Mohon tunggu...
Iis Susiawati Abdullah
Iis Susiawati Abdullah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Praktisi Pendidikan

Pendidikan dan Lingusitik

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Membedah Karya Sastra Melalui Lensa Teori Intrinsikalitas: Pendekatan Formalisme, Strukturalisme Murni, dan Aliran Sastra

23 Januari 2025   07:53 Diperbarui: 23 Januari 2025   07:54 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritik sastra adalah suatu proses analisis dan penilaian terhadap karya sastra dengan menggunakan berbagai teori dan pendekatan untuk memahami makna dan struktur yang terkandung di dalamnya. Melalui kritik sastra, pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pesan yang disampaikan oleh penulis, serta cara penulis menyusun elemen-elemen dalam karya sastra tersebut. Kritik sastra tidak hanya terbatas pada penilaian estetika, tetapi juga mencakup analisis tentang bentuk, gaya, tema, dan hubungan antar elemen dalam teks. Oleh karena itu, pemahaman terhadap teori-teori sastra yang relevan sangat penting dalam menganalisis karya sastra secara komprehensif (Luxemburg et al., 1984).

Artikel ini akan memfokuskan diri pada kritik sastra yang berbasis pada teori intrinsikalitas sastra, yaitu pendekatan yang menganalisis karya sastra dari dalam, tanpa terlalu bergantung pada konteks eksternal seperti biografi penulis atau latar belakang sosial budaya. Pendekatan ini menilai karya sastra melalui elemen-elemen internalnya, seperti bahasa, struktur, simbol, dan tema yang ada dalam teks itu sendiri (Pradopo, 2007). Dengan demikian, kritik sastra berbasis intrinsikalitas lebih menekankan pada analisis terhadap bagaimana karya sastra dibangun dan bagaimana elemen-elemen dalam karya tersebut saling terkait untuk menciptakan makna (Wellek & Warren, 1993).

Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai kontribusi tiga teori utama dalam kritik sastra: Formalisme, Strukturalisme Murni, dan Aliran Sastra. Masing-masing teori ini memiliki pendekatan unik dalam menafsirkan karya sastra. Teori Formalisme menekankan pada pentingnya bahasa dan bentuk dalam karya sastra, Strukturalisme Murni fokus pada hubungan antar bagian dalam teks, dan teori Aliran Sastra melihat karya sastra dalam konteks aliran atau periode tertentu (Abrams, 1999). Dengan memahami ketiga teori ini, pembaca diharapkan dapat mengapresiasi karya sastra dengan cara yang lebih mendalam dan sistematis, serta memperkaya perspektif dalam kritik sastra (Semi, 1993).

Teori Formalisme (Stilistika/Balaghah)

Teori Formalisme dalam kritik sastra merupakan pendekatan yang menekankan pada elemen-elemen internal dalam karya sastra, khususnya bahasa dan gaya (stilistika). Fokus utama teori ini adalah bagaimana penulis menggunakan bahasa sebagai alat untuk membangun struktur dan mengkomunikasikan makna. Dalam kritik sastra formalistik, karya sastra dilihat sebagai objek yang independen yang dapat dianalisis berdasarkan elemen-elemen formal yang ada di dalamnya, seperti struktur kalimat, pilihan kata, ritme, serta teknik-teknik lain yang membentuk bentuk dan gaya penulisan (Wellek & Warren, 1993). Dengan pendekatan ini, karya sastra diperlakukan sebagai sistem yang utuh, di mana setiap bagian saling berkaitan dan tidak hanya bergantung pada konteks eksternal atau biografi penulis (Abrams, 1999).

Dalam tradisi sastra Arab, teori Formalisme sering kali berhubungan erat dengan konsep balaghah, yaitu ilmu kesusastraan yang menelaah keindahan dan keefektifan penggunaan bahasa. Balaghah memfokuskan pada kemampuan bahasa untuk mempengaruhi emosi pembaca atau pendengar melalui penggunaan gaya bahasa yang tepat, seperti metafora, majas, dan struktur kalimat yang unik. Dalam balaghah, keindahan bahasa bukan hanya terletak pada makna yang disampaikan, tetapi juga pada cara penyampaian itu sendiri. Oleh karena itu, balaghah sangat relevan dalam kritik sastra formalistik karena keduanya sama-sama menghargai estetika dan kompleksitas bahasa sebagai unsur utama dalam karya sastra (Rahman, 2002).

Aplikasi teori Formalisme dalam kritik sastra dapat dilihat dalam analisis terhadap struktur dan penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra. Misalnya, seorang kritikus sastra formalistik akan menganalisis bagaimana penulis menggunakan teknik tertentu, seperti aliterasi, asonansi, atau penggunaan irama dalam puisi, serta bagaimana hal tersebut berkontribusi pada makna yang ingin disampaikan (Pradopo, 2007). Dalam prosa, analisis formalistik bisa mencakup pengamatan terhadap bagaimana penulis menyusun kalimat dan paragraf untuk membangun suasana atau menggambarkan karakter, serta bagaimana struktur naratif memengaruhi alur cerita.

Sebagai contoh penerapan teori Formalisme dalam sastra Indonesia, kritik terhadap puisi Aku karya Chairil Anwar dapat melihat bagaimana penggunaan kata-kata yang kuat dan padat, serta struktur kalimat yang tegas, berkontribusi pada pengungkapan emosi pembangkangan dan pemberontakan dalam puisi tersebut (Semi, 1993). Dalam sastra dunia, karya seperti The Waste Land oleh T.S. Eliot dapat dianalisis dengan pendekatan formalistik untuk melihat bagaimana penggunaan simbol, metafora, dan struktur yang fragmentaris berfungsi untuk menggambarkan disintegrasi budaya dan perasaan keterasingan. Dalam kedua contoh ini, teori Formalisme memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana bentuk dan gaya bahasa berperan dalam membentuk makna dan dampak emosional yang ditinggalkan pada pembaca.

Teori Strukturalisme Murni

Strukturalisme Murni adalah pendekatan kritik sastra yang berfokus pada struktur teks sebagai satu kesatuan yang berdiri sendiri. Dalam teori ini, karya sastra dianalisis berdasarkan hubungan antar elemen di dalam teks, seperti narasi, karakter, simbol, dan tema. Teori ini menempatkan teks sebagai sebuah sistem tertutup, di mana setiap elemen saling mendukung untuk menciptakan makna secara keseluruhan. Dasar utama dari Strukturalisme Murni adalah bahwa makna dalam karya sastra tidak ditemukan di luar teks, seperti konteks sejarah atau biografi penulis, melainkan dari pola-pola internal yang terdapat di dalam teks itu sendiri (Luxemburg et al., 1984).

Pendekatan Strukturalisme Murni menekankan pentingnya memahami sistem dan pola yang membentuk teks sastra. Misalnya, dalam sebuah cerita, hubungan antara tokoh utama dan tokoh pendukung dapat dianalisis untuk melihat bagaimana dinamika hubungan tersebut memengaruhi perkembangan alur. Begitu pula, simbol-simbol yang muncul dalam teks dapat dikaji berdasarkan konteks internal teks untuk memahami makna yang tersembunyi di baliknya (Pradopo, 2007). Pendekatan ini tidak hanya melihat teks secara linear, tetapi juga memerhatikan interaksi kompleks antar elemen yang membentuk struktur narasi (Barthes, 1977).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun