Perjalanan yang singkat, dekat, penuh makna, dan menginspirasi, dan dari perjalanan ini dapat memupuk persahabatan, kebersamaan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Pandemi yang berkepanjangan membuat beragam agenda yang tak bisa kami lanjutkan dan laksanakan, mulai pembelajaran yang daring, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas, dan dengan terbitnya  SKB 4 menteri membuat kami sedikit lega dan berbahagia, kejenuhan dari pihak siswa, guru, orang tua pun sedikit terobati.
PTMT (Pembelajaran Tatap Muka Terbatas) walaupun serba dibatasi, namun sedikit banyaknya kita bisa mengambil suatu kebijakan baru yang tetap pada koridor yang sesuai dengan Surat Edaran diantaranya pembelajaran masuk 50 % dengan protokol kesehatan yang ketat bagi daerah yang berada pada PPKM level 1 dan berada pada zona hijau.
Pembelajaran mulai menggeliat kembali semangat dari siswa dan orang tua timbul, dengan dukungan dari berbagai pihak, maka kami bisa melakukan pembelajaran.
Demi kemajuan pendidikan yang saat ini mengalami learning loss, maka Pemerintah memperbolehkan masuk 100% setelah siswa melakukan vaksinasi dosis 1 dan 2 (kegiatan vaksinasi sudah penulis tayangkan di Kompasiana), dan kini setelah sekian lama kami mengalami kejenuhan, maka kami agendakan melakukan Wisata Edukasi yang tidak terlalu jauh masih di sekitaran Kabupaten Pasuruan, yakni ke Candi Gunung Gangsir, Candi Jawi, berenang di area kolam renang Telaga Sewu, lalu perjalanan menuju masjid Cheng Ho, dan terakhir wisata kuliner di area pasar belakang mesjid Cheng Ho yang menyediakan beragam oleh-oleh khas Pasuruan.
Wisata Edukasi yang akan kami laksanakan, sebelumnya sudah kami bicarakan dengan wali siswa, dan mereka sangat antusias sekali, dengan alasan biar anak-anak merasa senang, dan tidak jenuh disamping itu untuk mengetahui sejarah.
Perjalanan kami laksanakan pada hari Senin, 28 Maret 2022, sebelum perjalanan ada beberapa himbauan yang harus dipatuhi oleh siswa yang disampaikan oleh Bapak Mahudi, S.Pd selaku kepala Sekolah UPT Satuan Pendidikan SDN Pekoren l, dilanjutkan dengan pembacaan doa, semoga perjalanan selamat sampai kembali ke sekolah. Perjalanan Wisata Edukasi kali ini didampingi langsung oleh Guru Kelas 6 yakni Bapak Dikki Kilat.W.B dan Ibu Iin Nuraeni.
Tepat pukul 07.30 perjalanan kami mulai dengan menaiki 2 bis yang sudah kami pesan sebelumnya, tujuan pertama adalah Candi Gunung Gangsir yang letaknya di Desa gunung Gangsir, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan.
Tidak berapa lama kami tiba di lokasi Candi Gunung Gangsir, karena jarak antara Lembaga Sekolah dengan lokasi Candi dekat, kami segera menemui petugas yang bertugas menjaga dan merawat lingkungan candi, setelah mengisi buku tamu, kami memasuki area candi, dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan, yakni mencuci tangan terlebih dahulu dengan air yang mengalir dan memakai masker.
Pada kesempatan ini kami tidak bisa menemui petugas yang memandu Wisata Edukasi ini, dan kami hanya berfoto dan memberi penjelasan sepengetahuan kami, tidak berapa setelah mengambil gambar, kemudian perjalanan kami lanjutkan ke arah selatan yakni daerah Prigen untuk melihat Candi Jawi,
Beberapa menit kemudian, Kami tiba di lokasi Candi Jawi, Kami menemui petugas dan mengisi buku tamu yang sudah tersedia, dan kami sangat bersyukur di Candi Jawi kami dipertemukan dengan Bapak Solikhin, beliau adalah petugas yang mewakili unit kerja candi Gunung Gangsir, Candi Jawi, dan Pemandian Sumber tete.Â
Beliau adalah pemandu yang luar biasa yang menjelaskan kepada kami dengan gamblang, setelah berkeliling mengitari halaman Candi yang sejuk dan asri, dengan dikelilingi parit yang berisi beragam jenis ikan, dan tumbuhan teratai membuat parit semakin berwarna dengan hadirnya bunga teratai yang berwarna ungu dan merah muda. Setelah mengitari parit dan halaman yang asri kami berkumpul dan siap menyimak penjelasan dari Bapak Solikhin.
