Mohon tunggu...
Iin Zubaidah
Iin Zubaidah Mohon Tunggu... Guru - Alumni IAIN Surakarta Jurusan Sejarah Peradaban Islam

Dalam Proses membangun budaya membaca dan Menulis. Menerima masukan, saran dan kritik yang membangun. Terimakasih Salam Literasi :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Laboratorium dan Penanganan Penyakit di Indonesia Pada Masa Kolonial

23 Februari 2021   13:36 Diperbarui: 23 Februari 2021   13:40 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini Negara-negara di belahan dunia sedang digemparkan dengan adanya pandemi virus Covid-19. Berbagai upaya digunakan untuk melawan virus yang satu ini. Para dokter berkerja digarda terdepan dalam mengobati para pasien terjangkit virus corona, sedangkan para ilmuan dibidang yang lain, sedang berusaha untuk mengembangkan berbagai obat maupun vaksin untuk mengobati virus ini.

Adanya pandemi seperti sekarang ini, bukanlah pandemi pertama yang pernah terjadi di Indonesia. Berbagai peristiwa wabah penyakit seperti malaria, kolera, pes dan flu spanyol pernah melanda kawasan Hindia Belanda (nama Indonesia pada masa kolonial). 

Adanya berbagai peristiwa wabah penyakit ini juga mengakibatkan pemerintah kolonial melakukan beberapa upaya untuk menangani wabah penyakit yang sedang melanda wilayahnya salah satunya yaitu dengan membuat laboratorium. Namun, laboratorium ini baru dibangun di Hindia Belanda sekitar abad ke-19. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti belum majunya ilmu kesehatan serta, pandangan mistik masyarakat terhadap penyebab munculnya penyakit itu sendiri. 

Pada abad ke-18,  penduduk bumi putra dan orang Eropa di Hindia Belanda, memiliki pandangan yang hampir sama terhadap penyakit. Mereka sama-sama takut terhadap hal-hal yang tidak tampak, sehingga mereka berfikir bahwa penyakit itu berasal dari hal-hal yang tidak kelihatan. penduduk bumi putra beranggapan bahwa datangnya penyakit itu berasal dari kekuatan supranatural. Seperti, gangguan dari mahluk halus, roh nenek moyang dan lain lain. 

Sehingga banyak dari mereka yang menghilangkan penyakit dengan cara mengadakan ritual adat. Pandangan seperti itu tidak hanya dipercayai oleh penduduk bumi putra saja, bahkan penduduk Eropa di Hindia Belanda pada masa itu pun juga memiliki pandangan yang bersifat mistik terhadap penyebab timbulnya penyakit. Ketika itu orang Eropa Percaya adanya "miasma" (bau-bauan yang sering kali muncul di daerah rawa-rawa). Sehingga mereka berfikir bahwa jika seseorang sedang sakit demam, disebut dengan demam maisma, atau yang saat ini kita kenal dengan demam malaria.

Pada abad ke-19, pandangan terhadap timbulnya penyakit yang disebabkan oleh hal yang tidak tampak mulai memudar. Hal ini disebabkan karena mulai berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi ini pada akhirnya akan mempengaruhi paradigma masyarakat terhadap timbulnya sebuah penyakit itu sendiri. Pada masa ini ilmu bakteriologi di Hindia Belanda sudah mulai berkembang. Ilmu bakteriologi tersebut bisa dikatakan sebagai media dalam memunculkan paradigma baru dalam melihat penyebab sebuah penyakit. 

Jika sebelumnya sebuah penyakit dipercayai terjadi karena adanya sesuatu yang  tidak nampak, maka setelah ilmu ini berkembang sebuah penyakit mulai dipercaya disebabkan oleh satu patogen yang sangat spesifik atau khusus. Maka dari itu untuk mengetahui sebuah penyakit harus mendirikan sebuah laboratorium. 

Dani Louis Pasteur, seorang mikrobiologi ketika itu menyatakan bahwa, jika penelitian tidak dilakukan melalui laboratorium maka, akan sulit untuk mendapatkan keakuratan dari eksperimen terkait timbulnya penyakit itu sendiri. Oleh sebab itu, pada abad ke-19 ini mulai didirikan beberapa laboratorium yang berfungsi sebagai wadah dalam mencari penyebab adanya penyakit. Beberapa laboratorium yang berdiri pada masa kolonial diantaranya:

 1. Geneeskunding Laboratorium te Welttevreden (1888), laboratorium ini kemudian berganti nama menjadi Eijkmen Institute. Laboratorium ini didirikan karena adanya kasus beri-beri di Aceh. 

2. Pare Veciogene te Welttevreden (1891)

3. Institute Pasteur (1895), institute ini berdiri untuk meneliti kasus rabies yang melanda Hindia Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun