Mohon tunggu...
iin nuraeni
iin nuraeni Mohon Tunggu... Guru - seorang ibu yang menyukai anak-anak, suka menulis, dan ingin terus belajar.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

17 Oktober 2023   16:27 Diperbarui: 17 Oktober 2023   16:41 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

1.4.a.8. KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

Oleh: Iin Nuraeni

CGP Angkatan 9 Kabupaten Pasuruan

Fasilitator: Ibu Yhanik Prihatini

Pengajar Praktik: Abdul Rokhman

Tujuan Pembelajaran Khusus:

  1. CGP memahami keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada modul 1.1, 1.2 dan 1.3.

  2. CGP dapat menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.

Panduan tugas 1.4.a.8. koneksi antar materi Modul 1.4 Budaya Positif

 

  1. Buatlah sebuah kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak.

a.1. Filosofi Pemikiran KHD

Menurut Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan adalah untuk menunutun segala kodrat yang ada pada diri anak agar mereka mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. KHD menjelaskan bahwa pendidikan hendaknya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman anak.

a .2. Nilai dan Peran Guru Penggerak

Dari filosofi pemikiran KHD di atas, maka seorang guru harus memiliki nilai dan menjalankan perannya agar mampu memotivasi muridnya menuju kebahagiaan setinggi-tingginya melalui proses pembelajaran.

  • Ada pun nilai-nilai guru penggerak sebagai berikut:

1.Berpihak pada murid

2.Mandiri

3.Kreatif

4.Reflektif

5.Inovatif

6.Kolaboratif

  • Peran guru penggerak:

1.Menjadi pemimpin pembelajaran

2.Menjadi coach bagi guru lain

3.Mendorong kolaborasi

4.Mewujudkan kepemimpinan murid

5.Menggerakkan komunitas praktisi

a. 3. Visi Guru Penggerak

Setelah memiliki nilai dan peran guru penggerak di atas maka kita lakukan suatu perubahan. Dalam mewujudkan perubahan diperlukan visi dan Langkah-langkah yang tepat dalam pelaksanaannya. Visi akan terwujud jika terdapat kerja sama dengan semua pihak (warga sekolah). Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah nyata dengan menggunakan metode Inkuiri Apresiatif (IA) dengan tahapan BAGJA.

Tahapan BAGJA meliputi:

B = Buat pertanyaan

A = Ambil pelajaran

G = Gali mimpi

J = Jabarkan rencana

A = Atur eksekusi

  1. Budaya Positif

Dari tahapan BAGJA di atas akan muncul pembiasaan-pembiasaan positif yang dikenal dengan Budaya Positif. Budaya positif ini akan menimbulkan rasa aman dan nyaman pada murid dalam proses pembelajaran. Budaya positif juga mendorong murid untuk mampu berpikir, bertindak dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab.

Saya sebagai guru memiliki kewajiban untuk menerapkan budaya positif di sekolah. Dengan saya menerapkan budaya positif, maka akan menghasilkan suatu ekosistem sekolah yang penuh dengan suasana positif. Hal positif tersebut akan memiliki dampak yang besar dan akan mudah menular jika dilakukan secara konsisten serta dilakukan secara kolaborasi. Karena di sekolah murid dan guru memiliki karakter yang beragam, maka untuk mewujudkan budaya positif di sekolah kita harus mengetahui konsep-konsep inti budaya positif dalam penerapannya. Konsep-konsep inti dalam budaya positif di antaranya:

  1. Disiplin positif,

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Disiplin diri terkait nilai-nilai kebajikan universal yang saya dan murid yakini.

  1. Motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan),

Manusia dalam berperilaku atau bertindak tentu memiliki motivasi maupun alasan tersendiri. Motivasi tersebut bisa karena untuk menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan (hukuman) dan bisa juga karena ingin mendapatkan pengakuan berupa penghargaan. Motivasi ini merupakan motivasi eksternal. Saya sebagai guru harus bisa menumbuhkan motivasi dari dalam diri murid (internal), bukan motivasi berperilaku karena menghindari hukuman atau mendapatkan penghargaan.

Posisi kontrol restitusi,

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini, apakah telah berjalan efektif atau tidak.

Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau, dan Manajer. Posisi kontrol yang ideal bagi saya sebagai seorang guru untuk mewujudkan budaya positif di sekolah adalah posisi control manager.

  1. Keyakinan sekolah/kelas,

Nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, golongan, negara, bahasa maupun agama merupakan pengertian dari keyakinan sekolah/kelas. Saya dan murid saya membuat keyakinan kelas bahwa menghargai orang lain itu adalah penting, dengan hadir ke sekolah tepat waktu, menyimak dan memperhatikan guru saat menjelaskan, tidak memotong pembicaraan saat orang lain berbicara, menghargai teman yang berbeda agama, melaksanakan tugas piket, menerapkan 5 S (Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun), dan mengembalikan benda ke tempat semula apabila sudah dipakai.