"Selamat menikmati candi Jawi yang eksotis" (sapaan pertama yang menarik yang disampaikan oleh Bapak Sulikhin, Beliau menjabat sebagai Juru Pelihara (JuPel) Cagar Budaya dengan Wilayah Kerja di Candi Jawi, Dusun Jawi, Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen,  Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dan Candi Jawi teletak di dusun Jawi, Desa Candi Wates  kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, yang terletak di kaki gunung Welirang pada ketinggian 283 meter di atas permukaan laut. Candi Jawi dikelilingi oleh gunung Arjuna dan Penanggungan. Dan lingkungan sekitar candi cukup sejuk.
Candi Jawa atau Candi Jawi/Jajawa atau jawa-jawa yang terdapat dalam kakawin Negarakertagama merupakan sebuah bangunan suci agama Hindu -- Buddha yang dibangun sekitar tahun 1300 Masehi, yang dimaksud sebagai candi Pendharmaan (penghormatan kepada seseorang yang kita agungkan) raja Kertanegara (yang meninggal pada tahun 1292), raja terakhir dari kerajaan Singasari 1222-1292 yang berpusat di Jawa Timur.
Candi Jawi menempati lahan  yang cucukpluas, sekitar 40x60 meter, yang dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 meter. Bangunan candi dikelilingi oleh parit yang saat ini dihiasi oleh bunga teratai. Ketinggian candi ini sekitar 24,5 meter, panjang 14,2 meter, dan lebar 9,5 meter,Â
Di depan candi ini terdapat teras rendah dengan reruntuhan batu, di belakang candi terdapat reruntuhan bangunan yang terbuat dari bata merah, bangunan tersebut tadinya adalah sebuah gapura, namun menurut penjaga candi tidak ada keterangan yang bisa di dapat mengenai bentuk dan fungsinya semula, sehingga tidak ada pemugaran kembali.
Bentuk tinggi ramping seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah, dengan atap perpaduan antara stupa dan kubus bersusun yang meruncing pada puncaknya. Bentuk atap candi Jawi adalah segi empat, makin ke atas makin kecil. Atap candi yang terdiri dari 3 tingkatan pada bagian atap ditutup dengan mahkota yang berbentuk dagoba/stupa. Dagoba tersebut biasanya merupakan puncak dari bangunan suci agama Budha.Â
Antefik menghiasi sudut-sudut dan bagian tengah candi. Jenis batu bagian atap berlainan dengan batu-batu bagian bawah (bagian kaki candi). Batu-batu atap sebagian besar adalah batu putih, sedangkan bagian kaki candi adalah batu hitam (andesit)
Posisi Candi Jawi yang menghadap ke timur, membelakangi gunung Penanggungan, menguatkan sebagian pendapat para ahli bahwa candi ini bukan tempat pemujaan, karena candi menurut pada umumnya untuk peribadatan dan menghadap ke arah gunung.Â
Tempat bersemayamnya para dewa, sebagian  para ahli yang lain tetap menyatakan bahwa Candi Jawi adalah tempat pemujaan. Candi Jawi tidak menghadap gunung karena  pengaruh dari Agama Budha.
Terdapat cerita tentang pertapa perempuan, pahatan yang rumit dan ada binatang yang bertelinga panjang, sekarang candi dalam keadaan kosong pada lingganya yang ada yoni yang sudah di selamatkan.
Ada arca di dalamnya dan di dinding candi di hias dengan relief yang isinya masih jadi perdebatan yang harus di baca degan menggunakan teknik prawija dengan membaca berlawanan dengan arah jarum jam, ada juga yang beranggapan harus menggunakan prada shima yaitu cara membacanya dengan searah dengan jarum jam.
Relief pada dindinng candi menerangkan 4 area wilayah di sekitar candi.
Berdasarkan sejarah dengan acuan Kitab Negarakertagama Pararaton Raja-Raja dan cerita rakyat real dari rakyat (namun referensinya tidak ada). Candi Jawi adalah peninggalan era Singosari Ken Arok (masa terakhir pemerintahan Raja Kertanegara).
Candi ini adalah identik sarana pendermaan (mensucikan diri) atau pawitra, Raja Kertanegara abunya diletakkan di 3 tempat yakni Candi Jawi, Candi Singosari, dan di larung ke laut.
Pengaruh agama dualisme yaitu agama Budha dan Agama Hindu, dimana Budha yang paling atas, yang seperti klenteng, terukir dengan relief lingkar depan ke kanan (searah jarum jam). Memiliki dua versi agama dalam cerita.
Menurut versi Hindu adalah bertemunya Pangeran Sutasoma dengan seorang putri (menurut pakar sejarah), bahwa cerita tentang relief belum selesai. Peradaban candi ini masih lengkap atau asli, sudah berulangkali di rehab, setelah Kertanegara di jaman Majapahit berkontribusi,  Kolonial Belanda mengkontruksi ulang pada tahun 1983-1941, kemudian di kontruksi ulang pada tanggal 1-12-1975 sampai dengan 30-06-1980. Pada tanggal 17-02-1982 di rsmikan oleh Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia  Bapak Daoed Joesoef.
 Pada bangunan Candi Jawi ada batu berwarna  merah yang berfungsi mengunci  sisi-sisi yang lain, batu  hitam andesit (batu kali yang dapat mudah dipahat) dan di kelilingi batu putih yang didatangkan dari Madura (Raden Kertanegara pernah singgah di Pulau Madura) dan dihiasi kalamakara (dewa raksasa) dan diapit oleh dua orang bidadari, sedang di Jawa Timur di sebut betorokolo, di depan candi Jawi ada bangunan candi yang sudah rubuh, di sisi kanan kiri ada candi perwara (anak candi besar).
Candi dihiasi dengan tembok keliling yang berfungsi menahan banjir dan longsor, dan parit lingkar yang berfungsi untuk menampung air dari atas dan menahan getaran dari luar, kemudian pada masa Majapahit berubah menjadi batu bata, di depan (bagian barat) bangunan candi yang sudah tidak utuh, bernama bentar artinya kembar, mengapa di biarkan rusak? karena tidak ada gambarnya, dan  takut salah sehingga menyimpang dari sejarah.
 Candi ini menghadap timur kiblatnya ke barat ke pawitra, prawitra adalah tempat bersemayam para Dewa, Resi, dan Bikshu. Candi Gunung meru yang diambil dari Dewa Brahma membuat keseimbangan tanah Jawa, gunung di pindah ke Jawa  dari Gujarat India, seperempat di gunung pawitra, membuat semboyan untuk persemayaman para dewa dan guru kemudian di pindah, sebelum masa Kertanegara, karena Kertanegara adalah raja pilihan.
Sebelum masa Kertanegara ada penduduk yang bernama Suci yang ada di Cungkrang untuk menjaga gunung prawita, dan terdengar oleh Mpu Sendok, masyarakat Jawa Timur sangat menghormati rajanya, kerajaan di pindah ke Pasuruan, di daerah Pasuruan terhampar hutan suruh, ibukota ada di Bangil.
Makanya di sebut Pasuruan yang berasal dari kata suruh, dan di kota Bangil ada alun-alun, dengan adanya Mpu Sendok maka perhatian ke ranah pertanian, Roro Dermo keturunan Kertanegara, setiap harinya hanya makan daun suruh setiap hari, maka Dewa Brahma mengutus burung glatik atau kinara kinari menyuruh mengambil bibit padi dari China Selatan dan di jatuhkan di daerah Dermo, mengapa di sebut Dermo karena masyarakatnya yang selalu menderma.
Selanjutnya di ambil sebagian di tanam dan sebagian di masak menjadi nasi, kemudian penduduk  membuat lumbung untuk menyimpan padi, emas, perak, alu, dan lumpang, akhirnya menjadi masyarakat yang kaya raya, terdengar oleh masyarakat sebelah, kemudian di gali oleh pencuri, dan terlihat gundukan dan digali lewat bawah atau di sebut gangsir ( digangsir dari bawah tanah) selanjutnya lahirlah peradaban terakhir yaitu Candi Jawi.
Candi belahan candi sumber tete, di desa wonorejo, cagar budaya yang berupasebuah  pemandian/ patirta  bersejarah dari gunung abad ke 11 pada masa kerajaan  airlangga terletak di dusun belahan di sisi timur gunung penangunagan, letaknya di belahan wonosuko gempol.
Pemandian ini berukuran 4x10 di tengah nya ada relung yang kosong yang tempat  raja airlangga sedang mengendarai garuda wisnu kencana disimpan di museum trowulan dan sebagai pertapaan dan sebagai tempat pemandian selir-selir prabu Airlangga yaitu maka di bnagunlah dua dewi laksmi dan Dewi Sri, pada bagian tertentu mengucurlah air yang berasal dari payudara atau tete yang merupakan simbol amarta air yang dipercaya sebagai mampu memberikan penyembhan dan kekuatan dan dapat memberikan khasiat awet muda.
