memandang langit melipat rembulan di dada malam kelam
aku mencecap pahit kenangan dengan lidah melelerkan air liur
sebab tak dapat kuraih langit harapan dengan tangan dendam
aku melihat bintang di depan mata, ingin kuraih
kugenggam erat, menyimpan dalam jiwa penuh luka
agar cahayanya menembus gelap harap
dan nyeri. sembari memandang langit dengan mata lara
aku gelap bersama bintang yang redup. serupa burung
yang pulang ke sangkar, akupun terbang menyusuri jalan pulang
sayapku berat karena penuh beban kehidupan
namun di sangkar itu masih ada kau, Bu
menyambut dengan mata jiwa yang bahagia
tak terkira, merengkuh tubuhku
penuh keluh sembari berbisik,
"esok kan ada matahari nak, tersenyumlah."
Iin Rismawati
November 2018
di sudut kamar sunyi berselimut kerinduan
Puisi ini termuat dalam antologi Babu Tetek, sebuah antologi puisi dari 38 pecinta puisi di Ponorogo dalam rangka memperingati hari Ibu.
Salam puisi bertubi-tubi...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI