Ia pun bercerita tentang didikan bapaknya yang mebuat aku sendiri terheran-heran dengan orang tua yang berani seperti itu. Dia bilang, ayahnya sering menampar jika adiknya yang duduk di bangku sekolah dasar nyanyi-nyanyi lagu-lagu galau zaman sekarang. Dan ayahnya lebih senang jika anaknya mengumpat saja jika dia merasa sedih ataupun kesal. Tapi, itu harus dilakukan di rumah, tidak di tempat lain.
Cara pendidikan ayahnya memang unik. Ayahnya tidak pernah melarang dia merokok, tapi dia berpesan untuk merokok di rumah saja. Tidak di tempat lain, dan jika ketahuan merokok di luar rumah, maka kembali ke rumah tubuh tidak akan selamat. Pasti akan ada yang kena dampar.
Dia sadar, merokok di rumah itu tidak asyik. Karena keasyikan merokok itu adalah ketika bersembunyi dari orang tua dan merokok disuatu tempat yang tersembunyi dari orang tua. Itulah asyiknya merokok.
Aturan paling ekstrim di keluarganya yaitu, ayahnya membolehkannya minum dan masih sama, tempatnya hanya di rumah. Sebab, dia sendiri pernah ketahuan minum oleh ayahnya bersama temannya. Dan akhirnya ayahnya berani membelikannya minuman asal dia minum di rumah dan tidak diketahui ibunya. Dan lagi-lagi itu tidak membuatnya ingin minum, karena baginya itu tidak asyik.
Selanjutnya pesan-pesan ayahnya untuk dia dan adik-adiknya adalah dia boleh melakukan hal apapun di luar, asalkan bertanggungjawab, tidak berbohong, dan tidak menyakiti manusia manapun. Begitupun saat adiknya yang SMP harus melalui masa SMPnya dengan tawuran. Ayahnya tidak bergeming melarang, pesannya hanya satu, jika berantem dan pulang dengan babak belur. Jangan anggap mereka musuh, lalui dengan rasa gembira dan pulanglah dengan tersenyum. Dan ya, adiknya pernah pulang dengan keadaan babak belur dan bibirnya tidak sedikitpun terlihat dendam tapi tetap tersenyum.
Hingga, kelakuan paling parah membawa adiknya ke penjara. Dan saat itu juga adiknya tidak tawuran lagi, sebabnya sepele. Karena ketika ayahnya menjenguk, ia tidak marah atau mengumpati dia. Dia hanya bilang “Hebat kamu bisa sampai masuk penjara, kamu tetap anak ayah, asal kamu tidak nyolong” ungkap ayahnya dengan senyuman. Dan itulah yang membuat adiknya tidak kuat melihat raut wajah ayahnya.
Ia datang ke Pare dibiayai oleh bosnya untuk belajar bahasa. Tidak sama seperti mahasiswa bahasa Inggris yang aku katakan tadi, semangat lelaki yang berasal dari Jogja difokuskan pada pekerjaannya, dan dia bilang dia tidak kuat mengikuti pelajaran. Dia pun berujar bahwa semua yang diberikan dan diulangankan itu belum selesai disitu saja. Masih ada dunia nyata yang harus dihadapi. Sehingga dia lebih sering bolos kelas untuk bekerja daripada masuk untuk mendengarkan guru menjelaskan.
Tapi dia tetap bertanggung jawab menjadi ketua kelas, dia tetap memberikan wejangan kepada anak-anak kelasnya dan memberikan tanggungjawabnya sebagai ketua kelas. Seperti mengakomodir keinginan anak-anak kelasnya saat akan liburan, atau untuk sekedar menjenguk anak kelasnya yang sakit. Dia datang, meskipun pada waktu mata pelajaran dia tidak datang.
(tulisan ini dimuat juga di blog : iisnoor.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H