Dalam analisis karya sastra menggunakan Strukturalisme Murni, hubungan internal antar bagian teks menjadi fokus utama. Sebagai contoh, seorang kritikus yang menggunakan pendekatan ini tidak akan mengaitkan simbol tertentu dalam teks dengan pengalaman pribadi penulis, melainkan akan mencari pola penggunaan simbol tersebut di dalam teks itu sendiri (Culler, 1975). Demikian pula, tema cerita akan dikaji berdasarkan bagaimana elemen-elemen seperti plot, karakter, dan setting saling berinteraksi untuk membangun pesan keseluruhan karya sastra.
Penerapan teori Strukturalisme Murni dapat dilihat, misalnya, dalam analisis novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Dengan pendekatan strukturalistik, novel ini dapat dikaji melalui hubungan antar tokoh seperti Ikal, Lintang, dan Mahar, serta bagaimana dinamika mereka dalam kelompok membentuk struktur naratif yang menggambarkan perjuangan, persahabatan, dan cita-cita (Semi, 1993). Selain itu, simbol-simbol seperti pelangi, sekolah, dan keterbatasan fasilitas pendidikan dapat dianalisis dalam kaitannya dengan tema besar tentang harapan dan ketekunan.
Dalam sastra dunia, Romeo and Juliet karya William Shakespeare dapat menjadi contoh lain. Analisis struktural dapat menyoroti pola hubungan antar karakter, seperti dualitas antara cinta dan konflik keluarga, serta bagaimana simbol seperti racun dan mawar mendukung tema tragis dalam karya tersebut. Dengan teori Strukturalisme Murni, kritik sastra menjadi alat yang kuat untuk memahami bagaimana elemen-elemen internal teks bekerja sama untuk menciptakan keutuhan dan makna dalam karya sastra.
Teori Aliran Sastra
Teori Aliran Sastra adalah pendekatan yang menghubungkan karya sastra dengan aliran atau periode tertentu dalam sejarah sastra. Aliran sastra mencerminkan kecenderungan estetika, tema, dan gaya yang berkembang dalam suatu zaman, yang sering kali dipengaruhi oleh kondisi sosial, budaya, dan politik pada masa tersebut. Dengan memahami aliran sastra, pembaca dapat menempatkan sebuah karya dalam konteks historis dan ideologis yang lebih luas, sehingga memperoleh wawasan tentang bagaimana karya tersebut mencerminkan atau menanggapi perkembangan zamannya (Wellek & Warren, 1993).
Beberapa aliran sastra yang terkenal meliputi Realisme, Romantisisme, Modernisme, dan Postmodernisme. Romantisisme, misalnya, menonjolkan emosi, imajinasi, dan hubungan manusia dengan alam. Aliran ini sering kali muncul sebagai respons terhadap industrialisasi dan pergeseran nilai-nilai sosial pada akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19 (Abrams, 1999). Sebaliknya, Realisme muncul untuk menggambarkan kehidupan sehari-hari dengan detail yang objektif dan tanpa idealisasi, sering kali sebagai kritik terhadap kemewahan yang digambarkan dalam aliran Romantisisme. Modernisme, yang berkembang pada awal abad ke-20, menampilkan eksperimentasi dengan bentuk dan struktur, sedangkan Postmodernisme yang muncul setelahnya menantang narasi-narasi besar dan menekankan pluralitas makna (Bennett & Royle, 2004).
Pengaruh aliran terhadap penulisan dan pembacaan sastra sangat signifikan. Aliran sastra tidak hanya menentukan gaya dan tema yang digunakan penulis, tetapi juga memengaruhi cara pembaca memahami karya tersebut. Misalnya, dalam aliran Modernisme, pembaca diajak untuk memahami karya melalui struktur yang sering kali tidak linear, simbolisme yang kompleks, dan eksplorasi psikologis tokoh-tokohnya. Dalam Postmodernisme, pembaca dihadapkan pada permainan bahasa, intertekstualitas, dan ambiguitas makna yang menantang pemahaman konvensional (Culler, 1997).
Teori Aliran Sastra memberikan konteks yang lebih luas bagi sebuah karya, memungkinkan pembaca untuk melihat dinamika sosial dan budaya yang melatarbelakangi penciptaannya. Dengan memahami aliran sastra, pembaca dapat mengapresiasi bagaimana penulis merespons isu-isu zamannya, baik dengan mengikuti konvensi yang ada maupun dengan menawarkan pendekatan baru. Selain itu, teori ini juga membantu menjelaskan evolusi sastra dari waktu ke waktu, serta hubungan antara karya yang berbeda dalam satu aliran atau lintas aliran (Luxemburg et al., 1984).
Sebagai contoh, karya-karya dari aliran Romantisisme seperti The Prelude oleh William Wordsworth mencerminkan apresiasi terhadap alam dan introspeksi pribadi, sementara novel To the Lighthouse karya Virginia Woolf dari aliran Modernisme menampilkan eksperimentasi naratif dan eksplorasi pikiran karakter melalui monolog interior. Dalam sastra Indonesia, karya seperti Max Havelaar karya Multatuli dapat dikaitkan dengan aliran Realisme karena kritik sosialnya terhadap kolonialisme (Sumardjo, 1991). Memahami aliran sastra memberikan cara baru untuk membaca karya-karya ini, sekaligus menghargai bagaimana masing-masing aliran membentuk dan dipengaruhi oleh zeitgeist atau semangat zaman.
Perbandingan dan Integrasi antar Teori
Ketiga teori, Formalisme, Strukturalisme Murni, dan Aliran Sastra, memberikan sudut pandang yang berbeda tetapi saling melengkapi dalam memahami sebuah karya sastra. Formalisme menekankan detail-detail teknis seperti penggunaan bahasa dan gaya, sementara Strukturalisme Murni berfokus pada pola dan hubungan internal antar elemen teks. Di sisi lain, teori Aliran Sastra menempatkan karya dalam konteks sejarah dan budaya yang lebih luas, sehingga memberikan dimensi temporal yang tidak ditemukan dalam dua pendekatan lainnya. Mengintegrasikan ketiga teori ini memungkinkan analisis yang lebih komprehensif terhadap karya sastra, mencakup aspek bentuk, struktur, dan konteks (Wellek & Warren, 1993).