  1. Segitiga restitusi

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)

Segitiga restitusi terdiri atas:

  • Menstabilkan Identitas

  • Validasi Tindakan yang Salah

  • Menanyakan Keyakinan

B. Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

1.a. Disiplin Positif

Disiplin positif adalah pendekatan untuk menuntun kodrat anak agar berdaya dalam mengontrol diri dan menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu nilai-nilai kebajikan. Disiplin positif menjadi komponen utama dalam mewujudkan budaya positif.

1.b. Teori kontrol

Di dalam teori kontrol dijelaskan bahwa yang bisa mengontrol seseorang adalah dirinya sendiri. Seseorang akan melakukan sesuatu atau tidak tergantung dari dalam diri orang tersebut sesuai dengan motivasi pemenuhan dasar yang dimilikinya.

1.c. Teori Motivasi

Perilaku yang ditunjukkan manusia pasti memiliki motivasi dan tujuan. Motivasi dibagi menjadi dua, yakni motivasi internal dan eksternal. Motivasi internal adalah motivasi yang diinginkan oleh seseorang dalam rangka menghargai diri dengan nilai yang diyakininya. Sementara itu, motivasi eksternal di antaranya adalah keinginan yang dilakukan dalam rangka menghindari ketidaknyamanan/hukuman atau ingin mendapatkan imbalan/penghargaan.

1.d. Hukuman dan Penghargaan

Hukuman dan penghargaan adalah salah satu cara mengontrol perilaku murid yang secara tidak langsung menghambat potensinya. Dalam jangka waktu tertentu, baik hukuman dan penghargaan akan sama-sama memberikan dampak yang sama, yakni ketergantungan (bukan kemerdekaan) dan tentunya mematikan motivasi internal seseorang.

1.e. Posisi Kontrol Guru

Ada 5 posisi kontrol seorang guru, yaitu: sebagai penghukum, sebagai pembuat rasa bersalah, sebagai teman, sebagai pemantau, dan sebagai manajer. Posisi kontrol guru yang baik dan ideal berada pada posisi kontrol manajer.

1.f. Kebutuhan Dasar Manusia

Ada 5 jenis kebutuhan dasar manusia, yaitu: kebutuhan bertahan hidup, kebutuhan kasih sayang dan rasa memiliki, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan akan kesenangan, dan kebutuhan akan penguasaan.

1.g. Keyakinan Kelas

Keyakinan kelas adalah nilai-nilai kebajikan yang diyakini oleh warga kelas untuk menumbuhkan motivasi internal dan budaya positif di kelas.

1.h. Segitiga Restitusi

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka ingin menjadi (tujuan mulia), dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain. Segitiga Restitusi adalah alur untuk menegakkan keyakinan bersama di dalam kelas atau sekolah. 

Ada tiga unsur segitiga restitusi, yakni:

  1. Menstabilkan identitas

  2. Validasi tindakan yang salah

  3. Menanyakan keyakinan

Hal menarik di luar dugaan:

1.Ternyata disiplin positif yang selama ini saya pahami sangat berbeda dengan disiplin positif yang telah saya pelajari dari modul 1.1  ini. Saya sebelum mempelajari modul 1 bahwa saya memahami disiplin itu ialah perilaku anak yang mengikuti aturan dan selalu konsisten dengan aturan tersebut, namun ternyata disiplin positif merupakan keyakinan akan nilai-nilai kebajikan universal.

2.Hukuman dan penghargaan ternyata bukan cara yang baik dalam menumbuhkan motivasi anak dalam berperilaku.

3.Ternyata ada posisi kontrol guru yang paling ideal, yaitu posisi kontrol manajer. Selama ini saya menerapkan posisi pemantau, dan  penghukum yang saya kira sebagai posisi terbaik bagi seorang guru.

4.Dengan mengetahui kebutuhan dasar manusia, kita bisa memetakan motivasi yang dilakukan seorang siswa saat ia berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan/keyakinan sekolah.

5.Keyakinan kelas/sekolah ternyata sangat berbeda dengan aturan kelas. Serta cara merumuskan keyakinan kelas juga menggunakan langkah-langkah yang berbeda.

6.Sebagai guru dengan posisi pemantau, saya sering menanyakan kesalahan apa yang telah dilakukan murid (Memvalidasi tindakan salah) dalam salah satu langkah restitusi. Setelah mempelajari modul budaya positif saya baru tahu ternyata terdapat langkah lainnya dan kini saya jauh lebih memahami dan berusaha mengaplikasikan dalam bagaimana menghadapi peserta didik yang beragam.

