Chy..,
Kita berjumpa dalam celah waktu dengan tembok serta gerbang nan menjulang, namun tetap kau bukakan pintu. Mengerek jiwaku ke langit setara bendera yang berkibar di hari perayaan. Lebih dari sekedar hormat, aku langsung memberimu perasaan degub yang lebih kental dari irama double pedal, meledak hebat di jantungku. Entah ini perasaan apa yang jelas bila aku masih remaja tanpa ragu akan ku sebut ini cinta.
Usia membuatku terlalu kaku memang, padahal geliat seperti ini sulit diingkari bahwa ini adalah rasa menyukai lawan jenis, tetapi berbagai kisah terlalu membuatku jengah. Bagaimana bila rasa ini sebatas tertarik saja pada paras, sosok atau kepribadiannya?, bagaimana jika dia ini cuma khayalan semu, sebab hatiku lama tak tersentuh sosok baru. Tapi bagaimana kalau ternyata Ini realita rasa?, bagaimana kalau hanya karena aku yang terlalu berlebihan menanggapi perasaan?. Padahal pekerjaan sering membawaku ke berbagai perkenalan, tapi kenapa perempuan ini yang terlalu begitu mengambil perhatianku.
Bekerja dan beraktivitas dengan passion yang sama dengannya menyadarkanku juga, bahwa diantara kami sungguh telah nyata sekali memakai hati dalam pengabdian. Pernah berontak, ah.., ini sepertinya hanya daya dan imajinasiku yang begitu merasa dia seperti sosok sempurna. Tapi semakin terkoneksi bersama melalui berbagai media, fokus ku terhadap keberadaan sosok dia malah semakin tak hilang. Ruang di kepalaku bertambah dengan sosoknya, menyenangkan hati, fikiran, perasaan dan segala desire deras ada disetiap nafasku jika tentang dia. Tuhan menganugerahkan rasa ini dan sungguh memantik semangat dan produktivitas.
Beberapa tulisan yang dibuat, jika tentang dia atau sekedar request dari dia, sangat amat cepat dan mudah ku rangkaikan kalimatnya. Hal itu seringnya aku sambil membayangkan dia ada disampingku, menemani sambil menikmati kopi atau segelas juice kesukaanku, bahkan sambil dipeluk dan atau sekedar dielusnya rambutku oleh tangannya. Tak terasa, jadi sudah.
Lalu seiring waktu dia semakin terekam, terngiang, bergemuruh dan sadarku tak boleh lumpuh. Tetapi akupun menangkap sinyal yang sama dari dia. Setiap percakapan langsung dan atau komunikasi by text, penerimaan dan pengharapan darinya pun sungguh jelas kentara dan terasa.
Perihal rasa yang ada, kami berdua memang pernah dan relatif sering meragu. Bukan tanpa alasan, karena jurang yang dalam dan atau tembok yang menjulang ada ditengah-tengahnya. Aku sering sekali mendengar dan terucap dari mulutnya atau juga membaca dari tulisan yang dibuat dan dikirimnya, bahwa dia selalu overthingking jika tentangku. Dia katakan bahwa sering bahkan selalu berdebar dadanya lebih cepat jika aku mengatakan sesuatu yang menyangkut perasaan, tentang rindu, tentang kebersamaan, tentang kehidupan kedepan, dan seterusnya. Hal itu wajar dirasakan karena berbagai situasi dan kondisi kami, terutama tentang perbedaan agama, dogma dan budaya kami berdua, terlebih dia adalah seorang perempuan yang sangat perasa.
Beragam keberbedaan yang ada dan menyeruak diantara dua manusia yang saling mempunyai rasa, adalah satu kondisi yang menyebalkan. Tak cukupkah jarak dan perasaan rindu saja yang membuat kami merapuh..?. Mengapa kami dipertemukan dalam dunia yang terlanjur berlainan sisi dan tujuan..?.
Tapi tentang perbedaan ini, kami saling menghormati dalam setiap kesempatan personal. Relatif sering aku sekedar menemani dia untuk berdoa pada berbagai kondisi dan kesempatan, dan diapun memberikan waktu kepadaku untuk melaksanakan ritual ibadahku. Kami berdua menjaga dan saling menghormati perbedaannya.
Mungkin karena kondisi saling menghormati itulah, ditambah lagi serta didorong oleh karena saling memiliki rasa yang semakin jelas satu sama lain, aku memberanikan diri untuk memberikan dan menawarkan rasa. Tentu tetap disertai ragu dan perlahan membaca situasinya, aku official menyatakan harapan, keinginan, rasa dan kondisi yang ada dalam hatiku tentang dia. Aku menyatakan cinta kepadanya meski dengan keberanian yang hanya setengah saja, setengah lainnya aku wujudkan dalam bentuk mental, bersiap menerima penolakan darinya juga karena diliputi rasa ragu.
Aku masih ingat dengan nyata, di malam awal September 2022 lalu ku katakan semua kepadanya, tentang rasa, tentang cinta, keinginan, harapan dan segala. Dia meminta jeda waktu, tak dapat secara langsung menjawabnya. Esoknya, hampir di waktu yang sama, dia menjawab dengan lugas, mengiyakan dan menerima semua rasa, setelah merequest akan menjawabnya secara face to face meski melalui video call. Maka lalu, kami official menjalin rasa, dengan kata-kata dari dia yang begitu membuatku meleleh saat itu; “Thank you for being my own. Thank you for choosing me to accompany your next life. New chapter of life has begun between us, and it’s such a beautiful day. God bless us, honey”.
Terselip rindu,
sewaktu mendengar tawamu, ceritamu.
lalu tersadar,
aku dan kamu bukanlah kita yang mudah menyatu.
Begitulah..
karena, siapapun yang membuatmu rindu, dia dapat mengendalikanmu, menujunya.
Jakarta, 22/9/2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H