Dalam sebuah studi kasus, pada pelajaran Bahasa Indonesia, seorang guru menugaskan para siswa  Sekolah Dasar kelas 5 untuk membaca sebuah buku (tema bebas) dan merangkum buku tersebut. Pada projek ini ada banyak siswa yang merasa kesulitan dalam mengerjakan tugasnya. Hal tersebut dikarenakan rendahnya pemahaman mereka terhadap buku yang dibaca  dan sulitnya merangkai kata saat harus menceritakan kembali isi buku dengan kata-kata sendiri.
Lain halnya saat siswa ditugaskan untuk membuat projek animasi tentang siklus hujan melalui aplikasi pemrograman, mereka sangat antusias dan bisa mengerjakan secara mandiri dengan hasil produk animasi yang sangat luar biasa. Ini anak SD kelas 3 lho, Saat tugas diberikan mereka sudah membayangkannya sambil angguk-angguk dan tersenyum tanda merasa mudah dengan tantangan yang diberikan guru.
Bagi kita yang lahir dari generasi milenial, tugas nomor 1 pada usia SD kita dulu, Â tugas tersebut dianggap mudah, Â tapi bagi siswa dari generasi alpha tugas tersebut terasa sulit. Sedangkan tugas nomor 2, para siswa merasa tugas membuat animasi sangatlah mudah, sementara guru-gurunya sekarang, saat mereka jadi murid SD di zamannya tidak pernah tebayang akan berkenalan dengan tekhnologi secanggih yang ada saat ini.
Demikian perbedaan karakter murid dari generasi ke generasi. Sebuah penelitian menemukan data bahwa kebiasaan gen Z dan gen alpha menonton tayangan video pendek seperti video short di youtube, video reels di Instagram, video tiktok dan video pendek lainnya mempengaruhi kemampuan baca siswa dan daya fokus mereka menjadi lebih pendek.
Para guru yang sekarang mengajar masih tersisa dan belum pensiun yang terlahir dari generasi X, mayoritas generasi Y/milenial dan sebagian kecil dari generasi Z. Sedangkan para murid saat ini adalah siswa yang lahir dalam perkembangan tekhnologi yang perubahannya super cepat yang disebut sebagai generasi alpha.
Perbedaan generasi dalam dunia pendidikan menjadi tantangan tersendiri bagi para pendidik. Para Guru dan Kepala sekolah dituntut untuk selalu melakukan adaptasi terhadap perubahan kurikulum yang dipicu oleh perubahan zaman dan kebutuhan murid yang beragam.
Dalam mendidik anak, Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, "Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya karena mereka hidup bukan di zamanmu." Pesan Khalifah yang ke-4 tersebut sangat relevan dengan proses transformasi kurikulum. Pesan tersebut mengandung makna bahwa kita perlu melihat aspek kekinian atau  perkembangan zaman dalam proses mendidik anak kita dengan terus memasukkan pemahaman syariat Islam.
Agar proses transformasi kurikulum berjalan dengan lancar dan mudah, maka manajemen pendidikan sangat diperlukan dalam  mempersiapkan, merencanakan, menyusun kurikulum dan melaksanakan pembelajaran Abad 21 yang dikenal dengan istilah 21st Century Learning
Syaiful Sagala  menjelaskan makna  manajemen pendidikan sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan semua sumber daya (manusia, keuangan, fasilitas, dan kurikulum) yang ada dalam suatu lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Sejalan dengan hal tersebut, Oemar Hamalik berpandangan bahwa manajemen pendidikan melibatkan berbagai komponen meliputi pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, fasilitas, dan kurikulum. Menurutnya, tujuan utama manajemen pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.dan Guru memiliki peran yang sangat penting dalam manajemen pendidikan, baik sebagai pelaksana maupun sebagai evaluator.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat kita simpulkan bahwa manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan (manusia, finansial, material, dan waktu) untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, manajemen pendidikan adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan pendidikan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Perkembangan tekhnologi yang pesat dan tuntutan kompetensi global, memicu pergeseran paradigma pembelajaran dari teacher-centered ke student-centered, untuk kebutuhan pembelajaran dan gaya belajar siswa yang berdiferensiasi.
Terpapar berbagai stimulasi digital sejak dini membuat generasi alpha cenderung memiliki rentang perhatian yang lebih singkat. Mereka terbiasa dengan informasi yang cepat dan mudah diakses, sehingga sulit untuk fokus pada satu hal dalam waktu yang lama, mudah terdistraksi, dan kurang sabar.
Siswa dengan karakter tersebut, Â membutukan pola pendidikan dengan penbelajaran Abad 21. Pembelajaran Abad 21 adalah pendekatan pembelajaran yang dirancang untuk mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi tantangan dan peluang di abad ke-21. Pembelajaran ini menekankan pada pengembangan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja masa kini, seperti kreativitas, berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan literasi digital.
Ciri-ciri Pembelajaran Abad 21 adalah siswa aktif dalam proses pembelajaran dan memiliki peran yang lebih besar dalam menentukan tujuan pembelajaran (student center), Pembelajaran dilakukan melalui projek-projek nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, dan menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Pembelajaran menitik beratkan proses kolaboratif, berpikir kritis dan kreatif.
Pembelajaran Abad 21 bertujuan untuk membekali siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja yang terus berubah., membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, memupuk kerja sama dan kolaborasi, serta membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap berbagai hal.
Pada prakteknya manajemen pendidikan dalam pembelajaran abad 21 menghadapi berbagai tantangan yang tidak mudah, diantaranya sekolah harus mampu beradaptasi menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan zaman, diperlukan kecermatan dalam memilih dan menerapkan teknologi yang tepat dalam proses pembelajaran, memberikan pelatihan dan meningkatkan kompetensi guru untuk siap berinovasi dalam pembelajaran abad 21, diperlukan kemampuan guru dalam mengelola kelas yang diferensiasi dan memenuhi kebutuhan individu siswa serta membangun lingkungan belajar yang inovatif dan menyenangkan.
Urgensi manajemen pendidikan dalam proses pembelajaran Abad 21 sangat diperlukan dalam menyediakan lingkungan belajar yang mendukung karakter siswa, memilih metode pembelajaran yang aktif dan interaktif, memfasilitasi kolaborasi antara siswa, mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran dan mengevaluasi perkembangan keterampilan siswa secara berkelanjutan
Manajemen Pendidikan dalam pembelajaran Abad 21 sangat dibutuhkan dalam transformasi pendidikan, agar para siswa memiliki keterampilan Abad 21 untuk siap menghadapi tantangan kerja yang beragam di masa depan. Karena apa yang diajarkan pada murid saat ini harus mampu menjadi bekal mereka menghadapi situasi dunia kerja saat mereka dewasa kelak.
Hal yang tak kalah penting yang perlu dibekali kepada para siswa adalah pendidikan karakter dan akhlak terpuji, para siswa perlu memiliki soft skill dan karakter keterampilan abad 21 yang dikenal dengan 4C yaitu: Communication, Creativity, Critikal Thinking, dan Colaboration. Pakar komunikasi dan pendiri Yayasan Pendidikan Muthahhari, K.H Jalaluddin Rakhmat menambahkan satu karakter yaitu Compassion (empati). Karakter Empati dipandang perlu ditanamkan dalam diri para siswa agar mereka memiliki kepekaan sosial dan menebarkan kasih sayang kepada semua orang tanpa memandang suku, agama, ras dan latar belakang sosial. Mereka yang sekarang menjadi siswa, adalah pemimpin di masa depan. kelak ditangan merekalah nasib bangsa dan dunia ini dijalankan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H