Menurut agama Hindu lingga yoni yang memiliki arti lingga kelaki-lakian sedangkan Yoni  yang memiliki arti kewanitaan. Linggayoni pernah berjaya pada masa keemasannya, setelah kami bergantian melihat lebih dekat ke dalam candi, kemudian  kami melihat ke candi yang sudah tidak utuh, dan  kami bisa melihat sejarah dengan melihat penjelasan yang berupa gambar di sebuah musieum yang ada di area Candi Jawi.
Selanjutnya Bapak Solikhin memberikan penjelasan mengenai Candi belahan dan  candi sumber tete yang berada di desa Wonorejo yaitu cagar budaya yang berupa sebuah  pemandian/ patirta  bersejarah dari gunung abad ke 11 pada masa kerajaan  Airlangga terletak di dusun Belahan di sisi timur gunung Penangunagan, letaknya di belahan Wonosuko kecamatan Gempol.
Pemandian ini berukuran 4x10 di tengahnya ada relung yang kosong tempat  raja Airlangga sedang mengendarai garuda wisnu kencana disimpan di museum trowulan dan sebagai pertapaan dan sebagai tempat pemandian selir-selir prabu Airlangga maka dibangunlah dua pemandian untuk Dewi Laksmi dan Dewi Sri, pada bagian  tertentu mengucurlah air yang berasal dari payudara atau tete yang merupakan simbol amarta air yang dipercaya mampu memberikan penyembuhan dan kekuatan dan dapat memberikan khasiat awet muda.
Sungguh pengalaman yang mengesankan bagi kami, kami mendapat ijin untuk melihat ke dalam candi dengan syarat: anak-anak boleh masuk dengan berkelompok masing-masing kelompok 5 anak, tidak boleh bergurau, dan harus melepas alas kaki, karena Candi Jawi adalah tempat beribadah.
Banyak ilmu yang kami dapat dari kunjungan kali ini, terima kasih banyak buat Bapak Sulikhin. Setelah  mendapat penjelasan yang sangat panjang lebar dan luar biasa, kami berpamitan kepada petugas yang menjaga di pos depan.
Selanjutnya perjalanan Kami lanjutkan menuju kolam renang Telaga Sewu, dengan harapan anak-anak akan merasa senang dan bisa menikmati perjalanan singkat ini, setelah berenang, kemudian makan siang, perjalanan kami lanjutkan ke masjid Cheng Ho untuk singgah melaksanakan salat Dzuhur.
Masjid Cheng Ho adalah masjid yang menggunakan nama Laksamana Cheng Ho. Peletakan batu pertama yang dilakukan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 30 Mei 2004. Bangunan ini dibangun diatas tanah kosong milik perhutani dan menelan biaya hingga 3.2 Milyar lebih dari anggaran pemerintah daerah.Â
Setelah 5 tahun, akhirnya masjid ini di resmikan pada tanggal 27 Juni 2008 oleh Bupati Pasuruan yakni Bapak H. Jusbakir Aljufri. Ornamen masjid  yang menarik membuat para pengguna jalan raya tertarik untuk salat atau bahkan berbelanja oleh-oleh khas Pasuruan di deretan toko yang berada di area pasar bagian belakang masjid Cheng ho.
Kami menikmati sekali suasana masjid yang sejuk dan asri, dan masjid ini memiliki fasilitas yang lengkap, diantaranya :
- Sarana ibadah
- Tempat wudhu
- Kamar mandi
- Kantor sekretariat
- Tempat penitipn barang (sepatu sandal)
- Parkir yang luas.
- Setelah melaksanankan salat dhuhur kami melanjutkan perjalanan dengan membeli oleh-oleh untuk keluarga di rumah, sebuah wisata yang dekat, hemat, dan kaya manfaat. Terima kasih anak-anak, sudah membersamai kami di sepanjang pagi sampai siang, semoga pengalaman yang kalian dapatkan di perjalanan ini bermanfaat, dan mengesankan.
Rembang, 28 aret 2022
Daftar Pustaka . Kantor Wilayah P dan K Jawa Timur 1982
Candi Jawi sejarah dan Pemugarannya. PT Palem Jaya.1982
Hadilmuljono, (1983).CANDI JAWI Peninggalan Sejarah Masa Akhir Kerajaan Singosari di Jawa Timur. Proyek Media Kebudayaan.
Hardiati, E.S, Yaday, J.S,Bandem, I.M, Suryadi,L,. Marianto, M.D. CANDI Sebagai Warisan Seni dan Budaya INDONESIA. Yayasan Cempaka Kencana.Yogyakarta. 55225,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H