"Bapak tunggu ya Teh!" (aku dengar suara bapak yang bahagia di seberang telpon).
Tidak aku sangka, kalau kepulanganku ini adalah pertemuanku dengan bapak untuk yang terakhir kalinya, banyak yang aku tanyakan, mulai oleh-oleh apa, walaupun tidak harus aku tanyakan, karena aku tahu persis apa kesukaan bapak, mulai bika ambon, lapis legit, jeruk pontianak, tahu sumedang, pokoknya aku usahain kalau pulang buat nyenengin bapak.
Sampailah kami di kediaman bapak, rasa kangen yang begitu besar dan terpendam membuat airmata jatuh dengan sendirinya, karena hari sudah sangat malam, aku hanya bisa memeluknya erat dan setelah itu bapak kembali beristirahat.
Hari Sabtu, awal kebersamaan kami (aku dan bapak), karena aku baru bisa sampai rumah Bapak hari jum'at malam. Mulai sarapan pagi sampai sore hari kami selalu bersama, seolah tidak ingin kehilangan moment berdua kami, begitupun besoknya, hari Minggu kami selalu bersama, kebetulan di hari itu Sekolah Madrasah, yayasan yang dibangun bapakku mengadakan reuni akbar, dengan mengundang semua alumni dari semua angkatan, semua simpatisan dan tokoh masyarakat kami undang, seolah itu adalah ucapan terakhir dari Bapak buat semua muridnya.
Acara demi acara aku lewati bersama bapak, kami selalu duduk berdua, dengan membicarakan banyak hal. Sampai diakhir acara aku selalu ingin dekat dengan bapak, entah kenapa perasaan takut kehilangan melintas di benakku.
Sepanjang sore sampai malampun, aku habiskan mengobrol dengan bapak, sampai bapak pamit hendak istirahat.
"Teh, Bapak istirahat dulu ya" sahut Bapak.
"Baik Pak", sahutku dengan perasaan sedih, aku belum bisa membahagiakan Bapak, di sisa usia beliau (menahan tangis).
Ketika sepertiga malam, karena keluarga kami terbiasa bangun pada waktu itu, beranjak turunlah aku, dan segera mengambil air wudlu seperti biasanya, aku lihat bapak masih sholat, entahlah ada perasaan bahagia sekaligus sedih, bapak yang selalu istiqomah menjaga tahajudnya, menjaga dhuhanya, menjaga tadarusnya, dan itu sangat luarbiasa, aku bangga sekali memiliki bapak seperti beliau.
Bergegas setelah sholat, aku membantu ibu di dapur, karena padi di sawah akan segera di panen, pastinya akan banyak pegawai yang bekerja, aku mendengar bapak memanggilku dengan panggilan kesayangan beliau yaitu "teteh". Mendekatlah aku, ternyata beliau ingin dipakaikan sarung, kopiah, dan koko, dan segera ke mesjid untuk membangunkan masyarakat sekitar, aku antarkan sampai ke pintu masjid, kembalilah aku ke dapur menemui ibu yang sedang sibuk dibantu oleh bi dede.
Ketika terdengar suara adzan, aku mendengar lho bukan putraku yang adzan (biasanya putra kami yang mengumandangkan adzan, kalau lagi berkumpul di rumah Bapak). Bergegaslah aku ke dalam, dan aku menemui bapak sedang terduduk dilantai, karena jatuh, tak kuat aku menangis, menjerit, dan semenjak itu bapak tidak bisa berjalan, hanya terbaring diatas tempat tidur.