Kesalahan berbahasa dapat dikatakan sebagai praktik penyimpangan bahasa yang tanpa sadar dilakukan oleh masyarakat umum. Kesalahan berbahasa ditandai dengan adanya gejala-gejala dalam penggunaan bahasa yang salah dalam penerapannya, seperti bentuk kata, frasa, maupun kalimat yang menyimpang namun penggunaannya relatif berkembang serta dianggap lazim di kalangan masyarakat.
Faktor kesalahan berbahasa dikatakan oleh Mulyono (2016: 21) dikarenakan beberapa faktor, diantaranya faktor pertama yaitu bahasa Indonesia masih relatif muda, yang mana bahasa ini masih tergolong sebagai bahasa yang masih berkembang sehingga masih memerlukan bantuan bahasa lain. Dari proses peraihan bantuan itulah tidak sedikit muncul kesalahan berbahasa baik kosakata maupun tata bahasanya.Â
Faktor kedua yaitu sistem bahasa Indonesia memiliki peluang untuk digunakan secara menyimpang karena sistem bahasa Indonesia itu longgar.Â
Faktor ketiga yaitu sikap pengguna bahasa Indonesia dalam penggunaan bahasanya belum cukup baik, yang mana mereka tidak memiliki kepekaan terdahap penyimpangan yang terjadi disekitar dan cenderung mengabaikan ketentuan bahasa yang dirumuskan.Â
Faktor keempat yaitu penggunaan unsur bahasa di masyarakat, terutama unsur kosakata, selalu lebih cepat daripada pembakuan bahasa.
Faktor kedua yang menyebutkan bahwa sistem bahasa Indonesia itu longgar memang benar adanya. Penyataan tersebut dapat dibuktikan dalam pembentukan kata sering kali mengalami penyimpangan, seperti penghilangan afiks, fonem yang seharusnya diluluhkan tidak diluluhkan begitupun sebaliknya, penggantian morf, penyingkatan morfem tertentu, pemakaian kata afiks yang tidak tepat, penentuan bentuk dasar yang tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan kata majemuk yang tidak tepat. Kesalahan berbahasa dalam pembetukan kata ini masuk kedalam tataran morfologi.
Ada begitu banyak klasifikasi kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Kesalahan berbahasa tersebut harus diakui sangatlah sulit dihindari apalagi mengingat sebagian orang tidak memiliki kepekaan terdahap penyimpangan bahasa yang terjadi disekitar dan cenderung mengabaikan ketentuan bahasa yang telah dirumuskan. Â
Sikap yang seperti itu dalam ragam lisan dapat kita temui ketika mengobrol, adapun dalam ragam tulisan dapat kita temui salah satu contohnya yaitu pada unggahan di media sosial seperti facebook, instagram, atau twitter.Â
Orang yang bertutur dan pengguna media sosial tersebut dapat dikatakan sebagai pelaku penyimpangan berbahasa apabila mereka bersikap tak acuh terhadap kesalahan berbahasa yang ada didepan mata. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diberikan pemahaman mengenai kesalahan berbahasa itu sendiri kepada masyarakat agar tidak menjadi pelaku penyimpangan bahasa.
Pada kesempatan kali ini, penulis akan menjelaskan kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi yaitu afiksasi disertai dengan gejala-gejala yang terjadi dilingkungan terdekat masyarakat yaitu penyimpangan afiksasi yang terjadi di media sosial twitter. Tidak dapat dipungkiri media sosial saat ini begitu dekat dengan masyarakat.Â