2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Setelah mempelajari modul ini, tentunya ada perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif, antara lain:

2. a Membuka sudut pandang saya dalam melihat permasalahan yang dilakukan seseorang, terutama murid di sekolah. Sebab segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia pasti memiliki motivasi dan tujuan. Maka dari itu, saya lebih bijak dalam melihat kebutuhan murid saat murid tersebut melakukan kesalahan.

2.b. Hukuman dan penghargaan merupakan motivasi eksternal, sekarang saya berusaha untuk mengubahnya agar siswa memiliki motivasi internal.

2.c. Saya menempatkan posisi kontrol pada tingkat manajer, sebagai posisi kontrol yang paling ideal bagi saya sebagai seorang pendidik.

2.d. Melaksanakan segitiga restitusi sebagai langkah menangani masalah agar murid  bisa kembali pada kondisi yang baik, menguatkan budaya positif, dan berpihak kepada murid.

2.e.Mampu mengelola emosi ketika melihat suatu kesalahan yang dilakukan murid dan menghadapi setiap permasalahan dengan bijak, mengetahui permasalahan, dan berpihak pada murid.

3. Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

3.a.Dalam membimbing murid agar memiliki pribadi yang disiplin, saya selalu memposisikan diri pada posisi kontrol pengamat,  kemudian setelah mempelajari modul ini banyak ilmu yang saya pelajari ternyata dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada di kelas, kita bisa memposisikan diri kita, baik sebagai manajer, dan teman, ketika murid melakukan kesalahan kita akan mencari tahu kebutuhan dasar apa yang belum terpenuhi oleh murid tersebut, dan ketika murid sedang mengalami sebuah masalah maka saya langsung menenangkannya dan berbicara kepadanya dengan nada suara yang lembut dan penuh kasih sayang. Kemudian saya menanyakan kira-kira kesalahan apa yang telah diperbuat dan bagaimana cara memperbaiki kesalahan tersebut. Namun segitiga restitusi belum dijalankan semua.

3. b. Untuk menumbuhkan motivasi murid dalam melakukan kebaikan, saya berusaha menumbuhkan motivasi internal murid dengan memberikan nasihat-nasihat terkait nilai-nilai kebaikan dan memberikan contoh konkrit dari tokoh-tokoh motivator.

3.c. Saat mengatasi masalah, saya melakukan satu langkah dari segitiga restitusi yaitu memvalidasi kesalahan kemudian meminta murid untuk berfikir bagaimana cara menyelesaikannya.

4. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Perasaan saya bahagia, ternyata saya sudah pernah melakukan tahapan restitusi meski tidak semua tahapan saya lakukan, kemudian saya senang ternyata motivasi internal lebih baik daripada motivasi eksternal, dan saya juga merasa senang karena telah menjadi guru dengan posisi kontrol pengamat, pernah juga memposisikan diri sebagai manajer, dan memposisikan saya sebagai teman.

5. Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Pengalaman saya yang sudah baik yaitu posisi kontrol yang telah saya ambil berupa posisi pengamat dan saya juga ternyata telah melakukan salah satu tahapan dari segitiga restitusi. Hal yang perlu diperbaiki yaitu dengan meningkatkan posisi kontrol guru pada posisi manajer, mampu mengelola emosi, dan menyempurnakan langkah restitusi sebagai perbaikan nilai-nilai budaya positif pada murid.

6. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?

Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi kadang-kadang saya memakai posisi kontrol sebagai penghukum, dan lebih sering menggunakan posisi kontrol sebagai pemantau. Perasaan saya saat itu ialah saya merasa mampu mengendalikan murid dan mendisiplinkan mereka seperti yang saya inginkan. Tetapi saya merasa, sikap disiplin tersebut hanya muncul jika ada saya, namun ketika saya tidak ada di kelas atau sedang tidak bersama mereka, mereka akan berbuat seperti semula, dan setelah mempelajari modul ini, posisi yang saya pakai adalah posisi kontrol sebagai manajer. Perbedaannya saya lebih bisa menguasai emosi, permasalahan menemukan solusi dari murid sendiri, dan murid terlihat lebih senang.

7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Pernah, yaitu pada tahap memvalidasi kesalahan. Cara saya mempraktikkannya yaitu dengan bertanya kepada murid dengan intonasi nada yang lembut mengenai kesalahan apa yang kira-kira murid saya telah lakukan. Kemudian saya tanya apa penyebabnya melakukan kesalahan tersebut. Selanjutnya saya membimbing murid saya untuk mencari solusi dalam memperbaiki permasalahan tersebut.

8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Hal penting lainnya yang perlu dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah adalah kolaborasi antar semua warga sekolah (Tenaga Pendidik, tenaga kependidikan, Keamanan, dan PPSD)) dan orangtua murid. Dengan adanya kolaborasi yang kuat maka budaya positif dapat terwujud dengan baik. Selain itu juga perlu adanya konsistensi dalam penerapan budaya positif tersebut.

Salam dan bahagia Bapak Ibu Calon Guru Penggerak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun