Mohon tunggu...
Iin Solihin
Iin Solihin Mohon Tunggu... -

Hati tercipta dari dua kekuatan, Antara Harapan dan Ketakutan. Keduanya bagai Tsunami menerjang segala rintangan. Hanyalah Tuhan Sang pemilik Harapan dan Ketakutan. Dalam perenungan, Daku menghayal, Tuhan menghilangkan derita Kebodohan dan Kemiskinan. Dalam kebimbangan, benarkah TUHAN mau menghilangkan segala penderitaan. Disaat Keheningan, Tuhan besabda, Itulah alasan kenapa AKU menciptakanmu (itulah tugas manusia sbg khalifah).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi: Kampung Bahasa Inggris Pare dan Miniatur Kebangsaan

11 Maret 2012   06:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:13 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Iin Solihin*[1]

"Pelajaran yang paling memuakan adalah belajar Bahasa Inggris"Itulah salah satu kalimat umpatan dan sumpah serapah yang penulis pernah sematkan disaat mempelajari bahasa Inggris di sekolah sampai universitas. Istilah lain dulu lain sekarang tampaknya berlaku, setelah lulus kuliah dan menyempatkan diri kembali (tidak kapok-kapoknya) belajar bahasa Inggris di Pare terasa ada suasana yang berbeda dirasakan secara perlahan benih-benih "CINTA" tumbuh dan berkembang menjadi kenikmatan dan kelucuan ditambah dengan suasana metode belajar yang santai tapi serius. Pengalaman tersebut kemudian menjadi pertanyaan besar mengapa penulis dan banyak orang didunia pendidikan formal tidak suka belajar bahasa Inggris? Apanya yang salah? Benarkah metode belajarnya membosankan? Bagaimana dengan kualitas pengajarnya? Atau...?

Membentuk Kata dan Impian

Julukan kampung Inggris atau kampung bahasa yang sekarang populer English Village, merupakan salah satu tempat yang menarik untuk dikunjungi oleh khalayak masyarakat "haus ilmu" dari berbagai daerah di Indonesia dari Sabang sampai Marauke, bahkan warga negara tetangga seperti Malaysia pun tidak ketinggalan ikut belajar menikmati kampung Inggris Pare sebagai "gudang-nya" tempat belajar (kursus) bahasa Inggris mulai dari tingkat dasar sampai lanjutan dengan pilihan berbagai varian program ilmu-ilmu bahasa Inggris dengan biaya terjangkau.

Tempat kursus bahasa Inggris yang pertama adalah B.E.C (Basic English Course) pada perkembangannya telah melahirkan berbagai lembaga atau kursusan bahasa Inggris kurang lebih 140-an (Forum Kampung Bahasa, 2011) ditambah dengan lembaga bahasa internasional lainnya. Metode belajar dan sarana bangunan yang sederhana terletak dilingkungan perkampungan dan keramahan penduduk pribumi serta suasana alam yang masih asri menambah proses belajar terasa santai walaupun dengan tanpa menggunakan tempat duduk hanya beralaskan tikar (karpet, permadani) lesehan diatas tanah, lantai dan ambenan bambu tidak mengurai suasana keseriusan dalam belajar. Tetapi, tidak sedikit pula lembaga kursusan lainnya memiliki gedung permanen dilengkapi perlengkapan modern sebagai penunjang belajar bahasa Inggris dan bahasa lainnya seperti Bahasa Arab, Mandarin, Jepang, Korea, Francis dan sebagainya.

Selain lembaga kursus bahasa, di Pare tersedia tempat belajar (kursusan) seperti komputer program dasar, design grafis, sempoa (matematik), lembaga bimbingan belajar untuk siswa (bimbel) dan pelatihan enterpreuner. Sedangkan khusus untuk lembaga belajar bahasa asing mayoritas masing-masing lembaga memiliki tempat tinggal (camp) dan juga kos-kosan warga setempat yang memiliki program belajar di camp minimal dua kali sehari pagi dan sore yang mengharuskan para peserta didik menggunakan bahasa yang dipelajarinya dipraktekan untuk berkomunikasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara aktif (language area). Disamping belajar bahasa Inggris, para peserta didik juga dapat aktif dan belajar berorganisasi primordial (kesukuan) daerah para peserta kursus yang memiliki program belajar, forum diskusi akademis rumah anak bangsa (RAB) dan kajian-kajian ke-Islaman lainnya, pengajian-pengajian ibu-ibu dan masyarakat yang rutin diadakan setiap seminggu sekali.

Mr. Kalend dan "Kalendisme"

Secara geografis, kampung bahasa Inggris Pare terpusat didua desa yang saling berdekatan yaitu Desa Tulungrejo yang terbagi kedalam beberapa dusun Tulungrejo, Mulyoasri, Mangunrejo, Puhrejo dan Tegalsari, dan sedangkan Desa Pelem dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: Pelem, Singgahan, Mbetonan, Ngeblek. dan Pelem, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri Jawa Timur. Bahkan, dalam sejarah dunia akademis, The Religion of Java karya seorang antropolog besar Amerika Serikat Clifford Geertz menjadikan daerah Pare "mojokuto" sebagai objek penelitiannya untuk meraih gelar doktoral yang sempat "menggemparkan" dunia akademis dengan istilah Priyayi, Santri dan Abangan telah mengharumkan nama Pare ditingkat dunia internasional.

Pada 15 Juni tahun 1977, Muhammad Kalend Osen (Mr. Kalend) mendirikan lembaga (kursus) pendidikan bahasa Inggris dan diresmikannya gedung pertama B.E.C (Basic English Course) di Jl. Anyelir No. 8 RT/RW 02/XII (sekarang) di Dusun Singgahan, Desa Pelem, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Dengan bermodalkan tekad yang kuat serta pantang menyerah demi kemaslahatan umat dan memegang teguh keyakinan kepada Allah SWT dengan membaca Al-Fatihah lah bangunan pertama B.E.C diresmikan. Diawal pengalamannya mengajar peserta didik, Mr. Kalend melakukan berpindah-pindah tempat seperti di Serambi Masjid Darul Falakh, Balai Desa, ditempat-tempat bersejarah seperti Candi Sorowono, Tegowangi maupun ditanah lapang sambil berolah raga tanpa dipungut bayaran sedikitpun.

Mr. Kalend yang lahir pada 20 Februari 1945 di Pulau Borneo, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur memiliki berlatar belakang pendidikan agama di Pondok Pesantren Modern Darusssalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur tahun 1971 (tidak tamat). Mr. Kalend di usia muda (27 tahun) sudah berprofesi sebagai guru di tanah kelahirannya dari 1966-1967. Tahun 1976 sempat menimba ilmu sebagai kepada (alm) KH A. Yazid, tokoh agama Pare dan pengasuh Pondok Darul Falah yang terkenal menguasai sembilan bahasa.

Sosok Mr. Kalend sebagai seorang ayah dari ketiga anaknya menjalani kehidupan yang bersahaja memiliki dedikasi tinggi sebagaimana pernah diungkapkannnya untuk "revolusi hidup" telah mengantarkannya dalam kesuksesan sebagai seorang ayah, suami, pendidik, guru, pigur, tokoh masyarakat yang dihormati mampu melahirkan ribuan peserta didiknya diseluruh daerah di Indonesia hingga sebagiannya para alumninya mampu melanjutkan studi ke luar negeri, bekerja di lembaga nasional dan Internasional. Dan tidak sedikit para anak didiknya mampu membangun lembaga kursusan yang sama baik disekitar pare maupun didaerah lainnya secara tidak langsung telah mempopulerkan namanya, sebagaimana istilah sastrawan Francis William Shakespere "Bunga mawar itu akan tetap harum apapun namanya".

Tentunya, dengan harapan yang besar kesederhanaan dan ketulusan dengan apa dilakukan Mr. Kalend yang dewasa ini telah melahirkan para pendidik, "guru" yang kini memiliki lembaga kursusan bahasa Inggris juga mampu mempertahankan nilai-nilai kesederhanaan, kesungguhan, suka berkorban untuk orang lain, ikhlas dalam berjuang, menciptakan biaya kursusan yang terjangkau dengan tetap mempertahankan kualitas dan menjadikan pendidikan bahasa Inggris sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang secara holistik dapat membentuk manusia Indonesia atau peserta didik berkarakter sesuai dengan Imtak (iman dan takwa) dan Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Karena, dari keteladanan itulah diharapkan akan terlahir Kalend-Kalend muda, para pemikir yang dapat membangun kampung-kampung bahasa internasional lainnya, kampung matematika, fisika, biologi dan lain sebagainya diberbagai daerah.

Sebagaimana pernah ditegaskan oleh Dr. G.J. Nieuwenhuis, "Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.". Tentunya, kemajuan bangsa tidak terlepas dari sosok "guru" "teacher" yang mau melakukan "pengorbanan". Dari "guru-guru" itulah pondasi dasar untuk membangun bangsa menjadi kuat yang melahirkan, mencipta generasi muda bangsa yang juga sebagai guru dalam pengertian universal bisa "digugu" (didengar) dan "ditiru" (diteladani).

Arus Besar Gelombang

Kehidupan masyarakat didua desa Pelem dan Tulungrejo merupakan daerah pertanian yang cukup subur. Berdirinya ratusan lembaga kursus dan ribuan orang yang datang dan pergi telah membuka dan memperluas lahan perekonomian warga setempat seperti menjadikan rumah warga sebagai kos-kosan yang menyatu satu rumah, mendirikan kontrakan, warung, toko buku, kafe, dan berbagai usaha lainnya secara tidak langsung telah memberikan efek positive dari sisi ekonomi. Tentunya, meningkatnya perekonomian masyarakat secara cepat akan menimbulkan "goncangan besar" terhadap budaya dan kearifan lokal.

Banyaknya para pendatang (pelajar) ke Pare (kampung bahasa Inggris) yang datang dan pergi memiliki latar belakang budaya, bahasa dan agama yang membaur dengan budaya lokal secara perlahan akan mengikis kearifan, tata krama dan kesantunan-kesantuntan lainnya. Tidak kuatnya kontrol sosial disemua pihak akan terjadi penetrasi budaya "wong kota" terhadap "wong ndeso" yang menimbulkan dampak teralienasinya budaya lokal, kemudian menumbuh suburkan budaya hedonisme, alkoholisme, pragmatisme dan konsumerisme. Dan bukan tidak mungkin budaya lokal tidak lagi menjadi tuan rumah di didaerahnya sendiri.

Menjamurnya lembaga kursusan bahasa di kampung Inggris Pare yang dalam dunia ekonomi dimana makin banyak permintaan akan banyak pilihan, "kursusan yang bagus, berkualitas pasti yang mahal" dan sebaliknya. Kekhawatiran yang tidak bisa dipungkiri bahwa lembaga-lembaga kursusan bahasa adalah salah satu "komoditi bisnis", dan Pare kini menjadi pusat perekonomian yang oleh para investor dipakai menanamkan usahanya diberbagai bidang salah satunya membangun lembaga kursusan yang hanya mengejar keuntungan secara ekonomi. Jika hal itu terjadi di kampung Inggris Pare, secara tidak langsung akan meruntuhkan, menurunkan kualitas yang selama ini sudah dibangun Pare sebagai salah satu miniatur pendidikan progresif di Indonesiaan sebagai mana yang dicita-citakan bangsa yang dikenal dengan pendidikan yang murah untuk semua kalangan rakyat, berkarakter dan religius. Semoga Pare tetap jaya. Amien !

*[1] Penulis adalah peneliti pada Lembaga Studi Islam dan Kebudayaan (LSIK)-Jakarta, Pelajar Asal Banten dan Juga Pengurus Forum Diskusi Rumah Anak Bangsa (RAB) Pare-Jawa Timur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun