang bukan cuma merugikan materil, tenaga dan waktu, tapi juga sampai mengorbankan nyawa, seperti yang terjadi pada pengemudi perempuan di Pancoran, yang kasusnya jadi pemicu gerakan ini." Selain bergerak di jalan, sendirian maupun bareng-bareng, mereka rutin bergiat melakukan sosialisasi. "Terakhir, sebelum puasa, di bundaran Monas pada saat car free day," kata Ian yang mengaku berkawan baik dengan kepolisian untuk memastikan keamanan mengingat besarnya risiko, terutama dari orang yang sengaja menyebarkan paku. Kendati begitu, Ian mengaku tak gentar, magnet dan setiga pengaman yang biasa ia gunakan saat beraksi tak pernah turun dari motornya.

Mengawal ambulans
Bukan cuma memerangi paku, Ian tergabung dalam Indonesia Escorting Ambulance (IEA), komunitas pengendara motor, sebagian juga pengemudi ojek, yang akan spontan dan swadaya bergerak mengawal ambulans untuk mencarikan rute terlancar dan menembus kepadatan kendaraan.

"Semalam, saya baru antar ambulans dari RS Fatmawati ke RS Kramat Jati ketika habis mengantar penumpang, di sekitar Fatmawati, lihat ambulans, koordinasi dengan supirnya dan kemudian mengawal pasien tersebut," ujar Ian yang mengaku bersama 30 relawan IEA lainnya kerap bertukar teknik agar ambulans dan pengemudi motor, tetap aman.

"Saya memang senang jalan, ngojek itu seperti hobi yang dibayar, nah kegiatan di komunitas itu semuanya juga berhubungan dengan aktivitas berkendara," ujar Ian yang juga tergabung dalam Jupiter Mx Community yang salah satu aktivitasnya adalah kampanye berkendara aman.

Relawan yang berbahagia
Aksi kerelawanan yang dilakukan Ian dan para pemotor lainnya, seperti yang dikupas esai NKRI Bersyariah Atau Ruang Publik Yang Manusiawi? Karya Denny JA, pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI), adalah salah satu komponen penanda kebahagiaan warga. Selain tentunya, kebutuhan dasar yang tercukupi, ekonomi dan pendidikan serta pemerintahan yang bersih dan kompeten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun